Pesawat NASA Berhasil 'Sentuh' Matahari untuk Pertama Kali
15 Desember 2021
Para ilmuwan berharap dapat memahami tentang angin matahari dan medan magnet matahari yang menyatukan galaksi. Wahana Parker Solar Probe meluncur dari Bumi pada tahun 2018 sebelum "menyentuh" matahari awal tahun ini.
Iklan
Sebuah pesawat ruang angkasa NASA telah berhasil mendekat ke matahari dengan jarak paling dekat daripada yang pernah dilakukan objek buatan manusia lainnya. NASA mengumumkan pada hari Selasa (14/12) bahwa pesawat tersebut telah 'menyentuh' atmosfer matahari yang dikenal sebagai korona.
Kontak pertama yang berhasil dilakukan pesawat dengan lapisan luar matahari itu diumumkan dalam pertemuan American Geophysical Union. Pesawat berhasil menyentuh matahari setelah menempuh perjalanan sejauh 150 juta kilometer dari Bumi.
Pencapaian signifikan
Wahana penjelajah NASA Parker Solar Probe melintasi korona selama lima jam pada bulan April lalu. Sebelumnya, Parker Solar Probe telah melakukan kontak jarak dekat sebanyak delapan kali dengan inti tata surya tersebut. Kemudian para ilmuwan membutuhkan beberapa bulan untuk menerima data dan menganalisisnya untuk mengkonfirmasi pencapaian pesawat yang meluncur pada tahun 2018 silam itu.
"Fakta bahwa wahana itu telah menyentuh matahari adalah momen puncak bagi ilmu tata surya dan prestasi luar biasa," kata Thomas Zurbuchen, administrator asosiasi dewan misi sains NASA, dalam sebuah pernyataan dikutip dari kantor berita dpa.
Parker Solar Probe berhasil menempuh perjalanan sejauh 13 juta kilometer dari pusat matahari. Parker disebut telah melintasi atmosfer matahari setidaknya tiga kali di mana suhu bisa mencapai 2 juta kelvin (sekitar 1.999.726,85 derajat Celsius), dengan kecepatan 100 kilometer per detik.
Iklan
Apa yang bisa dipelajari dari matahari?
Nour Raouafi, imluwan proyek dari Universitas John Hopkins mengatakan pencapaian ini "sangat menarik" dan menjelaskan bahwa korona tampak lebih berdebu dari yang diperkirakan. Perjalanan matahari masa depan disebut akan membantu ilmuwan untuk memahami lebih baik asal mula angin matahari, dan bagaimana angin itu dipanaskan dan dipancarkan ke ruang angkasa.
Karena matahari tidak memiliki permukaan padat, korona merupakan tempat menjelajahi wilayah yang sangat kuat secara magnetis, dan dari dekat dapat membantu para ilmuwan lebih memahami ledakan matahari yang dapat mengganggu kehidupan di Bumi.
Matahari Bola Api Raksasa yang Menakjubkan
Wahana penelitian matahari “Solar Orbiter“ diluncurkan Februari 2020. Dari tengah perjalanan, wahana kirimkan citra spektakuler bintang pusat Tata Surya, yang memungkinkan kehidupan di Bumi.
Citra luar biasa Matahari ini dikirimkan “Solar Orbiter“ dari jarak 77 juta kilometer ke Bumi. Belum pernah sebelumnya, gambaran letupan kecil di Matahari nampak sangat jelas dengan resolusi tinggi. Wahana luar angkasa itu antara lain akan meneliti erupsi di Matahari.
Matahari terus bergolak dan terjadi erupsi terus menerus, kadang letusan kecil dan sesekali letusan dahsyat. Dalam erupsi dahsyat tercipta badai Matahari yang memuntahkan milyaran ton material bermuatan elektromagnetik ke antariksa.
Matahari tercipta dari awan gas bersamaan dengan planet-planet di Tata Surya sekitar 4,6 milyar tahun silam. Para pakar astronomi dan astrofisika memperkirakan, Matahari akan terus memancarkan material energinya hingga lima milyar tahun ke depan. Sebelum kematiannya, Matahari mula-mula melembung menjadi raksasa merah dan kemudian mengkerut jadi bintang kerdil putih.
