Sekitar 40.000 ton pestisida digunakan petani Jerman setiap tahunnya, untuk perangi seranggga, tanaman liar dan jamur. Akibatnya: banyak burung tidak temukan apapun lagi untuk dimakan.
Iklan
Jika orang menatap lahan pertanian di Jerman, tanaman monokultur terlihat sejauh mata memandang. Agar tanaman tumbuh subur, lahan disemprot dengan pestisida. Yaitu insektisida untuk membasmi hama parasit, herbisida untuk memusnahkan gulma, dan fungisida untuk membunuh jamur. Begitulah cara kerja lebih dari 90 persen petani di Jerman, misalnya Klaus Münchhoff.
Ia yakin, tanpa racun, hama tidak bisa diatasi. Ia memaparkan, "Jika kami tidak menggunakan insektisida di kebun rapa, kami hanya akan memperoleh 20% sampai 30% hasil panen. Tanpa herbisida, 55% panen musnah, sementara tanpa fungisida, tak bisa ditaksir, mungkin 30% sampai 50%."
Dilemanya, penggunaan pestisida tidak hanya menjamin hasil panen petani, namun juga mengurangi drastis dua sumber makanan terpenting bagi burung: tumbuhan liar dan serangga. Karyawan Munchhoffs menyemprotkan fungisida, anti-jamur, yang cukup lama dianggap tak membahayakan populasi burung.
Lenyapnya Kupu-Kupu dari Muka Bumi
Siapa tidak suka kupu-kupu? Mereka cantik dan menambah keindahan. Karena itu berita bahwa jumlah mereka kian berkurang membuat sedih. Dan cerita di baliknya lebih dramatis lagi.
Foto: Getty Images/AFP/O. Torres
Peri Halus
Kupu-kupu tidak baik kondisinya, kemungkinan di seluruh dunia. Menurut yayasan hewan liar Jerman, 30 tahun lalu, jumlah spesiesnya dua kali jumlah sekarang. Sejak itu, yang aktif di malam hari berkurang 50% dan yang aktif di siang hari bahkan sampai 70%. Foto: kupu-kupu spesies "Goldene Acht" (Colias hyale), yang terpilih jadi kupu-kupu tahun 2017.
Foto: picture alliance /Nothegger, A./WILDLIFE
Sari Bunga Yang Manis
Kupu-kupu senang sari bunga. Baik dari tumbuhan bunga, maupun dari bunga pada pepohonan atau semak. Tapi keragaman bunga dan tumbuhan di Jerman sangat berkurang. Terutama di kawasan di mana pertaniannya monokultur, peluang hidup kupu-kupu sangat berkurang.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Jagung Biang Keladinya
Penyebab utamanya jagung yang ditanam secara intensif dalam skal sangat besar. Di Jerman tahun 2016 jagung ditanam tiga kali lipat lebih banyak dibanding di tahun 1980-an. Jagung terutama digunakan untuk memberi makan hewan ternak, dan semakin sering sebagai bahan gas bio. Akibatnya tanah pertanian diberi pupuk sangat banyak. Dan tumbuhan yang memberi makan kupu-kupu tidak ada lagi.
Foto: picture alliance/dpa
Kupu-Kupu Tidak Suka Zat Kimia
Pestisida juga memusnahkan keragaman tumbuhan. Tumbuhan liar, semak atau bunga tidak punya kesempatan hidup di lahan monokultur. Kupu-kupu pada foto disebut Segelfalter (Iphiclides podalirius). Spesies ini sudah lenyap dari banyak kawasan di Jerman. Padahal dulu kupu-kupu ini kerap terlihat.
Foto: picture alliance/blickwinkel/S. Ott
Serangga Juga Punah
Pestisida tidak hanya membatasi ruang hidup kupu-kupu, melainkan juga serangga. Menurut sejumlah studi, di berbagai tempat spesies serangga berkurang hingga 80% dibanding 30 tahun lalu. Lebah, belalang, lalat, seperti halnya kupu-kupu, sulit berjuang melawan pertanian intensif, pestisida dan penggunaan pupuk yang terlampau banyak.
Foto: picture-alliance/K. Nowottnick
Serangga dan Burung
Gambar ini menunjukkan bahwa kupu-kupu dan serangga hanya sebagian dari kepunahan yang terjadi sekarang. Banyak hewan, misalnya burung atau kelelawar, hidup dengan memangsa serangga. Jika serangga berkurang, dampaknya juga bisa dilihat dalam berkurangnya burung dan hewan lain.
