Pertama dalam 15 Tahun, Palestina Bersiap Sambut Pemilu
20 Maret 2021
Pemilihan umum Palestina yang rencananya digelar 22 Mei mendatang di Tepi Barat dan Gaza ini adalah bagian dari upaya rekonsiliasi Fatah dan Hamas.
Iklan
Rakyat Palestina kembali bersiap menyambut pemilihan parlemen yang pertama kali digelar dalam 15 tahun. Kantor pendaftaran penerimaan partai politik dan kandidat independen yang akan ambil bagian dalam pemilu pun mulai dibuka pada Sabtu (20/03).
Pemilu yang rencananya akan digelar pada 22 Mei mendatang di Tepi Barat dan Gaza ini adalah bagian dari upaya rekonsiliasi antara faksi Fatah oleh Presiden Mahmoud Abbas dan faksi pesaingnya yakni Hamas. Pemilu ini dipandang penting untuk dapat membangun dukungan yang lebih luas dalam setiap pembicaraan dengan Israel yang telah dibekukan sejak 2014.
Sekitar 93% dari 2,8 juta pemilih yang memenuhi syarat di Tepi Barat dan Gaza telah mendaftar untuk pemungutan suara mendatang. Saat ini, total populasi di wilayah Palestina mencapai 5,2 juta.
Berbeda dengan pemilu tahun 1996 dan 2006, kali ini warga Palestina tidak akan memberikan suara untuk kandidat perorangan, melainkan untuk partai atau daftar yang berisi antara 16 dan 132 kandidat.
Iklan
Kode etik untuk redam potensi konflik
Sebelumnya, Fatah dan Hamas telah menyapakati kode etik untuk memastikan pemilu mendatang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi dan integritas. Dalam salinan dokumen yang diperoleh kantor berita AFP, ada 25 poin kode etik pemilu menekankan "kriminalisasi dan larangan menggunakan senjata ... selama kegiatan pemilu."
Pemungutan suara parlemen terakhir kali diadakan di Palestina tahun 2006, dengan Hamas sebagai pemenangnya. Kemenangan ini dinilai mengejutkan banyak pihak. Hamas termasuk dalam daftar hitam sebagai kelompok teroris oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat dan kemenangan yang tidak diakui Presiden Mahmud Abbas.
Hamas dan Fatah: Siapakah Mereka?
Fatah dan Hamas berusaha untuk membentuk pemerintahan persatuan setelah bertahun-tahun bersaing untuk mencapai tujuan sama, negara Palestina. Berikut tujuan, momen penting dan perbedaan yang menghambat kerjasama.
Foto: Getty Images
Kekuatan Palestina
Fatah dan Hamas muncul sebagai dua kekuatan politik utama dalam gerakan kemerdekaan Palestina. Tetapi ada perbedaannya. Misalnya dalam strategi, dalam hal penentuan nasib dan status kemitraan politik mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/M. Faiz
Fatah Didirikan Yasser Arafat
Didirkan 1950-an oleh Yasser Arafat (foto), dan dipimpinnya hingga meninggal 2004. Partai sekuler ini awalnya berupaya dirikan negara Palestina lewat gerilya. Fatah jadi kekuatan utama dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dibentuk 1964 sebagai representasi berbagai faksi yang ingin menentukan nasib sendiri. Fatah berarti "kemenangan".
Foto: Jamal Aruri/AFP/Getty Images
Bagaimana Hamas Terbentuk?
Organisasi militan ini didirikan Sheikh Ahmed Yassin 1987 dengan sokongan Ikhwanul Muslimin dan anggota PLO yang religius. Partai keagamaan ini mulai naik pamornya 1993, ketika menampik Kesepakatan Oslo, di mana PLO yang dipimpin Fatah setuju bahwa Israel punya hak untuk eksis. Hamas singkatan dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah yang berarti Gerakan Perlawanan Islam.
Foto: Getty Images/A.Katib
Tujuan Hamas dan Fatah
Tujuannya sama: penentuan nasib sendiri bagi Palestina. Tapi caranya berbeda. Setelah akhiri perang gerilya terhadap Israel, Fatah jadi mitra perundingan utama di pihak Palestina. Mereka setujui solusi 2 negara dengan Yerusalem sebagai ibukota bersama. Sebaliknya Hamas tidak terima eksistensi Israel, dan serukan penghancurannya. Foto: Perayaan Hari Bencana di Gaza terkait pendirian Israel 1948.
Foto: AP
Organisasi Teroris?
Fatah tidak diklasifikasikan sebagai organisasi teroris. Tetapi pemerintah AS mengklasifikasikan Organisasi Abu Nidal dan Brigade Al Aqsa yang punya hubungan dengan Fatah, sebagai kelompok teroris. Sementara Hamas diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Israel dan Uni Eropa.
Foto: Reuters/S. Salem
Status Koalisi Pemerintahan
Koalisi Hamas-Fatah dibubarkan Presiden Mahmoud Abbas setelah Hamas mendesak pemerintah otonomi Palestina keluar dari Jalur Gaza (2006/2007). Setelahnya Hamas berkuasa di Jalur Gaza, dan Fatah di Tepi Barat Yordan. 2011 mulai ada pendekatan lewat pembicaraan menuju rekonsiliasi yang disokong Mesir. Foto: Dua orang kenakan topeng Presiden Mahmoud Abbas dan Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Foto: AP
Upaya Perdamaian Yang Terseok-Seok
Upaya perdamaian antara Hamas dan Fatah sudah digelar berkali-kali. Terakhir, kedua partai berusaha membentuk kabinet persatuan yang beranggotakan menteri-menteri tanpa partai, tahun 2014 Foto: dari kiri: Yasser Arafat, Menlu Israel Shimon Peres dan PM Israel Yitzak Rabin ketika mendapat Nobel Perdamaian 1994 berkat upaya mereka untuk mengadakan perdamaian. Penulis: Kathleen Schuster, Ed.: ml/as
Foto: Getty Images
7 foto1 | 7
Perebutan kekuasaan pun terjadi. Pada 2007, setelah berlangsung pertempuran selama berminggu-minggu yang menewaskan puluhan orang, Hamas kemudian berhasil menguasai Gaza, sedangkan otoritas Abbas memegang kendali terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Untuk menghindari terulangnya ketegangan dan kekerasan, kedua kelompok itu bertemu di Kairo pada Februari lalu dan menyetujui serangkaian langkah, termasuk mendirikan "pengadilan elektoral" untuk mengawasi pemungutan suara.
Ke-14 orang perwakilan masing-masing pihak juga menyatakan komitmen untuk menghormati hasil pemilu mendatang. Selain itu, ada pula komitmen untuk tidak melakukan tindakan hasut yang menyulut kekerasan terhadap para kandidat atau pemilih dalam menuju tempat pemungutan suara. Daftar itu juga mencantumkan kesepakatan untuk tidak menggunakan tempat ibadah keagamaan untuk berkampanye dan kandidat harus menahan diri untuk tidak menyulut perbedaan "sektarian".