1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Travel

Menyelaraskan Wisata dan Bencana Lewat Peta Induk Pariwisata

21 Februari 2020

Menparekraf Wishnutama meminta Badan Informasi Geospasial untuk membuat peta induk pariwisata Indonesia. Dari informasi objek wisata hingga potensi rawan bencana akan tersaji di sana.

Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
Foto: Imago Images/Westend61

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama, meminta Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membuat peta induk pariwisata seluruh wilayah Indonesia. Nantinya peta ini akan memuat data informasi tujuan wisata di Indonesia, baik darat maupun laut, sekaligus potensi kebencanaannya.

"Data itu sangat penting, karena pemetaan bukan hanya menyediakan lokasi objek wisatanya, tapi juga keindahan, lokasi rawan bencana, dan jalur evakuasi," ujar Wishnutama di kantor BIG, Cibinong, Kamis (20/02), dikutip dari Tempo.co.

Menurutnya, pemanfaat informasi geospasial sangat berguna untuk meningkatkan kualitas pariwisata Indonesia. Pembuatan peta ini juga merupakan bagian dari skema Rencana Induk Pariwisata Nasioal Terpadu (Ripandu).

Bermanfaat bagi banyak pihak

Kepada DW Indonesia, pengamat pariwisata Taufan Rahmadi menyambut baik rencana pembuatan peta induk pariwisata ini. Dengan peta ini, wisawatan dapat menyiapkan langkah-langkah antisipasi bencana di daerah wisata yang mereka kunjungi. Taufan menekankan bahwa peta induk pariwisata ini nantinya harus ramah informasi dan mudah diakses oleh para wisatawan.

"Banyak sekali aplikasi tentang pariwisata yang memudahkan perjalanan pariwisata tapi belum tentu semuanya mudah digunakan dan well-known. Proses menginformasikan atau mensosialisasikan ini justru yang penting," ujarnya.

Taufan juga berharap bahwa selain bagi wisatawan, peta ini juga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi objek wisata.

"Misalnya pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), itu penting. Mereka adalah ujung tombak tersosialisasinya program-program pariwisata. Dari situlah wisatawan, penduduk, akan sama-sama bisa merasakan manfaat peta itu. Jangan nanti yang tahu hanya wisatawan saja, hanya milenial saja, padahal kalau terjadi bencana, wisatawan itu bersentuhan dengan orang-orang yang ada di destinasi itu," papar Taufan.

Mitigasi bencana

Taufan yang juga mantan anggota tim percepatan pembangunan 10 destinasi prioritas di Kemenpar ini berpendapat bahwa Indonesia bisa mencontoh negara lain yang rawan bencana, tetapi mampu mempersiapkan penduduk lokal di sekitar area ketika terjadi bencana. Ia menyayangkan contoh peristiwa gempa di Lombok pada tahun 2018 dan kurangnya kesiapan mitigasi bencana di kawasan itu.

"Daerah-daerah prioritas dan super prioritas memang harus ada program khusus terkait bagaimana mengkondisikan masyarakat satu destinasi untuk memahami ketika terjadi bencana, apa yang harus dilakukan," terangnya.

"Jangan sampai ada peta induk pariwsata lengkap dengan segala-galanya, tapi ketika terjadi bencana, peta tinggal peta. Tidak ada pertolongannya, percuma," ia menambahkan.

Senada dengan Taufan, masih kurangnya kesiapsiagaan bencana di sejumlah daerah tujuan wisata di Indonesia juga disampaikan oleh pemerhati sektor wisata alam, Reza Permadi. Ia pun menyambut positif rencana pembuatan peta induk pariwisata ini dan menyebutnya sebagai langkah komprehensif.

"Kita sangat belajar dari 2018, bahkan dampaknya sampai sekarang. Orang ke Lombok belum normal lagi. Di Pandeglang, setelah tsunami pengaruhi sekali jumlah wisata di Pandeglang. Bahkan kalau sekarang Krakatau batuk itu sudah buat panik wisatawan, jadi buat malas mereka datang ke Pandeglang atau Anyer," jelas Reza saat dihubungi DW Indonesia di Bandung, Jumat (21/02) siang.

Pentingnya kerja sama antara berbagai instansi

Reza yang juga Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebenarnya sudah mempunyai program serupa yakni melalui aplikasi inaRISK. Ini adalah platform yang dapat memperbarui informasi ancaman bencana disertai penanggulangannya. Rencananya aplikasi ini juga akan diarahkan untuk kebutuhan pariwisata Indonesia.

"Mungkin ketika Menparekraf sudah ketemu BIG, alangkah baiknya disinergikan ke BNPB. Jangan sampai ada tumpang-tindih dua program karena ini sama output-nya," imbuhnya.

Reza mengatakan hadirnya peta induk pariwisata ini bertujuan untuk memberikan kepastian keamanan dan kenyamanan bagi para wisatawan ketika berlibur di daerah wisata.

"Harapannya dengan peta geospasial pariwisata ini, ketika bencana muncul, misal gunung api erupsi, nanti ketahuan zona amannya di mana saja. Jangan jadi buat wisatawan khawatir, justru jadi menarik wisatawan, melihat erupsi gunung api dengan batas aman yang sudah ditentukan oleh para profesional. Kalau besok mau ke Bromo bisa lihat dari sisi sini (zona aman)," jelasnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial, Antonius Bambang Wijanarto, mengatakan nantinya peta akan memberikan gambaran mendalam tentang pemanfaatan ruang dan acuan pembangunan wisata berkelanjutan. Di dalamnya juga tersaji informasi lokasi rawan bencana dan akses rute evakuasi di setiap daerah tujuan wisata.

rap/ae (dari berbagai sumber)