Baru-baru ini sebuah studi diterbitkan, yang menunjukkan bahwa jumlah burung makin berkurang. Di Jerman, misalnya jumlah burung Braunkehlch, yang tampak pada foto, berkurang 63%. Penyebabnya: mereka tidak menemukan cukup makanan.
Foto: Imago/blickwinkel
Harapan di Kawasan Perkotaan?
Yang menarik, berkurangnya jumlah kupu-kupu di Jerman bisa dicatat di pedesaan. Sementara di kota-kota kerap lebih banyak spesies kupu-kupu hidup dibanding di pedesaan. Mereka bisa ditemukan terutama di taman-taman, di daerah dalam kota yang tidak digunakan. Rupanya di sini mereka menemukan lebih banyak jenis tanaman. Dan di perkotaan, pestisida tidak banyak digunakan. Penulis: J. Hartl (ml/as)
Foto: picture-alliance/Arco Images/L. Werle
8 foto1 | 8
Pestisida kurangi populasi serangga
Tetapi studi teranyar menunjukkan, semua pestisida mengurangi populasi serangga. Dan pestisida disemprotkan dalam jumlah besar. Klaus Münchhoff menjelaskan, "Kami menyemprot gandum dan jelai empat kali. Sekali pada musim gugur, setelah menanam, herbisida untuk membunuh gulma, dan di musim semi, sekali lagi herbisida, jika gulma masih tumbuh. Selain itu, satu atau dua kali disemprotkan fungisida."
Sekitar 40.000 ton pestisida disemprotkan petani Jerman setiap tahunnya. Ini menimbulkan konsekuensi serius bagi populasi burung. Khususnya satu jenis insektisida yang mencemaskan para ilmuwan yakni: neonicotinoids - atau Neonics.
Mula-mula tidak ada yang mengamati, bahwa penggunaan pestisida ini kadang berakibat buruk pada kumbang. Namun ketika kerabat terdekatnya, lebah madu, menunjukkan simptoma aneh, kasus ini menarik perhatian. Peternak lebah langsung menduga, bahwa Neonics-lah biang keladinya. Pakar entomologi Inggris, Dave Goulson mencermati masalah ini.
Zat Paling Berbahaya di Dunia Bagi Otak
Hati-hati, beberapa jenis bahan kimia beracun sangat berbahaya bagi perkembangan otak janin dan anak-anak. Studi Project TENDR tujukkan mulai dari gangguan perkembangan syaraf, autisme, hinga hiperaktivitas (ADHD).
Foto: Colourbox
Pestisida
Pestisida organofosfat digunakan dalam pertanian dan perkebunan, untuk membasmi hama tanaman. Udara yang tercemar pestisida, jika dihirup dalam jangka panjang bisa merusak sistem saraf otak dan menyebabkan parkinson. Paparan pestisida pada ibu hamil berpotensi mengganggu struktur otak janin yang berpengaruh pada kecerdasan. Pastikan kebersihan bahan makanan sebelum dikonsumsi.
Foto: M. Frolow
PBDE
Paparan senyawa Polybrominated diphenyl ether (PBDE) -yang digunakan untuk produk tahan api, termasuk tekstil, furnitur atau karpet - bisa menurunkan kecerdasan anak & memicu hiperaktivitas. Senyawa retardan tersebut menguap dan menyebar lalu mengendap dalam tubuh manusia. PBDE yang terakumulasi dalam tubuh manusia dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan otak & saraf.
Foto: imago/Science Photo Library
Polusi udara
Polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) dari emisi gas buang kendaraan, pembakaran batu bara, atau asap rokok merupakan racun polusi udara. Anak yang memiliki tingkat kadar PAH tinggi kemungkinan bisa menderita depresi, kecemasan berlebihan dan sukar berkonsentrasi. Kemungkinan lainnya adalah, anak yang memiliki tingkat PAH tinggi tingkat IQ-nya juga cenderung lebih rendah.
