Pesawat Trigana Air yang jatuh di kawasan Oksibil selain mengangkut 54 penumpang dan awak juga membawa uang tunai 6,5 mikyar Rupiah. Uangnya direncanakan untuk penanggulangan kemiskinan di daerah terpencil.
Iklan
Sementara itu evakuasi pesawat Trigana Air TGN267 yang diduga jatuh di sekitar kawasan Oksob, kabupaten Pegunungan Bintang Senin (17/8) dilaporkan terkendala cuaca ekstrim. Tim SAR yang bergerak menuju lokasi kecelakaan dengan berjalan kaki juga menghadapi kesulitan. "Jarak pandang hanya dua meter", kata kapolres Pegunungan Bintang AKBP Yunus Wally kepada kantor berita Antara.
Tim SAR darat rencananya akan membuat landasan pendaratan helikopter (helipad) di dekat lokasi, untuk memudahkan evakuasi dan penanganan. Akibat cuaca buruk, rencana ini terpaksa ditangguhkan.
Puing pesawat Trigana ATR 42-300 pertama kali dilihat ioleh pilot pesawat AMA sekitar pukul 08.00 WIT di sekitar air terjun di wilayah Oksob. Pesawat sedang dalam penerbangan dari Jayapura menuju Oksibil saat hilang dari pantauan radar hari Minggu (16/8)
Angkut uang tunai 6,5 milyar
Selain mengangkut 44 penumpang dewasa, lima anak dan 5 awak, pesawat Trigana Air yang naas itu juga membawa uang tunai 6,5 milyar Rupiah. Uangnya direncanakan untuk penanggulangan kemiskinan di daerah terpencil.
"Empat petugas PT Pos Indonesia membawa uang tunai tersebut dengan menumpang Trigana", ujar jurubicara PT Pos Indonesia kepada wartawan. Uaangnya menurut rencana akan didistribusikan ke desa-desa terpencil di kawasan tersebut. Akibat buruknya infraatruktur, dana bantuan semacam itu hanya bisa didistribusikan dengan diangkut lewat udara.
Sementara itu mengantisipasi situasi, para petugas Disaster Victim Identification (DVI) Polri mulai mengumpulkan data ante mortem dari keluarga 54 penumpang Trigana Air yang naas itu. Upaya pengumpulan data itu disebutkan oleh tim DVI sebagai jaga-jaga hal terburuk.
Cara Identifikasi Korban Kecelakaan Pesawat Terbang
Korban jatuhnya pesawat terbang seperti kasus Sriwijaya Air SJ182, seringnya sulit dikenali karena jasadnya rusak berat. Ilmu forensik memiliki metode standar untuk identifikasi korban yang sulit dikenali.
Foto: itestro/Fotolia.com
Sidik Jari atau Dactyloscopy
Korban tewas akibat jatuhnya pesawat atau tabrakan kereta api biasanya jumlahnya ratusan dan tidak utuh. Metode klasik identifikasi adalah dactyloscopy alias pelacakan sidik jadi. Nyaris tidak ada orang yang sidik jarinya identik. Dengan membandingkan sidik jari antemortem dan postmortem biasanya dapat dilacak jati diri korban.
Foto: picture alliance/ZB
Ciri Fisik atau Anthropometri
Jika jasad korban tidak rusak berat, berbagai ciri fisik juga dapat dijadikan acuan. Misalnya tanda tertentu pada tubuh, tahi lalat, bekas luka operasi, tatoo atau mungkin cacat tubuh. Beragam ciri bisa dicocokkan dan dilacak untuk menentukan jati diri korban.
Foto: AFP/GettyImages
Forensik Gigi atau Odontologi
Bentuk dan susunan gigi tiap orang juga unik. Di negara maju kebanyakan warganya rutin datang ke dokter gigi dan memiliki citra rekam gigi. Untuk korban kecelakaan yang jasadnya rusak berat, citra Röntgen gigi dengan segala ciri khasnya, termasuk gigi palsu atau yang dicabut bisa digunakan sebagai metode identifikasi jatidiri.
Foto: Fotolia/djma
Citra Röntgen
Salah satu metode identifikasi adalah dengan membandingkan citra rontgen saat masih hidup dan setelah meninggal. Misalnya melacak bekas kecelakaan, patah tulang atau deformasi lain. Namun sayangnya tidak banyak warga yang memiliki citra rontgen tubuh atau bagian tubuh. Tapi cara inipun sering digunakan untuk identifikasi korban kecelakaan pesawat atau bencana alam.
Sidik Jari Genetika
Metode paling anyar adalah melacak kode DNA yang merupakan sidik jari yang tidak bisa dipalsukan. Caranya dengan mengambil sampel DNA korban untuk dibandingkan dengan sampel sidik jari genetika orang terdekat, biasanya adik, kakak atau orang tua. Cara ini amat akurat tapi memerlukan penguasaan teknik dan waktu relatif lama.
Foto: Fotolia/Gernot Krautberger
Dari Kepolisian ke Kepentingan Sipil
Ilmu forensik mulai digunakan polisi pada abad ke-18 untuk lacak korban atau pelaku kejahatan. Pencarian jejak dan analisa material bukti di tempat kejadian perkara, biasanya mampu mengungkap jati diri korban kejahatan yang tidak dikenal, sekaligus menangkap tersangka pelaku. Kini metodanya makin diperluas hingga ke ranah masyarakat sipil terutama untuk identifikasi korban kecelakaan dan bencana.