Media Internasional menyoroti kelihaian pemain bola muda asal Indonesia, Terens Puhiri. Ia disebut masuk dalam jajaran pesepak bola tercepat dunia.
Iklan
Semua mata menyoroti Terens Owang Puhiri, pemain gelandang klub Borneo FC ketika ia melaju kencang melintasi hampir setengah lapangan hijau Stadion Aji Imbut. Dalam hitungan 10 detik, ia pun berhasil mencetak gol di gawang Mitra Kukar. Timnya pun unggul 4:0 dalam pertandingan itu.
Video yang memperlihatkan kecepatan Puhiri berlari menjadi viral. Bahkan tak sedikit netizen yang menyebutnya sebagai salah satu pemain bola tercepat dunia. Media internasional tak ketinggalan memuji kecepatan yang ditunjukkan atlet berusia 21 tahun tersebut di lapangan hijau.
Misalnya media Brasil, Globo Esporte, pada Selasa (24/10/2017) menuliskan: "Jika FIFA memiliki penghargaan dengan kategori pesepak bola dengan kemampuan lari tercepat, gelandang asal Indonesia, Terens Puhiri, akan menjadi kandidat kuat penerima trofi itu," tulis Globo Esporte.
Media itu juga menyandingkan Puhiri dengan pelari tercepat dunia Usain Bolt. Pelari cepat itu mendapat julukan sebagai manusia tercepat sejagat setelah mencatatkan waktu 9,58 detik pada nomor 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2009 di Berlin.
Meski memuji Puhiri, ada juga media yang mengkritik kondisi sepak bola di Indonesia. "Karena kurangnya teknologi di sepak bola Indonesia, kita mungkin tidak tahu persis berapa kecepatan Puhiri saat mencetak gol ketiga untuk Borneo pada malam itu," tulis Daily Mail.
Jika mengamati kecepatan Puhiri lewat video, maka lewat hasil kalkulasi yang ditulis Daily Mail, kecepatan Puhiri dapat mengalahkan pesepak bola tercepat di Premier League, Leroy Sane. Pemain Manchester City itu menembus rekor sepanjang sejarah sepak bola di Inggris dengan kecepatan berlari 35.48 kilometer per jam pada awal musim ini.
Bukan tak mungkin Puhiri dapat dilirik klub internasional, sehingga bukan hanya cepat tapi juga bisa sehebat pesepak bola tercepat dunia lainnya seperti Leroy Sane, Pierre-Emerick Aubameyang atau Gareth Bale.
Tradisi Adu Lari Banteng di Spanyol
Kota Pamplona di utara Spanyol terkenal dengan tradisi halau banteng. Ratusan orang adu lari dikejar atau mengerjar banteng liar yang dillepas di jalanan kota. Pro dan kontra warnai atraksi ini.
Foto: Reuters/J.Etxaburu
Menghormat Orang Suci Fermin
Pesta tradisional adu lari banteng yang sudah dirayakan sejak abad ke 14 ini disebut untuk menghormat orang suci Fermin yang lahir di Pamplona. Tradisi ini membuat kota berpopulasi 200.000 orang itu terkenal ke seluruh dunia dan jadi atraksi bagi ratusan ribu turis yang ingin jajal keberanian.
Foto: Reuters/S.Vera
Mengejar atau Dikejar
Puncak acara dilakukan di jalanan sempit di kota tua. Puluhan banteng seberat rata-rata 600 kg dilepas untuk dikejar dan dihalau menuju arena adu banteng. Tak jarang yang terjadi malahan sebaliknya, banteng yang justru mengejar pelari. Tahun ini atraksi halau banteng menarik sekitar 1,5 juta wisatawan.
Foto: Reuters/E.Alonso
Uji Keberanian
Barikade melindungi penonton dari serudukan banteng. Tapi semua penonton diizinkan bahkan diharapkan ikut aktif dalam acara adu lari ini. Bagi banyak penonton, terutama kaum pria, berlari hanya beberapa meter di depan banteng, adalah uji nyali dan keberanian.
Foto: Reuters/E.Alonso
Hanya Tiga Menit
Setiap pagi tepat pukul 8, acara dimulai dengan menyanyikan lagu pujian "A San Fermín pedimos". Setelah itu beberapa ekor banteng dilepas untuk dihalau atau mengejar pelari. Atraksi adu lari banteng hanya berlangsung tiga menit di jalanan sepanjang 825 meter dari kandang menuju arena adu banteng.
Foto: picture alliance/dpa/R.Jimenez
Permainan Maut
Walau hanya berlangsung 3 menit, setiap tahun pasti terjadi kasus orang cedera atau bahkan meninggal diseruduk banteng. Dalam atraksi tahun ini, di hari pertama saja tercatat beberapa orang cedera serius. Sejak 1911 tercatat 15 orang tewas dalam tradisi adu lari banteng di Pamplana ini.
Foto: Reuters/V.West
Cedera Ditanduk Banteng
Di hari pertama atraksi tahun 2017, tercatat dua turis Amerika cedera serius akibat ditanduk banteng. Tiga turis AS lainnya bersama dua turis Perancis dan tiga warga lokal harus dirawat oleh dokter karena alami cedera babak belur, terjatuh atau tergusur banteng di jalanan sempit berbatu kota tua Pamplona.
Foto: Reuters/J.Etxaburu
Penyiksaan Bukan Budaya
Organisasi pelindung binatang menentang atraksi ini. Sekitar 100 anggota perhimpunan "penyiksaan bukan budaya" menggelar aksi protes di depan balaikota. Mereka memasang tanduk di kepala dan mencat badannya dengan wana merah. Pemrotes mengecam praktik pembunuhan banteng di arena, pada malam hari, setelah binatang lemas karena dipaksa berlari di siang hari,
Foto: Reuters/E. Alonso
Ajang Pelecehan Seksual
Poin kritik lainnya: pelecehan seksual. Di kerumunan ribuan orang di jalanan sempit, lelaki dan perempan berdesakan menonton. Kondisi ini mengundang pelecehan seksual. Tahun lalu kasusnya amat tinggi. Pemerintah kota membagikan brosur, agar perempuan yang dilecehkan berteriak "kebakaran" agar menarik perhatian penonton lainnya.
Foto: Reuters/S.Vera
Ajang Untuk Berpesta
Tradisi di Pampolna itu juga menjadi ajang berpesta. Ada pergelaran sejumlah konser musik dan prosesi religi menghormat orang suci Fermin. Dalam acara semacam ini, minuman keras pasti ditenggak dalam jumlah besar.