1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan Puncak Korea Selatan-Jepang

12 Januari 2009

Pertemuan Puncak Korea Selatan-Jepang yang berlangsung di Seoul, Korea, berakhir dengan kesepakatan atas berbagai persoalan yang sangat luas.

PM Jepang Taro Aso, kiri, bersama Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak.
PM Jepang Taro Aso, kiri, bersama Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak.Foto: AP

Pertemuan Puncak Korea Selatan - Jepang yang berlangsung di Seoul, Korea, berakhir dengan kesepakatan atas berbagai persoalan yang sangat luas. Terutama dalam hal ekonomi, untuk menghadapi badai sektor keuangan dunia yang mengancam kemapanan ekonomi dua negara industri terkuat Asia itu. Menurut Taro Aso, kedua pemimpin sepakat, bahwa Asia patut menjadi pusat pertumbuhan ekonomi internasional, dan mengambil peran utama dalam pemulihan ekonomi dunia.

Di luar masalah terkait kemelut ekonomi dunia, Korea Selatan dan Jepang juga menyepakati kerjasama program pembangunan kembali Afghanistan. Negeri yang menurut Perdana Menteri Jepang Taro Aso, sangat menentukan dalam peta keamanan dunia. Plus dalam berbagai topik seperti sengketa nuklir Korea Utara dan hubungan dengan Amerika di masa kekuasaan Obama mendatang. Pendeknya, disebutkan Taro Aso, kedua negara sepakat untuk membangun hubungan barru yang memungkinkan Jepang dan Korea Selatan memberikan sumbangannya uuntuk berbagai permasalahan dunia secara bersama.

Diungkapkan Perdana Menteri Taro Aso, "Belum pernah terjadi sebelumnya, para pemimpin Korea Selatan dan Jepang melakukan pertemuan sesering ini, dan bersetuju atas berbagai persoalan yang begitu luas cakupannya seperti ini".

Yang cukup khusus adalah kesepakatan untuk berkoordinasii secara erat dalam melakukan pembaharuan sistem keuangan kedua negara, merumuskan ulang kebijakan-kebijakan makro-ekonomi, dan strategi dalam berurusan dengan berbagai blok perdagangan. Korea Selatan dan Jepang juga menjajaki kemungkinan diberlakukannya pakta perdagangan bebas kedua negara. Hal ini tidak langsung dilaksanakan, namun akan dibahas lebih jauh oleh tim teknis yang akan bertemu secara berkala.

Kesepakatan-kesepakatan yang begitu luas ini seakan meruupakan salah satu puncak dari babak baru hubungan yang diwarnai pasang surut ketegangan terkait sejarah kedua negara. Tahun 2005, Korea Selatan membekukan berbagai pertemuan tingkat tinggikedua negara sebagai protes atas langkah Perdana Menteri jepang waktu itu, Yunichiro Koizumi yang berulang kali secara demonstratif berziarah ke kuil penghormatan prajurit Jepang yang tewas dalam Perang Dunia. Bagi Korea, ini merupakan pelecehan terhadap penderitaan rakyat Korea dan banyak negara Asia lain yang jadi korban kebrutalan militer Jepang sejak 1910 hingga berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945.

Hubungan kedua negara baru pulih lagi setelah terpilihnya Lee Myung Bak sebagai presiden Korea Selatan . Lee Myung Bak memilih untuk mengambil jalan kooperatif. Berbagai kerjasama dijajaki. Bahkan kedua negara melangsungkan pertemuan rutin.

"Hubungan bilateral Jepang dan Korea Selatan sering sekali menegang. Namun kali ini kami mendekatkan hubungan, jauh lebih erat dari sebelumnya," ungkap Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak.

Namun tak sedikit pengamat yang meragukan kelanggengan hubungan erat ini. Masa lalu sebagai negara penjajah dan yang dijajah, dan masih tingginya kecenderungan di kalangan banyak politikus dan masyarakat Jepang untuk melakukan pembenaran terhadap kebrutalan militer Jepang di masa lalu, diyakini akan selalu memercikan api ketegangan.

Suksesnya Pertemuan di Seoul kali ini, yang seakan menjadi puncak eratnya hubungan Korea Selatan-Jepang, dinilai lebih didorong oleh kesamaan kepentingan menghadapi krisis ekonomi global. Kalau ekonomi dunia pulih, hubungan Korea Selatan dan Jepang akan sangat gampang untuk meledak lagi dalam ketegangan. (gg)