1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perusahaan Cina Sponsori Klub Bundesliga

16 Agustus 2011

Setelah Yingli Solar menjadi partner resmi Bayern München, musim ini Suntech menjadi perusahaan Cina pertama yang mensponsori seragam klub Bundesliga. TSG 1899 Hoffenheim menjadi pilihan perusahaan asal Wuxi tersebut.

Chinedu Obasi dan Fabian Johnson dari klub 1899 Hoffenheim mengenakan seragam musim 2011/2012 dilengkapi logo Suntech
Chinedu Obasi dan Fabian Johnson dari klub 1899 Hoffenheim mengenakan seragam musim 2011/2012 dilengkapi logo SuntechFoto: dapd

Perusahaan Cina yang pertama kali merambah ke Bundesliga tahun lalu adalah Yingli Solar. CEO Yingli adalah seorang fans fanatik klub Bayern München. Meski begitu, perusahaannya sekedar menjadi partner resmi dan bukan menjadi sponsor resmi dengan nama perusahaan terpampang di seragam klub favorit sang CEO.

Musim ini, perusahaan Cina lainnya bisa dibilang lebih bernyali. Salah satu perusahaan terdepan di industri tenaga surya dunia, Suntech, menjadi sponsor resmi klub Hoffenheim yang pekan lalu sukses menumbangkan juara bertahan Borussia Dortmund.

Suntech berawal dari kota tua di Cina

Sejarah perusahaan Suntech terdengar menakjubkan. Bermula dari mimpi seorang anak petani miskin di Cina bernama Shi Zhengrong. Shi melaju sebagai ahli ilmu fisika di Australia, kemudian mengambil gelar doktor di bidang teknik listrik. Shi terlibat dalam riset dengan teknisi-teknisi tenaga surya terkemuka di dunia saat di Australia.

Shi Zhengrong akhirnya pulang kampung ke Wuxi di usia 37 tahun, untuk mengambil tantangan bernilai 6 juta Dolar, yakni membangun pembangkit listrik tenaga surya. Kini perusahaannya, Suntech, menjadi yang terdepan di dunia.

"Cina berhasil mengalahkan semua pesaing. Kini mereka menuding adanya politik dumping. Saya mengimbau kolega-kolega bisnis di Cina, jangan terlalu banyak menekan harga. 'Made in China' harus dibuat internasional. Kalau kami membangun pabrik di Amerika dan Eropa, kami menciptakan lapangan kerja disana. Kritik pun akan berkurang," tegas Shi.

Ekspansi ke AS dan Eropa

Suntech saat ini memiliki 5 pabrik di Cina, satu di Amerika Serikat dan berkantor di 13 negara. Suntech mendapat insentif besar dari lembaga investasi Goldman Sachs, dan sejak musim dingin 2005 terdaftar di Bursa Saham New York. Meski markas perusahaan masih terletak di Wuxi, dekat Shanghai. Bangunan markas Suntech pun mengagumkan. Gedung dengan desain postmodern, terbuat dari kaca, yang tentunya diperkuat energi surya.

Panel surya yang diproduksi di pabrik Suntech Power di WuxiFoto: AP

Renate Künast, pemimpin minoritas partai Hijau di Jerman, sempat mengunjungi markas Suntech. "Produksi Suntech sungguh mengesankan. Tapi intinya, semua itu mungkin karena ada kolaborasi dengan riset, dengan para peneliti. Pengetahuan Australia bisa dibilang juga membantu. Perbedaannya, sedikit lebih banyak menggunakan robot, implementasi teknologi, dan tenaga kerja murah," ujar Künast.

Cina sukses menekan biaya produksi

Hasilnya, panel-panel surya produksi Cina harganya tiga kali lebih murah dari buatan Jerman. Dengan kualitas yang kurang lebih sama. Bulan Juni lalu, Siemens menandatangani kontrak dengan Suntech. Kontrak ini berarti Jerman menjadi pemasok serta konsumen Suntech dalam skala besar, bisa mencapai ratusan megawatt. Intinya, Jerman menjadi mitra penting. Juru bicara Suntech, Wu Hongyan, membenarkan, "Pasar Eropa menyumbang 75 persen dari total ekspor kami. Jerman menjadi pemasok nomor satu. Kami mengimpor mesin dan bahan mentah dari Jerman. Polysilicon dan produk kimia khusus yang kami butuhkan cuma ada di Jerman. Pasar energi surya di Jerman sudah sangat maju."

Mengingat Suntech bermarkas di Wuxi, mereka berusaha menyentuh konsumen Jerman dengan menjadi satu dari sedikit perusahaan Cina yang memiliki situs berbahasa Jerman. Audiens yang menjadi target adalah warga Jerman, tepatnya para kontraktor rumah. Pantas saja kalau Suntech memperluas promosi di Jerman dengan menjadi sponsor klub Bundesliga, Hoffenheim. Logo Suntech yang berwarna merah putih kini terpampang di seragam skuad sepakbola tersebut.

Pendiri perusahaan, Shi Zhengrong, menanamkan 50 juta Dolar setiap tahun untuk riset dan pengembangan. Para peneliti yakin kalau hasil riset dapat memotong biaya tenaga surya sampai setengahnya dalam waktu 2 tahun. Zhang Jianming dari Suntech menjelaskan, "Biaya energi surya tidak dapat bersaing dengan batu bara. Ini yang menjadi hambatan. Pasar rumahan kami tumbuh dengan sangat lambat dibandingkan Eropa. Tapi hanya masalah waktu sebelum Cina berubah dari produsen menjadi konsumen."

Saat ini sudah banyak panel surya yang dibangun di Cina, namun masih sedikit yang terhubung dengan jaringan suplai induk.

Astrid Freyeisen/Carissa Paramita

Editor: Luky Setyarini