Foto: picture-alliance/dpa
Timbal
Timbal (Pb) lazimnya digunakan dalam industri baterai, karet, kabel, zat pewarna atau cat, sebagai imbuhan zat anti "knocking" pada bensin, solder atau penyambung pipa air tahan korosi. Perempuan hamil yang pada tulangnya terakumulasi cemaran timbal, dapat memicu gangguan pertumbuhan otak pada anak yang dikandung. Timbal dapat menurunkan tingkat kecerdasan.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Merkuri
Merkuri sering digunakan dalam krim pemutih atau krim antiseptik dan juga di pertambangan emas tradisional. Penggunaan merkuri dapat memicu cacat pada janin, mengganggu saluran darah ke otak, bahkan menyebabkan kerusakan otak permanen seperti Kasus Minamata. Kini penggunaan merkuri di seluruh dunia sangat dibatasi.
Foto: picture alliance/WILDLIFE/D. Harms
PCB
Polychlorinated biphenyls (PCB) mengubah cara sel-sel otak berkembang. PCB digunakan dalam berbagai macam komponen elektronik dan pestisida. PCB menjadi salah satu penyebab beragam gangguan perkembangan saraf, termasuk ADHD, ketidakmampuan belajar, defisit sensorik, keterlambatan perkembangan dan retardasi mental.
Foto: Colourbox
6 foto1 | 6
Biang keladi: Neonicotinoids
"Kasus dimulai pada tahun 1990-an, segera setelah bahan kimia ini dipasarkan. Peternak lebah Perancis mengatakan lebahnya sekarat akibat bahan kimia baru. Tentu saja, tak ada yang memperhatikan jika kawanan kumbang di alam liar mati, atau belalang atau kupu-kupu atau capung sekarat. Tak seorangpun yang segera menyadarinya. Meskipun dalam jangka panjang kita melihat, banyak serangga liar terus menurun populasinya." Demikian Goulson.
Dalam laboratoriumnya, Goulson memberi larutan nutrisi yang mengandung Neonics kepada kumbang. Dosisnya setara yang diserap hewan itu di alam bebas. Kumbang jadi sulit berorientasi, lemah dan rentan terhadap penyakit. Efek yang sama, juga ditunjukkan lebah madu. Tapi produsen Neonics menyangkal temuan tersebut. Mereka berkilah, situasi laboratorium tidak signifikan.
Sebaliknya para peneliti meyakini, bahwa insektisida bahkan menyebar jauh melampaui lahan dimana zat tersebut disemprotkan. Anggota tim peneliti Goulson menganalisa sampel yang dikumpulkan di sekitar lahan yang disemprotan. Hasilnya: Bahkan di tumbuhan liar, terdeteksi adanya jejak neonicotinoids. Hal ini tidak hanya merugikan lebah.
David Goulson menjelaskan, "Banyak burung tergantung pada serangga sebagai makanan mereka. Jika kita menyemprotkan insektisida yang sulit terurai, sangat beracun dan efektif menghancurkan populasi serangga, maka hal itu bakal mengurangi populasi burung, karena hewan ini tak memiliki apapun lagi untuk dimakan."
Pengurangan tajam populasi serangga
Kasus seperti ini tidak hanya ditemukan di Inggris. Peter Berthold, mantan Direktur pengawas burung Radolfzell, juga mengamati penurunan mencolok populasi serangga. "Dulu, jika kita berkendara, terutama di malam-malam yang hangat, kaca depan dipenuhi serangga, sehingga harus menepi ke pompa bensin. Bukan untuk mengisi bensin, melainkan membersihkan kaca. Ada serangga kecil, ataupun terutama banyak serangga besar, yang kini sudah jarang ditemukan lagi: Kumbang, ngengat raksasa, yang bagaikan ledakan granat kecil."
Di mana tidak ada serangga yang terbang, maka berbagai spesies burung tak punya lagi makanan. Bukan hanya populasi serangga yang menurun. Burung-burung yang makan biji tanaman juga makin berkurang.
"Semprotan pestisida di ladang gandum juga menghancurkan semua tanaman dikotil, yaitu bunga poppy, cornflower, bunga pansy dan sekitar 200 spesies lainnya. Semua membentuk benih lebih awal. Di ladang gandum saja, pada tahun lima puluhan masih diproduksi sampai satu juta ton benih dari tanaman liar ini. Saya ulangi lagi, sampai satu juta ton. "
Kini semakin banyak burung kelaparan. Jadi Peter Berthold hanya melihat satu solusi saat ini: Kita harus memberi makan burung-burung. Tidak hanya di musim dingin, namun juga sepanjang tahun!
Thomas Wagner, Friederike Lorenz (ap/as)
Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam
Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.
