Grab Luncurkan Investasi US$ 700 Juta di Indonesia
2 Februari 2017
Grab mengumumkan rencana investasi senilai 700 juta dolar AS di Indonesia selama empat tahun ke depan. Persaingan di pasar layanan aplikasi transportasi di Indonesia makin ketat.
Iklan
Perusahaan aplikasi layanan transportasi Grab yang menyasar pasaran Asia Tenggara hari Kamis (02/2) mengumumkan rencana investasi senilai 700 juta dolar AS dan pembukaan pusat penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Rencana itu adalah bagian dari agenda "Grab 4 Indonesia 2020 master plan" yang merupakan kerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Melalui program itu, Grab akan mendukung ambisi Indonesia menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara tahun 2020.
Langkah itu diambil sejalan dengan meningkatnya penggunaan smartphone dan permintaan layanan transportasi di kota-kota besar di Indonesia.
Grab yang bermarkas di Singapura bersaing ketat dengan aplikasi layanan transportasi lain seperti Uber dan perusahaan lokal GoJek.
Direktur utama dan salah satu pendiri Grab, Anthony Tan mengatakan: "Kami sangat antusias untuk melalukan investasi yang signifikan bagi masa depan Indonesia dan mempercepat transisi negara ini menuju ekonomi digital terintegrasi."
Beberapa hari lalu, Grab menunjuk mantan Kapolri Badrodin Haiti sebagai Komisaris Utama Grab Indonesia.
"Pak Badrodin memiliki karier cemerlang di Kepolisian Republik Indonesia, tempat beliau telah mengabdi selama 35 tahun, dan terakhir saat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia telah berkontribusi secara signifikan dalam isu anti-terorisme, keamanan, intelijen, dan manajemen lalu lintas," kata Ridzki Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia.
Grab antara lain berharap, mantan Kapolri Badrodin Haiti bisa membantu perusahaan menghadapi berbagai hambatan regulasi.
Go-Jek, Ok atau Tidak?
Selama pemerintah belum menyediakan transportasi umum yang layak, kehadiran layanan transportasi alternatif seperti Go-Jek dll. mendapat dukungan dari kebanyakan masyarakat di kota-kota besar.
Foto: Getty Images/AFP/Bay Ismoyo
Macet dimana-mana
Kemacetan di ibukota dan kota-kota besar lainnya merupakan fenomena sosial yang membuat stres dan merugikan secara moril dan materil. Sementara sarana transportasi publik yang baik masih belum memadai.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Muncul moda-moda alternatif
Tak tersedianya transportasi umum yang memadai mendorong masyarakat membuat berbagai alternatif menyiasati kemacetan gila-gilaan. Di antaranya dengan taksi, bajaj, ojek, sampai layanan ojek berbasis aplikasi internet seperti Go-Jek.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
Bajaj
Dulu, bajaj jadi andalan buat kelas menengah ke bawah. Namunkendaraan roda tiga warna oranye yang berbahan bakar bensin/solar dirasa sudah tidak layak lagi dioperasikan di kota besar karena berpolusi.
Foto: R. Gacad/AFP/Getty Images
Taksi
Sementara ongkos taksi dirasa terlalu berat bagi masyarakat menengah ke bawah. Meski demikian berbagai perusahaan taksi tetap menjamur di kota-kota besar.
Foto: Getty Images/AFP/Bay Ismoyo
Kemunculan Go-Jek
Kemunculan Go-Jek cukup mendapat dukungan dari masyarakat. layanan ojek berbasis internet ini dianggap memuahkan mobilitas. Go-Jek bukan cuma mengantar penumpang, tapi juga diandalkan untuk pengiriman barang.
Foto: Getty Images/AFP/Bay Ismoyo
Dukungan terhadap Go-Jek
Tak ayal, ketika Gojek sempat dilarang sesaat, masyarakat serta merta protes. Selama pemerintah belum memfasilitasi sarana transportasi umum secara baik, mereka merasa kehadiran Go-Jek cukup membantu.
Foto: Getty Images/AFP/Bay Ismoyo
Bagaimana dengan Uber
Sementara itu, taksi Uber, ynag banyak beroperasi di kota-kota besar di dunia, juga masih jadi kontroversi. Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta menampik telah memberikan izin kepada Uber untuk beroperasi di ibukota. Selama belum mengantongi izin, Dishubtrans DKI merazia Uber yang nekat beroperasi.