1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiKamboja

Pertaruhan Dinasti Hun Sen pada Proyek Kanal Sungai Mekong

David Hutt
15 Agustus 2024

Kamboja ingin membelah Sungai Mekong untuk membuka jalur air dari Cina ke Teluk Thailand. Proyek itu dikhawatirkan mengancam keseimbangan ekosistem di Delta Vietnam, salah satu penghasil beras terbesar di Asia Tenggara.

PM Kamboja Hun Manet
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dalam peresmian proyek pembangunan Kanal Funan Techo di Sungai MekongFoto: TANG CHHIN SOTHY/AFP

Pesta kembang api menandai acara peletakan batu pertama untuk kanal sepanjang 180 kilometer yang akan dibangun melalui wilayah timur Kamboja, pada tanggal 5 Agustus silam.

Pembangunan tersebut merupakan bagian dari sebuah megaproyek yang oleh pemerintah dideklarasikan sebagai kebutuhan ekonomi bagi keuangan negara untuk bisa sedikit "bernapas".

Kanal Funan Techo senilai USD1,64 miliar itu akan menghubungkan Sungai Mekong di dekat ibu kota Phnom Penh dengan dua pelabuhan air dalam di Teluk Thailand.

"Kita harus membangun kanal ini dengan segala cara," kata Perdana Menteri Kamboja Hun Manet pada upacara peletakan batu pertama, seperti dikutip media lokal.

Phnom Penh memperkirakan dapat menyelesaikan proyek tersebut pada tahun 2028. Namun, banyak keraguan tentang apakah Kamboja telah mengamankan pendanaan yang diperlukan dari Cina.

Risiko bagi keamanan dan produksi beras

Oleh ekonom dan pemerhati pasar, proyek Kanal Funan Techo dikritik kurang menguntungkan untuk membenarkan jumlah investasi yang besar. Sementara para pegiat lingkungan mengecam bahwa pengalihan air Sungai Mekong dapat merugikan negara tetangga Vietnam, terutama daerah penghasil beras di kawasan delta.

Kalangan akademisi Vietnam juga mengingatkan betapa keberadaan kanal tersebut dapat menimbulkan risiko keamanan bagi Vietnam, yakni jika Kamboja mengizinkan "sahabat karibnya" Cina untuk menggunakan jalur air tersebut untuk keperluan militer.

Mekong River threatened by dams, climate change

03:18

This browser does not support the video element.

Kanal Funan Techo telah menjadi "merek dagang" pemerintahan baru Hun Manet, yang mewarisi jabatannya dari ayahnya, Hun Sen.

Hun Sen masih memegang kekuasaan yang sangat besar sebagai presiden partai yang berkuasa dan Senat. Tahun lalu, dia mengumumkan skema tersebut tepat sebelum mengundurkan diri sebagai perdana menteri.

Implikasi ekonomi dan strategis

Menurut pemerintah di Phnom Penh, kanal tersebut tidak hanya mengurangi ongkos impor dan ekspor, tetapi juga akan mengakhiri kebergantungan historis Kamboja pada pelabuhan-pelabuhan Vietnam di Delta Mekong, yang masih menjadi jalur utama sebagian besar barang-barang Kamboja.

Awal tahun ini, Sun Chanthol, Wakil Perdana Menteri Kamboja, mengeklaim bahwa kanal tersebut akan memangkas pengiriman melalui pelabuhan-pelabuhan Vietnam hingga lebih dari dua pertiga dan mengurangi biaya pengiriman hingga 30 persen.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Hal ini akan menjadi keuntungan bagi eksportir Kamboja di saat barang-barang negara tersebut menghadapi persaingan ketat dari negara-negara manufaktur berbiaya rendah lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kamboja telah membangun pelabuhan laut dalam di Sihanoukville, kota di barat daya Teluk Thailand, dan pelabuhan baru akan segera dibuka di Kampot, di selatan ibu kota.

Ketidakpastian masalah pembiayaan

Kendati demikian, belum jelas kapan konstruksi Kanal Funan Techo akan dimulai. Sejak awal, pengelolaan proyek sepenuhnya bergantung pada proses negosiasi kredit.

Awalnya, Phnom Penh mengindikasikan bahwa pembangunan kanal akan sepenuhnya didanai oleh Cina sebagai bagian dari skema kredit infrastruktur Inisiatif Sabuk dan Jalan, BRI.

Namun, investor Cina dikabarkan masih ragu. Menurut pemerintah Kamboja, baru China Road and Bridge Corporation yang telah mendaftar untuk mendanai dan membangun sebagian kanal tersebut.

Pada Senin (12/08), PM Hun Manet mengatakan bahwa dua angsuran pertama untuk pembangunan kanal, dari Prek Takeo ke Provinsi Kep, sekitar 150 kilometer, akan dibiayai terutama oleh perusahaan milik Kamboja, termasuk Pelabuhan Otonom Sihanoukville milik negara dan Pelabuhan Otonom Phnom Penh.

Pada tahap kedua pembangunan, dari Koh Thom ke Provinsi Kep, China Road, and Bridge Corporation hanya akan menguasai 49 persen saham di perusahaan pengendali, tambahnya. Banyak analis memperkirakan perkiraan harga 1,5 miliar euro terlalu rendah.

"Ada pepatah yang berasal dari Tiongkok: Di Cina, pembangunan kanal sepanjang 100 kilometer menghabiskan biaya USD10 miliar," kata Brian Eyler, Direktur Program Asia Tenggara Stimson Center, kepada DW.

"Jadi, jika investor Cina mengincar proyek ini, maka mereka mungkin tahu biayanya sangat diremehkan dan bisa jadi ragu." Ditambah lagi, China Road and Bridge Corporation mengalami kesulitan untuk mendapatkan keuntungan dari jalan tol yang dibangun membentang sejajar dengan kanal, kata Eyler. 

"Saya kira, China Road and Bridge Corporation ingin menghindari pembangunan jalur transportasi baru yang akan mengurangi pendapatan dari jalan tol barunya."

Ada juga tanda tanya mengenai kelayakan ekonomi kanal itu sendiri. Kanal Funan Techo tidak dapat menampung kapal besar, jadi sebagian besar impor dan ekspor Kamboja masih perlu diangkut melalui pelabuhan Vietnam.

Masalah lingkungan

Sudah begitu, dampak lingkungan dari pembangunan kanal diperkirakan akan jauh lebih kritis. Banyak kelompok ekologi mendesak pemerintah menghentikan proyek atau mengkaji ulang metode konstruksi agar lebih ramah lingkungan.

Sungai Mekong mendukung hingga seperempat tangkapan ikan air tawar dunia dan setengah dari produksi beras Vietnam.

Pemerintah di Hanoi telah mengisyaratkan ketidaksenangannya karena Phnom Penh belum secara terbuka merilis penilaian dampak lingkungan atas megaproyek tersebut.

Para pemerhati lingkungan khawatir karena dibangun di atas dataran banjir yang aktif, kanal tersebut dapat meningkatkan risiko banjir di utara, sekaligus menciptakan zona kering di selatan kanal di Kamboja dan Vietnam.

Kendati hujan kritik, pemerintah Kamboja bersikeras melanjutkan proyek tersebut. Para analis politik meyakini, Hun Manet dan ayahnya sedang mempertaruhkan reputasi keluarga pada kanal tersebut.

"Nenek moyang kami membangun Candi Angkor dan monumen-monumen besar lainnya, tetapi sayangnya, kami dulunya terpecah belah. Sekarang, kami bersatu kembali, dan kami tengah membangun pencapaian-pencapaian baru," kata Hun Manet pada bulan Mei, menurut media lokal.

(rzn/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait