1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pertumbuhan Penduduk di Cina Catat Rekor Terendah

11 Mei 2021

Populasi Cina tumbuh paling lambat sejak 1950-an karena angka kelahiran menurun, menurut sensus terbaru. Apakah Cina akan menghadapi tren penuaan yang sama seperti di Jepang dan Eropa?

Foto ilustrasi warga Ciba di Shanghai
Foto ilustrasi warga CinaFoto: picture-alliance/AP Photo

Kebijakan satu anak yang diterapkan secara ketat pada akhir 1970-an dimaksudkan untuk meredam laju pertumbuhan penduduk di Cina yang dulu dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun hasil sensus sepuluh tahunan pada 2020 yang dirilis hari Selasa (11/5), Cina saat ini mengalami masalah sebaliknya. Lambatnya angka pertumbuhan penduduk saat ini dikhawatirkan justru mengancam kemampuan negara itu mempertahankan kemajuan industrinya.

Populasi di populasi daratan Cina menurut statistik terbaru memang masih tumbuh 5,38% menjadi 1,41 miliar penduduk. Tapi itu adalah angka pertumbuhan populasi terendah sejak pengambilan sensus modern yang dimulai tahun 1953.

Data-data menunjukkan, tingkat kesuburan tahun 2020 hanya mencapai 1,3 anak per seorang perempuan, tingkat fertilitas yang sama seperti Jepang. Itu berarti perekonomian terbesar kedua di dunia itu gagal mencapai target yang ditetapkan pada 2016, yaitu tingkat kesuburan 1,8 dan jumlah penduduk 1,42 miliar. Tahun 2016, Cina memang mulai berganti haluan dan mengganti kebijakan satu anak dengan batasan dua anak.

"Dari tren perkembangan penduduk beberapa tahun terakhir, pertumbuhan penduduk akan terus melambat di masa mendatang,” kata Ning Jizhe, Kepala Badan Pusat Statistik, usai merilis hasil sensus 2020.

Penduduk mendekat ke kota

Satu titik terang dalam data tersebut adalah peningkatan proporsi orang muda: 17,95% populasi pada tahun 2020 berusia 14 tahun atau lebih muda, naik dari angka tahun 2016, yaitu 16,6%. Dari 2016 hingga 2019, angka kelahiran tahunan secara umum menurun. Tahun lalu, Cina hanya mencatat 12 juta kelahiran, kata Ning Jizhe, turun tajam dari 14,65 juta pada 2019.

"Tidak perlu melihat data untuk mengetahui bahwa Cina menghadapi penurunan besar dalam jumlah kelahiran," kata Huang Wenzheng, pakar demografi di Center for China and Globalization, lembaga pemikir yang berbasis di Beijing. "Bahkan jika populasi Cina tidak menurun pada tahun 2020, itu akan terjadi pada 2021 atau 2022," tambahnya.

Pasangan muda perkotaan, terutama yang lahir setelah tahun 1990, sekarang lebih menghargai kemandirian dan karir mereka daripada membesarkan anak-anak, meskipun ada tekanan orang tua dan keluarga untuk memiliki anak. Tapi meningkatnya biaya hidup di kota-kota besar dan naiknya anggaran untuk membesarkan anak menjadi alasan bagi banyak pasangan untuk menunda rencana memiliki anak.

Biaya hidup tinggi, kaum muda kejar karir

Menurut laporan tahun 2005, diperlukan biaya sekitar 490 ribu yuan (atau sekitar 1 miliar rupiah) untuk bagi sebuah keluarga biasa untuk membesarkan seorang anak. Pada tahun 2020, media lokal melaporkan bahwa biaya itu telah meningkat hingga hampir 2 juta yuan - empat kali lipat dari angka tahun 2005.

"Memiliki anak merupakan pukulan telak bagi perkembangan karir perempuan seusia saya," kata Annie Zhang, seorang profesional asuransi berusia 26 tahun di Shanghai yang menikah pada April tahun lalu. "Anda mengucapkan selamat tinggal pada kebebasan segera setelah melahirkan."

Lambatnya pertumbuhan penduduk dikhawatirkan bisa menambah tekanan pada populasi di usia kerja dan membebani produktivitas mereka. Berkurangnya jumlah angkatan kerja seperti yang umum terjadi di negara-negara industri akan menjadi ujian baru bagi para pengambil kebijakan. Data tahun 2020 menunjukkan, warga berusia 65 tahun dan lebih tua mencapai 13,5 persen dari populasi, jauh lebih tinggi dari angka pada sensus tahun 2010, yaitu 8,87 persen.

hp/vlz (rtr, afp, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait