Perundingan perdamaian Suriah dimulai Jumat di Jenewa. Namun kelompok oposisi yang didukung Arab Saudi tidak bersedia ikut serta. PBB menyatakan perundingan akan tetap digelar.
Iklan
Semua pihak menyatakan ingin perundingan perdamaian Suriah diadakan. Namun dari awal sudah didufga, pembicaraan tidak akan berjalan lancar. Oposisi yang menyebut diri Higher Negotiations Committee (komisi tinggi negosiasi) yang berkedudukan di Arab Saudi menyatakan tidak akan pergi ke Jenewa untuk ikut perundingan perdamaian Jumat.
Mereka menyatakan akan terus mengadakan diskusi intern antar semua kelompok oposisi di Riyadh untuk mengambil keputusan akhir tentang keikutsertaan dalam pembicaraan perdamaian yang diorganisir PBB. Siapa sajapara pihak yang bertikai dan hendak diundang perundingan damai bisa dilihat lebih jelas dari peta Suriah dan kelompok-kelompok yang berebut kekuasaan.
Tokoh oposisi dukungan Arab Saudi sebelumnya sudah mengajukan dua tuntutan, yang merupakan syarat menentukan bagi kehadiran mereka dalam perundingan. Yaitu menghentikan pengepungan sejumlah kota, juga dihentikannya serangan pemboman dari udara.
Kepala komite Riyad Hijab menyatakan, anggota panel tidak melihat prospek bagus dari negosiasi ini. Ia menekankan dalam wawancara dengan televisi Al Arabiya, Kamis malam, "Kami tidak ikut dalam negosiasi karena kami tidak mau menerima agendanya. Kami juga sudah menyatakan sebelumnya, kami tidak menerima peran Bashar al Assad dalam masa depan Suriah."
PBB menyatakan akan tetap melaksanakan perundingan perdamaian. PBB sebelumnya sudah menyatakan tidak punya wewenang untuk mengambil langkah sesuai tuntutan oposisi Suriah.
Pengepungan 18 daerah
Pemerintah Suriah dilaporkan melaksanakan pengepungan 18 daerah di Suriah. Di wilayah itu diperkirakan hingga 500.000 orang sengsara karena tidak bisa memperoleh bahan pangan. Demikian keterangan Badan Pangan Dunia (WFP). Selain itu warga terputus dari penyaluran bantuan kemanusiaan yang sangat mereka butuhkan. Kantor berita Reuters melaporkan, PBB menuduh pemerintah di Damaskus tidak memenuhi permintaan untuk menolong warga yang sangat memerlukan bantuan.
Semua negara besar berharap negosiasi di Jenewa akan menjadi impuls penting bagi proses politik di Suriah yang akhirnya akan menyelesaikan konflik di negara itu. Diperkirakan, sejak protes anti pemerintah 2011 yang memicu perang saudara, lebih dari 250.000 orang tewas. Akibat situasi politik yang sulit di Suriah, Islamic State (ISIS) bisa mengambil kesempatan untuk melebarkan kekuasaan.
ml/as (twitter, rtr, dpa)
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.