1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiMyanmar

Perusahaan Asing Berpotensi Rugi Akibat Kudeta di Myanmar

16 Februari 2022

Usai perusahaan bir Jepang, Kirin, hengkang dari Myanmar, perusahaan asing lain dihadapkan pada pilihan sulit. Sebagian bersedia menanggung rugi demi menghindari sanksi, yang lain memilih menunggu perkembangan situasi.

Simbol protes melawan kudeta di Myanmar
Simbol protes melawan kudeta di MyanmarFoto: AP Photo/picture alliance

Mundurnya Kirin dari Myanmar ditanggapi dingin oleh junta militer. Menurut sebuah keterangan pers yang dirilis Selasa (15/02), pemerintahan Myanmar menyebut Kirin "mudah untuk digantikan. Masyarakat tinggal memilih merek bir lain.”

Produsen bir Jepang itu menjadi perusahaan asing terakhir yang hengkang pascakudeta 1 Februari 2021. Sebelumnya, perusahaan minyak Total Energies dan Chevron sudah lebih dulu mengakhiri kemitraan bisnis dengan perusahaan negara di Myanmar.

Bulan lalu, pemerintah AS memperingatkan korporasi global untuk tidak menjalin bisnis dengan Myanmar. Kerja sama semacam itu mengandung "risiko yang bisa merusak reputasi dan konsekuensi hukum, serta finansial.”

Total dan Chevron sudah lebih dulu memutus kerja sama mengelola ladang gas di Laut Andaman. Organisasi HAM, Human Rights Watch, mengatakan proyek penambangan sumber daya alam di Myanmar merupakan sumber pendapatan negara terbesar dengan nilai total lebih dari USD1 miliar per tahun.

Total membayarkan lebih dari USD400 juta kepada pemerintah Myanmar pada 2019 dan 2020 dalam bentuk pendapatan pajak dan "hak produksi.” 

Langkah perusahaan Prancis itu diikuti perusahaan energi Australia, Woodside, yang mengutip "memburuknya situasi HAM” sebagai dalih. Keputusan itu membuat perusahaan merugi setidaknya USD200 juta yang sudah dikucurkan untuk kegiatan eksplorasi di Myanmar.

Ramai-ramai angkat kaki

Awal Februari lalu, raksasa perkapalan Taiwan, Evergreen Marine, mengatakan kepada AFP pihaknya tidak lagi menggunakan pelabuhan militer di Yangon. Sebagai gantinya, kapal-kapal kontainer akan melabuh di kota lain.

British American Tobacco juga sudah angkat kaki Oktober 2021. Padahal, produsen rokok multinasional itu mempekerjakan sekitar 100.000 buruh di Myanmar sebelum kudeta.

Langkah Kirin diumumkan setelah perundingan selama berbulan-bulan, di mana perusahaan mengecam pelanggaran HAM pascakudeta dan mengisyaratkan bakal hengkang. Di Myanmar, Kirin diwakili oleh perusahaan patungan, Myanmar Brewery Limited, yang menguasai 80 persen pasar di dalam negeri.

Namun, begitu reputasi perusahaan anjlok karena dianggap sebagai sumber pundi uang junta militer. Produknya kini diboikot secara luas di Myanmar.  

Saat ini masih ada sejumlah perusahaan asing yang bertahan di Myanmar. Suzuki misalnya yang sempat membekukan produksinya, sudah kembali beroperasi. Selan itu konglomerat hotel Prancis, Accor, yang memiliki sembilan hotel di Myanmar mengaku "telah membuat keputusan bertahan di Myanmar untuk sementara waktu dan terus mendukung” 1.000 pegawainya di Myanmar, kata perusahaan dalam keterangan persnya, Jumat (11/02) lalu.

rzn/ha (AFP, dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya