Awalnya ide gila-gilaan, akhirnya jadi proyek bergengsi. Tiga mahasiswa dari Perancis dan Jerman setelah usai semester tamu di Bangkok, putuskan bertualang naik tuktuk 20.000 km lintasi 16 negara di Asia dan Eropa.
Iklan
Bertualang naik Tuk-Tuk dari Asia ke Eropa
03:59
Kecepatan maksimal Tuk-Tuk Bangkok ini 70 Kilometer per jam---tanpa emisi gas buang karena sepenuhnya digerakkan motor litrik. Perlu empat bulan menempuh perjalanan yang menguji ketahanan kendaraan dan fisik manusia ini. Tuk Tuk dibuat khusus, dan mampu menempuh perjalanan panjang tanpa alami kerusakan berarti.
Rémy Fernandes-Dandré, mahasiswa manajemen penggagas petualangan ini mengatakan; "Jika kondisi ideal, 15 persen energi disuplai sel surya di atap kendaraan. Tapi sebagian besar energi disuplai baterai Lithium di bawah Tuktuk.
Masalah utama yang dihadapi, di sejumlah tempat, khususnya di Cina, tidak ada fasilitas isi ulang alias cas baterai. Para mahasiswa harus mendorong Tuktuk saat lintasi pegunungan, karena baterainya tersedot dan cepat kosong. Tuk-tuk ekologis ini beratnya 1,2 ton, cukup berat mendorongnya.
Jalanan buruk memicu masalah. Juga cuaca buruk, dingin dan hujan. Terlepas dari seluruh masalah, para mahasiswa itu tetap bersemangat. Khususnya lewat dukungan dan keramahan penduduk.
Sekali isi penuh baterai bisa menempuh jarak 300 Kilometer. Dalam perjalanan mereka selalu menggelar lokakarya tentang proyeknya di universitas. Ludwig Merz, mahasiswa yang ikut petualangan ini mengatakan; "Dengan petualangan ini kami ingin tunjukkan, mobilitas elektrik bisa digunakan. Juga proyek melintasi separuh dunia ini terkait dengan prinsip ekologis.
Proyek dibiayai dengan bantuan sponsor dan Crowdfunding di Internet. Setelah menempuh jarak 20 ribu kilometer dari tempat start Bangkok Tuktuk tiba di tujuan, di Toulouse. Bagi ketiga mahasiswa ini jproyek petualangan itu adalah awal dari cita-cita mereka, untuk mendorong penggunaan motor penggerak alternativ dan mobilitas hijau.
Kota Besar Eropa "Go Green"
Lingkungan terbuka hijau yang bisa diakses semua orang di kota besar terdengar kontradiktif. Tapi Eropa menjadi "Trendsetter" dalam bidang ini. Beberapa kota besar Eropa "go green" dengan memanfaatkan strategi cerdas.
Foto: Colourbox/Beatrice Preve
Bristol: Ibukota Hijau Eropa 2015
Kota Bristol di Inggris terpilih jadi Ibukota Hijau Eropa 2015. Komisi Eropa setiap tahun memilih kota besar yang mendapat penghargaan itu, dengan kriteria paling baik mengkombinasikan perlindungan lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas kehidupan. Lahan hijau di Bristol mencakup 30 persen luas kota dan 25 persen rumah diubah jadi efisien energi dalam 10 tahun belakangan.
Dussmann Haus di Berlin sejak 2012 dijadikan taman hutan tropis. Taman vertikal "Mur Végétal" atau dinding vegetsi dirancang ahli botani Perancis Patrick Blanck. Lebih 6,000 tanaman tropis memenuhi dinding seluas 270 meter persegi, yang ditunjang sistem irigasi cerdas tanpa medium tanah untuk tumbuhan.
Foto: picture-alliance/dpa
Hamburg: Rumah Alga
Rumah ganggang di Hamburg diresmikan April 2013 dalam rangka International Architecture Exhibition, dan menjadi rumah hijau pertama dari kategori ini. Fasad yang terdiri dari kaca terus memproduksi energi. Dua sisi dinding bangunan berupa elemen kaca berisi air yang ditumbuhi alga yang memproduksi energi untuk kebutuhan seluruh bangunan.
Foto: picture-alliance/dpa
London: Atap Hijau
Green Roof Map di London (klick tanda + di kanan untuk info lebih lanjut) mencakup 700 atap hijau yang luasn keseluruhannya sekitar 175,000 meter persegi atau setara 25 lapangan sepakbola di tengah ibukota Inggris itu. Peta online interaktif menunjukkan lokasi dan spesifikasi masing-masing taman di atap, misalnya taman sayuran, cafe di atap atau taman untuk jalan-jalan.
Foto: Getty Images/O. Scarff
Darmstadt: Hutan Spiral Hundertwasser
Hutan berbentuk spiral di kompleks pemukiman ini tuntas dibangun tahun 2000. bangunan merupakan mahakarya seniman Austria,Friedensreich Hundertwasser. Lahan untuk dereten pohon dan tumbuhan di luar jendela dirancang mengelilingi 100 blok apartemen Pohon dan tanaman bukan hanya terliha indah tapi juga menjadi sumber oksigen serta membuat iklim kota lebih nyaman.
Foto: picture-alliance/dpa
Barcelona: Park Güell
Park Güell yang dirancang Antoni Gaudí pembangunannya disponsori pengusaha industri Eusebi Güell antara tahun1900 hingga 1914. Gaudí mendesain taman kota yang dilengkapi 60 vila. Tapi pembangunan taman tidak tuntas karena kekurangan biaya. Yang tuntas dibangun adalah rumah Güell's-kini jadi sekolah, rumah Gaudí yang jadi musium sejak 1963, dan rumah milik teman arsitek yang hingga kini kosong.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Lang
Madrid: Parque Madrid Río
Proyek konstruksinya cukup rumit dan desain tamannya juga tIdak sederhana. Sebuah lahan hijau sepanjang 8 kilometer di sepanjang bantaran sungai Manzanares. Demi pembangunan taman ini jalan bebas hambatan direlokasi ke bawah tanah, ratusan pohon ditanam dan 33 jembatan untuk pejalan kaki dibangun atau direkonstruksi. Jembatan Arganzuela ini amat atraktif baik siang maupun di malam hari.
Foto: Colourbox/Beatrice Preve
Paris: Sabuk Hijau René-Dumont
Sabuk hijau René-Dumont di Paris adaah taman yang dirancang bangun di bekas jalur kereta api yang nonaktif sejak 1965. Inilah taman pertama yang dibangun di jalur kereta layang yang tidak digunakan lagi. Taman di bekas jalur kereta yang terkenal di New York mengambil contoh dan inspirasi dari sabuk hijau di Paris ini.
Foto: Spencer Platt/Getty Images
Nantes: Ibukota Hijau Eropa 2013
Nantes, kota keenam terbesar di Perancis adalah ibukota hijau Eropa 2013. Yang menonjol adalah taman botani di tengah kota serta kios penjaja makanan atau "stations gourmands" yang tersebar di seluruh kota. Di sini warga bebas memetik buah-buahan yang tumbuh seperti stroberi, chery, apel, tomat dan buah apapun yang tumbuh di taman.