Foto: picture-alliance / dpa
Dulu Banyak, Sekarang Terancam
Katak bermata merah yang tinggal di sungai, Duellmanohyla uranochroa, menjadi simbol amfibi yang terancam. Katak yang aktif di malam hari ini dulu banyak ditemukan di Costa Rica dan Panama. Sekarang jumlahnya makin berkurang karena hilangnya habitat dan penyakit akibat jamur.
Foto: Andreas Hertz
Mengapa Semakin Berkurang?
Chytridiomycota adalah pembunuh amfibi paling berbahaya sedunia. Jamur itu merusak kulit katak, yang juga berfungsi sebagai organ pernapasan. Jamur itu meluas dan mematikan banyak spesies, termasuk katak jenis Atelopus ini.
Foto: Andreas Hertz
Melayang ke Masa Depan Yang Tak Jelas
Kodok terbang seperti ini di Panama, terkenal akibat loncatan jarak jauhnya di cabang-cabang pohon hutan tropis. Tetapi haenbitat mereka terancam pembalakan hutan. Bersama deforestasi dan kekeringan, pembalakan hutan mgancam amfibi di dunia. Perubahan iklim dan penggunaan pestisida yang berlebihan juga mengancam banyak spesies.
Foto: Andreas Hertz
Kodok Pemberi Petunjuk
Amfibi dianggap bisa jadi indikasi bagus akan sehat atau tidaknya Bumi. Karena mereka menyerap zat-zat dari air dan udara. Sehingga mereka lebih sensitif daripada binatang lain. Jadi mereka juga disebut "burung kenari di tambang." Artinya, mereka bisa memberikan peringatan dini akan kerusakan lingkungan.
Foto: picture-alliance / dpa
Manusia Perlu Kodok dan Katak
Kodok, katak, berbagai jenis salamander dan amfibi jenis sesilia, memegang peranan penting dalam rantai makanan. Mereka memakan serangga, kemudian dimakan ular, burung, bahkan manusia. Lewat riset medis, banyak amfibi diketahui memproduksi zat kimia yang berguna bagi manusia. Katak yang tampak pada gambar memproduksi racun yang dibubuhkan pada panah oleh penduduk asli.
Foto: picture-alliance/dpa
Spesies Baru
Ketika banyak populasi amfibi terancam atau bahkan punah, banyak spesies baru ditemukan. Tahun lalu, katak berwarna kuning, yang bisa menyebabkan jari berwarna kuning jika menyentuhnya, ditemukan di pegunungan Panama barat oleh pakar biologi Andreas Hertz. Nama ilmiah katak itu: Diasporus Citrinobapheus.
Foto: picture-alliance/dpa
Bahtera Amfibi
Ilmuwan yang mengkhususkan diri pada amfibi dan reptil disebut pakar herpetologi. Andreas Hertz adalah pakar herpetologi yang memiliki misi mendokumentasikan amfibi langka di Amerika Latin. Sejak 2007, dikembangkan sebuah proyek penyelamatan global bernama "Bahtera Amfibi".
Foto: Sebastian Lotzkat
Ditemukan Kembali di Israel
Jenis kodok dari rawa Hula di Israel diduga punah enam dasawarsa terakhir, sampai seekor di antaranya ditemukan melompat di jalanan di Israel utara tahun 2011. Sejak itu, ditemukan lebih banyak lagi. Diperkirakan hingga 200 hidup di lembah Hula. Sebagai organisme yang mempertahankan ciri-cirinya selama jutaan tahun, kodok ini dianggap "fosil hidup."
Foto: cc-by-sa-3.0/Mickey Samuni-Blank
Beragam dan Memukau
Walaupun jadi sasaran perdagangan ilegal, kodok berwarna merah ini tetap termasuk kategori "least concern" (tidak terlalu mengkhawatirkan) pada daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature). Kodok ini hanya berukuran 2,5 cm dan ditemukan di Costa Rica, Nicaragua, Panama dan Puerto Rico. Racun kodok ini tidak terlalu berbahaya dibanding dari kodok lainnya.
Foto: by-sa/Splette
Amfibi tanpa Paru-Paru
Kodok berkepala pipih yang bernama ilmiah "Barbourula Kalimantanensis" adalah salah satu jenis kodok dan salamander yang tidak punya paru-paru. Jenis kodok yang terancam punah itu bernapas sepenuhnya lewat kulit. Mereka hidup di sungai-sungai deras di Kalimantan, dan terancam polusi serta racun akibat penambangan emas ilegal.