Foto: Reuters/Y. Behrakis
Reaktor Fusi Nuklir Raksasa
Pada prinsipnya Matahari adalah reaktor fusi nuklir raksasa. Di dalam intinya, tekanan dan suhu luar biasa tinggi, membuat atom Hidrogen melebur menjadi atom Helium dengan melepas energi yang juga luar biasa besarnya. Sebagai ilustrasi: seujung kuku material Matahari membangkitkan energi setara dengan energi dari pembakaran 1000 ton batubara.
Foto: rangizzz/Fotolia.com
Seratus Kali Lebih Besar dari Bumi
Dari Bumi, bintang pusat Tata Surya itu kelihatannya cuma sekecil bola sepak yang bercahaya. Padahal diameter Matahari mencapai 700.000 kilometer. Pada intinya temperatur Matahari mencapai 15 juta derajat Celsius, sementara di permukaannya jauh “lebih dingin“ sekitar 5500°C.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Rumpenhorst
Hanya Satu dari Trilyunan Bintang
Matahari hanyalah satu dari trilyunan bintang yang ada di alam semesta. Ukurannya juga tergolong sedang. Ada bintang yang diketahui besarnya ratusan kali lipat matahari, seperti bintang VY Canis Majoris di Bima Sakti yang 2.000 kali lipat Matahari. Tapi ada juga bintang yang ukurannya lebih kecil dari matahari. Semua bintang bercahaya karena memancarkan energi.
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Obyek Penelitian yang Terus Membara
Permukaan matahari terus bergolak, materi berwarna terang naik dari inti ke permukaan, sementara yang berwarna gelap turun lagi ke dalam inti. Matahari adalah bintang yang jaraknya paling dekat ke Bumi, yakni sekitar 40 triliun kilometer, sehingga para pakar astronomi ''bersenjatakan'' teleskop raksasa paling modern, bisa mengamati dengan jelas aktivitas di permukaan Matahari.
Foto: Getty Images/Q. Rooney
Noktah Matahari yang Menyihir
Kadang Matahari dihiasi noktah-noktah berwarna gelap yang bisa bertahan puluhan hari. Sejak zaman purba, manusia telah mengamati noktah ini. Ilmuwan Italia, Galileo Galilei pada 1610 membuat protokol terkait noktah matahari. Kini diketahui, bahwa kawasan gelap tersebut adalah permukaan matahari dengan medan magnet sangat kuat.
Foto: picture-alliance/ dpa
Badai Matahari Penuh Ancaman Bahaya
Jika aktivitas matahari sangat kuat, tercipta badai matahari, dimana material bermuatan dilontarkan sangat jauh ke ruang angkasa. Partikel bisa menghantam satelit dan mengakibatkan gangguan navigasi, suplai listrik atau sinyal komunikasi seluler di Bumi.
Foto: dapd
Membuat Langit Berpendar Cahaya
Badai matahari juga menciptakan fenomena pendar cahaya kutub yang indah, jika partikel bermuatan menabrak atmosfer Bumi. Fenomena tergantung siklus matahari yang periodenya 11 tahun sekali. Di saat aktivitas badai matahari paling kuat, pendar cahaya kutub juga makin sering muncul. Aurora Borealis di kutub utara atau Aurora Australis di kutub selatan. Penulis: Judith Hartl (as/pkp)
Foto: dapd
10 foto1 | 10
Data awal menunjukkan, Parker Solar Probe juga menyentuh korona selama percobaan pendekatan kesembilan pada bulan Agustus lalu, tetapi para ilmuwan mengatakan diperlukan lebih banyak analisis. Wahana juga telah membuat pendekatan penutupan ke-10 bulan lalu.
Parker Solar Probe akan melakukan pendekatan berikutnya pada bulan Januari tahun 2022. Ia akan terus mendekat ke matahari dan menyelam lebih dalam ke korona sampai orbit terakhirnya pada tahun 2025.
NASA tunda peluncuran James Webb
Sementara itu, Nasa mengumumkan pada hari Rabu (15/12) penundaan peluncuran teleskop ruang angkasa terbarunya, James Webb, setidaknya selama dua hari. Penundaan dikarenakan adanya masalah komunikasi antara observatorium dan roket pengangkut.
Peluncuran James Webb pun ditargetkan akan dilaksanakan pada tanggal 24 Desember mendatang. Teleskop senilai US$10 miliar (Rp140 triliun) ini akan ditempatkan di atas roket Ariane 5 Eropa dan diluncurkan dari Guyana Prancis, Amerika Selatan. Teleskop James Webb digadang-gadang mampu melihat lebih jauh ke angkasa dibanding pendahulunya teleskop Hubble.