1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perundingan Uni Eropa-Turki

1 Oktober 2005

Perundingan keanggotaan Turki dalam Uni Eropa dan drama pengungsi di kamp penampungan milik Spanyol, Ceuta di Maroko menjadi sorotan harian harian internasional.

Foto: Fotomontage/AP/DW

Perundingan keanggotaan Turki sudah macet sebelum dimulai. Secara mengejutkan, Austria memblokir rencana perundingan yang akan digelar Senin pekan depan. Setelah perundingan awal yang panjang dan alot, momentum bersejarah untuk Turki maupun Uni Eropa kelihatannya terancam gagal. Harian Inggris The Times yang terbit di London mengomentari:

"Amat tepat, jika Inggris terus mendorong perundingan keanggotaan Turki. Namun harus diakui, di antara anggota Uni Eropa sendiri, oposisi menentang keanggotaan Turki semakin berkembang. Sementara di pihak Turki, juga meningkat perlawanan nasional, menentang perubahan haluan untuk berpihak ke Eropa. Sekarang, PM Inggris Tony Blair harus memainkan kelihaiannya berdiplomasi, agar perundingan dapat terlaksana. Sebab jika momentum sejarah yang amat berharga itu gagal dimanfaatkan, akan sulit diperkirakan dampak apa yang akan muncul dalam hubungan diplomatik di masa depan dengan dunia Islam."

Harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich menilai, politik blokade dari pemerintah Austria, tidak akan berubah dalam waktu dekat ini.

"Menimbang situasinya, dimana dalam tiga bulan lagi Austria akan mengambil alih jabatan ketua Uni Eropa, tipis harapan bahwa pemerintah di Wina akan mengubah politiknya. Juga muncul praduga, Kanselir Austria Schüssel boleh jadi menyalahgunakan vetonya sebagai jaminan kepada Kroasia. Dengan itu, ia dapat memaksa ditetapkannya jadwal perundingan baru dengan Kroasia sebagai imbalan dari dicabutnya veto terhadap Turki. Akan tetapi karena semua itu baru praduga, Inggris sebagai calon tuan rumah perundingan harus bertindak cepat untuk mencegah terjadinya politik dagang sapi di dalam Uni Eropa."

Sementara harian Perancis Liberation yang terbit di Paris menulis, keanggotaan Turki dalam Uni Eropa sama pentingnya bagi kedua belah pihak.

"Dalam tema keanggotaan Uni Eropa, Turki maupun Eropa sama-sama terpecah. Tapi juga tidak dapat dipungkiri, di satu sisi Turki pasti memiliki kepentingan ekonomi, agar diterima jadi anggota Uni Eropa. Di pihak lainnya, dipandang dari sudut strategis, bagi Uni Eropa adalah penting untuk meraih Turki menjadi anggota. Sebab, empat abad setelah Turki mengepung Wina, negara itu tidak lagi menjadi ancaman bagi Eropa."

Tema lainnya yang disorot adalah drama pengungsi di Ceuta, sebuah kawasan milik Spanyol di Marokko. Para imigran gelap yang ditampung di Ceuta melakukan lompatan mematikan ke surga, demikian diibaratkan harian-harian Jerman, mengomentari percobaan melarikan diri dari 600 imigran gelap di kamp penampungan milik Spanyol di Marokko, yang menyebabkan tewasnya 4 orang imigran. Harian Berliner Kurier menulis, terlihat gagalnya politik imigrasi dari Eropa. Lebih lanjut harian ini berkomentar :

"Mereka adalah rombongan orang-orang miskin dan putus asa, yang mencoba memasuki Eropa yang makmur secara ilegal. Mereka berbondong-bondong memasuki Ceuta atau Melila, dan di sana tidak ada yang menghendaki kedatangannya dan juga tidak ada yang mampu mengusirnya. Drama di Ceuta menunjukan gagalnya politik imigrasi Uni Eropa. Sekaligus kegagalan dalam perang melawan kemiskinan dan kesengsaraan."

Sementara harian Jerman lainnya Märkische Oderzeitung menekankan tanggung jawab bersama negara-negara Eropa dan Afrika.

"Kini diperlukan sebuah politik imigrasi Uni Eropa yang berlaku umum. Semua itu juga harus didukung bantuan ekonomi dan pembangunan bagi Afrika, untuk memberikan perspektiv bagi penduduk di sana. Akan tetapi jangan seperti politik penghapusan utang negara-negara termiskin oleh negara anggota G-8. Dimana sejumlah negara segera memanfaatkannya untuk membeli persenjataan."