1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perubahan Kebijakan Bioenergi Uni Eropa

7 Juli 2008

Kritik terhadap bantuan bahan bioenergi semakin meningkat. Menurut hasil riset Bank Dunia dan badan PBB untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan OECD, bahan bioenergi bertanggung jawab atas meroketnya harga bahan pangan.

Foto: idw/iStockfoto

Sehubungan dengan melonjaknya harga bahan pangan, Uni Eropa tampaknya mengubah haluan kebijakannya menyangkut bantuan bahan bioenergi. Para menteri energi negara-negara Uni Eropa agaknya tidak akan menaikkan bagian bioenergi dalam penggunaan bahan bakar yang direncanakan ditingkatkan sebesar 10 persen hingga tahun 2020. Sebelumnya, peningkatan itu diusulkan oleh Komisi UE. Kini mobil-mobil diharapkan dapat digerakkan dengan tenaga listrik dan hidrogen. Salah satu alasan perubahan kebijakan itu adalah hasil dari berbagai studi Bank Dunia dan OECD. Menurutnya, bioenergi memicu melonjaknya harga pangan, jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan semula. Menurut Bank Dunia, kenaikan 75 persen harga gandum dan jagung merupakan dampak dari maraknya industri bioenergi. Demikian dilaporkan harian Inggris "The Guardian".

Angka ini bertolak belakang dengan perhitungan pemerintah Amerika Serikat yang menyebut bahwa pengaruh bioenergi maksimal hanya tiga persen saja. Tapi, para peneliti Amerika yang melakukan riset bagi organisasi lingkungan terbesar di dunia, The Nature Conservancy menyodorkan hasil riset yang lain. Kesimpulannya: dalam penggarapan lahan untuk perkebunan tanaman bioenergi tidak hanya keanekaragaman yang rusak tapi juga sejumlah besar karbondioksida dari bumi dilepaskan ke atmosfer. Terutama dalam kasus pembakaran lahan. Berapa tinggi pelepasan itu tergantung pada sistem ekologi masing-masing wilayah.

Berbagai organisasi lingkungan di dunia memang sebelumnya sudah menyatakan keraguannya terhadap produksi bioenergi. Peningkatan permintaan bioenergi pada tahun-tahun terakhir membuat msikin sekitar 30 juta penduduk. Demikian diperkirakan organisasi lingkungan Inggris, Oxfam dalam laporan barunya. Kehidupan 100 juta warga lainnya dinyatakan terancam akibat permintaan terhadap bahan pengganti bensin dari produk tanaman itu.

Dalam laporan berjudul "Satu lagi kebenaran yang tidak mengenakkan", yang dikeluarkan Oxfam di Oxford pekan lalu, organisasi itu mengacu pada krisis bahan pangan untuk mendasari perkiraannya. Banyak warga sebelumnya sudah mengeluarkan 50 hingga 80 persen penghasilannya untuk bahan pangan. Pada tiga tahun terakhir ini mereka tidak dapat lagi menghadapi kenaikan harga yang melonjak hampir dua kali lipat. Demikian tercantum dalam laporan Oxfam. Sedangkan Bank Dunia memperhitungkan, sekitar 100 juta warga jatuh miskin akibat bioenergi.

Kritik Bank Dunia terhadap produksi bioenergi cukup jelas, yaitu: tanaman bioenergi merupakan saingan produksi bahan pangan. Tambahan, tanaman bioenergi acapkali merupakan monokultur dan sebagian harus mengorbankan hutan alam. The European Environment Agency (EEA) atau Badan Lingkungan Eropa yang menjadi konsultan Komisi UE untuk masalah lingkungan, April lalu menuntut Brussel menghentikan target bioenergi. Jerman juga menyatakan tidak akan memenuhi kuota UE bagi bioenergi. Selanjutnya dikatakan bahwa pemerintah Jerman kini mempertimbangkan sebuah strategi baru. (cs)