1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Keanggotaan Turki dalam UE

9 November 2006

Silang sengketa mengenai perundingan keanggotaan Turki dalam Uni Eropa menjadi sorotan tajam sejumlah media cetak internasional.

Foto: picture-alliance/dpa

Harian konservatif Perancis Le Figaro yang terbit di Paris berkomentar, manuver dari Brussel akan berdampak panjang.

"Taktik dari komisaris perluasan Uni Eropa, Olli Rehn, yang mengritik Turki, tapi bersamaan dengan itu tidak menghentikan perundingan keanggotaan, memang membuahkan hasil jangka pendek. Misalnya saja, PM Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan, akan meninjau kembali pasal undang-undang mengenai sanksi hukuman bagi penghinaan simbol-simbol Turki. Akan tetapi juga terlalu berlebihan, jika Rehn mengharapkan, dengan taktik serupa itu dapat menuntaskan masalah Siprus. Sebab masalah ini jauh lebih rumit."

Sementara harian Austria Salzburger Nachrichten dalam tajuknya menulis:

"Seharusnya Turki lebih dirangkul oleh Eropa. Setelah merasa dikecewakan oleh Uni Eropa, kini Turki melirik mitra aliansi yang lain, yakni Rusia. Selain itu, Ankara juga menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara tetangga Islam. Sekarang risikonya terus meningkat, bahwa Barat akan semakin dibenci di Turki. Dan dengan begitu, kehilangan jembatan strategis penting ke dunia Islam."

Sedangkan harian Jerman Westdeutsche Allgemeine Zeitung yang terbit di Essen berkomentar: Perundingan dengan Turki harus dilanjutkan.

"Menghentikan perundingan secara tegesa-gesa akan dinilai merupakan penghinaan oleh kelompok nasionalis, yang sekaligus juga akan melemahkan kekuatan reformasi. Secara mendasar berlaku pemeo, jalan yang harus dilalui itulah sasaran yang sebenarnya. Bukan persyaratan penerimaan keanggotaan sepuluh tahun lagi, melainkan bagaimana menanamkan pengaruh di Turki. Barang siapa tidak mau berunding, mereka tidak berhak berbicara."

Tema lainnya yang disoroti harian-harian internasional adalah kemenangan tokoh Sandinista yang juga mantan Presiden Nicaragua Daniel Ortega dalam pemilu baru-baru ini.

Harapan bagi perubahan politik di Nicaragua amat tipis. Demikian komentar harian liberal Denmark Politiken.

"Setelah terpilih, Ortega melakukan kompromi politik yang menguntungkan kelompok elite. Ortega menyebut kompromi itu sebagai langkah rekonsiliasi dengan masa lalu Nicaragua. Sementara para pengamat politik menuduh Ortega melakukan penyalahgunaan kekuasaan secara mencolok. Sekarang, terdapat dua pilihan bagi Ortega: Melakukan reformasi atau melakukan korupsi habis-habisan."

Sementara harian Inggris The Independent yang terbit di London berkomentar:

"Ortega harus membuktikan dahulu niatnya untuk melakukan reformasi. Ortega selalu melontarkan retorika Marxisme. Ia menjanjikan perdamaian dan rekonsiliasi. Juga Ortega yakin, ia dapat mengupayakan hubungan baik dengan pemerintah di Washington. Tapi satu-satunya bukti bahwa Ortega sudah berubah adalah dengan menunjukan, bahwa ia kali ini memerintah dengan memperhatikan kepentingan semua warga Nicaragua."