Perubahan Kabinet Prancis, Macron Segera Mengumumkan PM Baru
6 Desember 2024
Penggulingan Perdana Menteri Michel Barnier membuat Prancis terancam berada dalam krisis politik. Presiden Emmanuel Macron akan menunjuk perdana menteri baru dalam waktu dekat.
Michel Barnier, seorang politisi konservatif berpengalaman, tercatat sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah modern Prancis. Ia mengundurkan diri pada hari yang sama, hanya tiga bulan setelah diangkat, setelah parlemen menolak rencana anggaran fiskalnya.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi, Macron mengatakan bahwa ia akan menunjuk pengganti Barnier "dalam beberapa hari mendatang.”
"Prioritasnya adalah anggaran,” ujar Macron.
Macron juga menjelaskan bahwa undang-undang khusus akan diajukan pertengahan Desember untuk memperpanjang anggaran 2024 guna menghindari kekosongan anggaran. Selanjutnya, pemerintahan baru akan menyusun anggaran penuh untuk awal tahun depan, yang akan mencakup penyesuaian terhadap inflasi, sebelum diajukan ke parlemen.
Meskipun posisinya melemah akibat krisis ini, Macron menolak desakan dari beberapa oposisi untuk mengundurkan diri. Ia menegaskan akan menjalankan masa jabatannya hingga berakhir pada Mei 2027.
"Mandat yang Anda berikan kepada saya adalah untuk lima tahun dan saya akan memenuhinya sampai akhir,” katanya.
Dalam pidatonya yang berdurasi 10 menit, ia menambahkan bahwa pemerintahan yang baru harus mewakili berbagai pihak yang bersedia bekerja sama atau setidaknya tidak akan mengajukan mosi tidak percaya. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut partai mana yang dimaksud.
Sementara itu, Macron meminta Barnier dan kabinetnya untuk tetap menjalankan pemerintahan sementara hingga terbentuknya kabinet baru.
Kejadian Turun dari Takhta dalam Sejarah Dunia
Sistem monarki di Eropa memiliki keunikannya tersendiri, tidak jarang pengunduran diri terjadi dalam sistem tersebut. Banyak faktor dari dalam dan luar sistem yang mendorong anggota kerajaan untuk turun dari takhtanya.
Foto: picture-alliance/ dpa
Pangeran Harry mundur dari anggota senior keluarga kerajaan Inggris
Pengumuman mundurnya Pangeran Harry tentunya mengejutkan Ratu Elizabeth II. Banyak faktor mendorong Pangeran Harry untuk akhirnya memutuskan untuk turun dari takhtanya sebagai anggota senior keluarga kerajaan, mulai dari hubungan dengan media hingga masalah perbedaan paham dengan kakaknya. Tapi Pangeran Harry mengatakan akan tetap mendukung Ratu Elizabeth dan melanjutkan beberapa tugas kerajaan.
Foto: picture-alliance/AP/K. Wigglesworth
Edward VIII dari Britania Raya
Walaupun Edward terkenal berperilaku sembrono dan gila wanita, Edward VIII rela turun takhta demi menikahi wanita yang ia cintai, Wallis Simpson. Rencana untuk menikahi Simpson ditolak oleh Kabinet Britania Raya dan gubernur-gubernur Domini. Edward yang tidak ingin membatalkan pernikahannya dengan Simpson memilih untuk turun takhta walaupun akan menimbulkan krisis konstitusional.
Foto: Imago/World History Archive
Ratu Kristina dari Swedia
Kristina mulai memerintah pada umur 18 tahun. Kristina menolak peran seksual yang dimiliki perempuan dan memilih untuk tidak menikah. Dorongan dari keluarga kerajaan membuatnya memutuskan untuk turun dari takhta. Kristina kemudian pindah ke Roma. Paus mendeskripsikan Kristina sebagai "seorang ratu tanpa negara, seorang umat Kristiani tanpa iman, dan seorang perempuan tanpa malu."
Foto: picture-alliance/dpa
Gustav IV Adolf dari Swedia
Kepemimpinan Gustav IV Adolf dinlai tidak kompeten dan tidak menentu dalam hal diplomasi maupun perang. Ini memancing terjadinya kudeta melalui konspirasi para perwira militer. Adolf memberikan mahkotanya kepada sang anak. Ia secara sukarela turun tahta, tetapi pemerintahan yang didominasi oleh militer menyatakan bahwa bukan hanya Gustav yang kehilangan takhta, melainkan seluruh keluarga. (pn/rap)
Foto: picture-alliance/ dpa
4 foto1 | 4
Tantangan bagi perdana menteri baru
Para anggota parlemen dari partai-partai sayap kiri dan sayap kanan menentang pengesahan anggaran. Mosi tidak percaya terhadap Barnier didukung oleh partai sayap kiri dan sayap kanan yang sebelumnya menolak pengesahan anggaran.
Iklan
Dalam pemungutan suara, 331 dari 577 anggota parlemen mendukung mosi tersebut. Situasi ini dikhawatirkan akan memperburuk kekacauan politik di Prancis.
Macron menunjuk Barnier sebagai perdana menteri pada tanggal 5 September, setelah pemilu dini yang menghasilkan parlemen yang terpecah dengan tidak ada satu partai pun yang memiliki suara mayoritas.
Parlemen yang terpecah ini menyulitkan pemerintah untuk meloloskan undang-undang, termasuk anggaran 2025.
Pandangan Warga Eropa Tentang Politik dan Kemasyarakatan?
Menjelang Pemilu Eropa 2019, para politisi sering menyebut-nyebut "nilai-nilai Eropa". Tapi ada pandangan warga Eropa sendiri? Inilah hasil studi tentang "Nilai-Nilai Eropa", dalam visualisasi 100 warga.
Pria tidak dinilai sebagai pemimpin politik yang lebih baik daripada perempuan
Sebuah studi "Nilai-nilai Eropa" menemukan hanya 30 dari 100 responden berpikir bahwa pria pada umumnya lebih cocok menjadi pemimpin politik yang lebih baik daripada perempuan.
Menolak kekerasan politik
Para responden sangat menentang kekerasan politik dan sogok. Pada skala 1 sampai 10, responden juga menolak penggelapan pajak. Studi "Nilai-Nilai Eropa" pertama kali dirilis tahun 2017, dengan responden dari 14 negara: Austria, Belanda, Belarus, Bulgaria, Jerman, Islandia, Kroasia, Polandia, Republik Ceko, Rusia, Slovakia, Slovenia, Spanyol dan Swiss.
Mayoritas tipis setuju pengawasan dengan CCTV / Video
Lebih setengah responden setuju dengan pemasangan kamera untuk mengawasi ruang publik. Tapi yang tidak setuju juga cukup banyak. Gambaran ini hampir sama di seluruh negara anggota Uni Eropa. Hanya ada perbedaan kecil. Di Polandia, Slovenia, dan Kroasia, lebih banyak orang yang menentang pengawasan video.
Terpecah soal agama
Hanya 38 dari 100 responden mengatakan mereka percaya ada surga. 50 persen responden menyatakan tidak percaya ada surga, tapi hanya 29 dari 100 warga Eropa yang percaya bahwa neraka ada.
Pasangan sesama jenis boleh punya anak?
88 persen responden di Islandia menilai "ya, boleh". Di Rusia hanya 10 persen yang setuju. Namun kebanyakan peneliti mengatakan, situasi dan perkembangan anak-anak dari pasangan sesama jenis tidak lebih buruk daripada anak-anak dari orangtua heteroseksual.
25 persen keberatan punya tetangga muslim
4 persen warga Eropa menyatakan "keberatan" punya tetangga beragama Kristen, sedangkan 25 persen keberatan punya tetangga beragama Islam. Tapi 70 persen warga lebih tidak senang punya tetangga pecandu alkohol.
Penelitian "Nilai-Nilai Eropa"
Survei "Nilai-Nilai Eropa" dilakukan 10 tahun sekali. Para peneliti menanyakan beberapa ratus pertanyaan untuk mencari tahu pandangan responden tentang berbagai hal dalam kehidupan politik dan bermasyarakat. Survei yang sudah rampung di 16 negara itu melibatkan hampir 20.000 responden. Di 10 negara lain, survei masih berjalan. (hp/ts)
7 foto1 | 7
Meskipun Macron diperkirakan akan menunjuk perdana menteri baru, mereka akan menghadapi tantangan yang sama dengan apa yang terjadi dengan kejatuhan Barnier.
Ketidakstabilan politik ini juga memicu kekhawatiran terhadap ekonomi Prancis, termasuk kemungkinan kenaikan suku bunga obligasi negara yang dapat memperburuk beban utang pemerintah.