Sepak terjang partai politik dan anggotanya semakin mendapat sorotan masyarakat. Sengketa parpol, maraknya kasus yang terkait dengan wakil rakyat mendapat kecaman bertubi-tubi di media sosial.
Iklan
Meski sudah dipecat oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah tak mau begitu saja lengser dari jabatannya sebagai wakil ketua DPR. Ia bahkan mengambil jalur hukum, menggugat pemecatan atas dirinya: “Ini langkah hukum, saya ingin ini berjalan. Semua status quo. Ketika proses hukum berjalan, sengketa partai berjalan dan tidak bisa dieksekusi."
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memecat Fahri dari seluruh jabatannya sebab dianggap sudah melanggar kode etik berat berdasarkan aturan partai. Di antaranya, karena ia dianggap pasang badan dalam skandal kasus ‘Papa Minta Saham‘ Freeport. Tak urung cuitan mengomentari persengketan ini menghujani media sosial, dengan merujuk fenomena melajunya politisi-politisi independen tanpa parpol di kancah politik.
Sebelumnya Partai Gerindra kebakaran jenggot, tatkala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring wakil ketua DPRD DKI I M. Sanusi dalam operasi tangkap tangan dugaan penyuapan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035. Tanpa segan-segan netizen ramai-ramai membully anggota Partai Gerindra itu.
Penangkapan yang dilakukan KPK itu menunjukkan bahwa penyelenggara negara masih belum jera terlibat dalam kasus korupsi. Upaya membersihkan korupsi sampai ke akar-akarnya justru masih terhambat oleh praktik korupsi para pembuat kebijakan.
Belum habis serbuan satire terhadap Sanusi, media sosial diramaikan pula permintaan fasilitas yang diajukan anggota Gerindra lainnya, Rachel Maryam kepada kedutaan besar Indonesia di Perancis. Rachel meminta agar KBRI di Perancis menyediakan transportasi selama dia dan keluarganya berada di Eropa, 20-24 Maret 2016.
Tanda peringatan bagi parpol?
Mulai bermunculannya para politisi yang manggung sebagai calon perseorangan apakah akan mendorong parpol makin berbenah diri?
Dilansir harian Kompas, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, perundungan (bullying) dalam politik tidak selamanya berkonotasi negatif. Bahkan, dapat menjadi peringatan bagi politisi atau partai politik agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan pada masa lalu.
Di era digital yang semakin berkembang, gerak-gerik politisi dan kroninya akan selalu menjadi sasaran empuk masyarakat yang telah bosan dengan praktik-praktik kotor yang berkaitan dengan wakil rakyat yang mereka pilih.
Semakin terbukanya akses internet juga mendorong masyarakat semakin kritis dan peduli dengan apa yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sekaligus meningkatkan kesadaran dan monitoring, apakah pajak yang mereka bayarkan selama ini benar-benar digunakan dengan semestinya atau tidak?
Negara-negara Paling Bersih Korupsi 2015
Negara-negara Skandinavia kembali merajai daftar teratas bersih korupsi, dalam indeks persepsi korupsi, barometer global Transparansi Internasional 2015 yang disusun berdasarkan opini para ahli.
1. Denmark
Dengan sistem penilaian 100 menunjukkan sangat bersih, dan 0 sangat korup, Denmark menduduki peringkat pertama negara paling bersih di dunia dengan skor 91.
Foto: Sandra E. Hausman
2. Finlandia
Skor yang diperolehnya kali ini 90, naik satu peringkat dari tahun lalu. Sejak tahun 1999 sampai dengan 2012 Finlandia selalu menempati peringkat tiga besar. Pada tahun 2012 Finlandia berada di peringkat 1 dari 176 negara. Pada tahun 2000, Finlandia mendapatkan nilai nilai maksimal. Selain Finlandia sampai saat ini hanya Denmark yang bisa capai prestasi ini.
Foto: nyiragongo/Fotolia
3. Swedia
Pada abad ke-19 Swedia pernah menyandang predikat sebagai salah satu negara termiskin di Eropa. Namun tahun 2015, ia masuk tiga besar dengan angka 89. Kebijakan, kerangka hukum dan kelembagaan transparan di di Swedia dianggap sangat efektif dalam memerangi korupsi di lembaga pemerintahan negara ini.
Foto: Fotolia/igor
4. Selandia Baru
Skor Selandia baru turun dari 91 ke 88. Meski demikian jumlah tindak korupsi di negara ini tergolong sedikit. Budaya jujur masyarakat dan transparansi para pejabatnya dianggap berkontribusi pada tingginya skor bersih korupsi di negara ini.
Foto: Fotolia/Christopher Meder
5. Belanda dan Norwegia
Ada dua negara di peringkat ini. Negeri kincir angin masuk lima besar dengan meraih skor 87 bersama Norwegia, yang konsisten menduduki lima besar posisi teratas negara-negara yang bersih dari praktik korupsi.
Foto: Fotolia/samott
7. Swiss
Mendapat skor 86, Swiss dengan konsisten menerapkan metode pemberantasan korupsi dengan aturan sangat ketat bagi perusahaan dalam melakukan bisnis. Praktik suap dan transaksi ilegal dalam bentuk apapun tidak mendapat tempat di negara ini.
Foto: Fotolia
8. Singapura
Skor indeksnya tahun 2015 adalah 85. Lagi-lagi Singapura menjadi negara Asia yang masuk dalam 10 besar. Di negara ini, ketegasan pemerintah dalam membasmi korupsi bergandeng mesra dengan kesadaran masyarakatnya yang mendukung kerja-kerja Badan Investigasi dan Penyidikan Korupsi (CPIB) di negara mini tetangga Indonesia itu.
Foto: Reuters
9. Kanada
Baru-baru ini Kanda pun terpilih sebagai negara terbaik kedua di dunia dalam pengumuman riset US News di Davos. Kini dalam skor Transparansi Internasional, negara industri berteknologi tinggi dengan standar hidup yang tinggi ini, meraih angka 83.
Foto: Konstantin Yuganov/Fotolia
10. Jerman, Luksemburg dan Inggris
Ketiga negara Eropa ini meraih skor sama yakni 81 dalam indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index) Transparansi Internasional untuk tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Burgi
88. Indonesia
Kali ini, Indonesia meraih skor 36, yang artinya meningkat sedikit dari skor 34 tahun sebelumnya. Dengan kenaikan skor tersebut, peringkat korupsi Indonesia turun dari posisi 107 ke peringkat 88, dari 168 negara. Yang berada di posisi sejajar Indonesia tercatat: Suriname, Mesir, Aljazair, dan Albania.