Tentara Cina dan Jerman Latihan Gabungan Tangani Kolera
19 Juli 2019Empat orang tentara terlihat membawa seorang rekannya yang terluka di bawah guyuran hujan menuju sebuah tenda medis. Di dalamnya tersedia dua meja operasi, monitor medis, dan sebuah lemari besar berisikan seperangkat tampon, kasa, dan pisau bedah steril. Tanpa mengucap sepatah kata pun, seorang tentara wanita membantu seorang dokter militer Jerman, Sven Schläfke, mengenakan pakaian medisnya. Pada saat yang bersamaan, petugas medis lainnya menempelkan selembar kain yang terpapar darah buatan ke atas perut pasien. Petugas medis kemudian menambahkan pewarna dan menutup tubuh pasien dengan kain biru layaknya bersiap operasi. Kemudian Schläfke dan rekannya yang berasal dari Cina, Zheng, seorang tentara People's Liberation Army (PLA), berjalan menghampiri meja operasi tersebut.
Latihan gabungan Jerman dan Tiongkok
Di luar, petir dan kilat bergemuruh. Schläfke menjelaskan bahwa mereka biasanya terpaksa harus menunda operasi, karena tenda-tenda medis darurat Jerman tidak terinstalasi ke dalam tanah. Ini berarti mereka rentan tersambar petir. Tetapi Schläfke and Zheng tetap bisa melakukan latihan operasi ini di dalam tenda medis darurat Cina yang terinstalasi ke dalam tanah. Zheng dan rekan-rekan prajurit Cina lainnya tetap tenang dan semuanya berjalan seperti biasa. Hingga akhirnya badai petir pun berlalu. Langit di atas pangkalan militer Jerman di Feldkirchen, tepat di luar Munchen - Bayern, terlihat cerah.
Beda negara beda pula standar keamanannya – dan ini bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati. Schläfke and Zheng, bersama dokter – dokter lainnya dari Bundeswehr Jerman dan PLA Cina, telah menghabiskan waktu selama dua minggu untuk latihan menangani situasi darurat di dataran Jerman. Latihan gabungan ini bertajuk "Bantuan Gabungan,” melibatkan sekitar 90 tentara Cina dan 12 tentara Jerman. Di tahun 2016, kedua pihak pernah melakukan latihan serupa di Cina, tapi ini kali pertama pasukan PLA Cina datang ke Jerman untuk berlatih bersama angkatan bersenjata Jerman.
Insiden ketel
"Terasa janggal ketika Anda berpikir tentang latihan bersama tentara Cina,” ujar Matthias Frank, juru bicara layanan medis Bundeswehr. "Mereka memiliki kultur yang sangat berbeda.” Itu terlihat jelas dari terjadinya insiden ketel.
Cerita ini telah beredar di seantero Feldkirchen. Tentara Jerman telah menyiapkan tempat tinggal bagi para tentara Cina dengan menyediakan ketel agar mereka merasa seperti di rumah. Namun ketika 100 tentara Cina mulai memasak air untuk membuat teh dalam waktu yang bersamaan, sekeringnya meledak, menyebabkan padamnya listrik di seluruh pangkalan. Terlepas dari kejadian ini, semuanya sepakat kedua belah pihak telah bekerja dengan sangat baik. Mereka berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan mengandalkan protokol medis dalam berbagai macam hal – atau, jika diperlukan, menggunakan gerakan tangan yang bisa dipahami secara universal. Sebagai seorang dokter, Zheng pun menjelaskan, "Di dalam, semua tubuh semuanya sama.”
Pasukan Jerman dan Tingkok di Mali
Terlepas dari perbedaan yang ada, tentara Jerman dan Cina telah berkerja sama dalam misi penjaga perdamaian di Mali, satu dari operasi PBB paling sulit dan berbahaya di seluruh benua Afrika. Masing-masing negara mengirimkan 400 pasukannya. Hanya negara-negara dari Afrika yang mengirimkan pasukan dalam jumlah yang lebih besar.
Oleh karenanya, kedua negara menghelat latihan darurat untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi situasi medis yang mungkn mereka temukan selama bertugas di negara Afrika Barat tersebut. Kini mereka telah mendirikan kamp pengungsian tiruan PBB di pangkalan militer Jerman. Beberapa tentara terlihat berbaring diatas pelbet, wajah mereka dicat putih pucat. Mereka juga berpura-pura sakit.
Di dekatnya, ahli mikrobiologi Yang Chaojie dan Nicole Fiedler menggunakan laboratorium bergerak untuk menguji penyakit menular. "Tes-tes ini mirip, tentu saja," kata Fiedler, menambahkan bahwa tidak ada lagi orang yang dapat "menemukan kembali ilmu kedokteran." Tetapi rekan Yang memang memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang Jerman: Suatu metode cepat untuk mengidentifikasi apakah seseorang menderita kolera.
Tiba-tiba, telepon berdering di rumah sakit lapangan. Ada simulasi wabah kolera fiktif yang melanda kamp pengungsian. Rumah sakit diubah menjadi stasiun karantina dengan tujuan mencegah epidemi kolera besar-besaran. Situasi serupa pernah terjadi dalam kehidupan nyata, ketika Afrika Barat dilanda wabah Ebola di tahun 2014.
Letnan Kolonel Frank dari komando medis Jerman menjelaskan bahwa pada saat itu, rumah sakit lapangan Jerman dan Cina terletak berdampingan, yang membuat kedua belah pihak berinteraksi. Frank terkesan oleh para tentara Cina: "Para prajurit medis Cina benar-benar andal dalam hal pertempuran dan penanggulangan epidemi."
Dua budaya perfeksionis
Kedua belah pihak dapat belajar banyak dari satu sama lain. Tentara Jerman terkesan akan tablet PC milik tentara Cina yang telah terintegrasi dengan mesin x-ray mereka sehingga para dokter dengan mudah melihat gambar di tempat. Mereka juga terkesan akan kasur pasien milik tentara Cina yang dilengkapi dengan monitor medis. Sebaliknya para tentara Cina, dibuat takjub oleh alutsista tentara Jerman dan mengapresiasi tingkat keakurasian mereka. Ahli mikrobiologi Yang, mengomentari bagaimana latihan ini telah diatur secara ketat dan teratur. "Ini benar-benar tipikal orang Jerman."
Sementara orang Jerman dan Tiongkok bersatu dalam kecintaan budaya mereka akan perfeksionisme, mereka cenderung saling mengkritisi ketika menyangkut masalah militer. Pada akhir 2018, Menteri Pertahanan Jerman, Ursula von der Leyen, saat itu melakukan perjalanan pertamanya menuju Cina untuk membahas masalah keamanan. Tujuannya adalah membangun kepercayaan.
Latihan gabungan seperti yang ada di Feldkirchen hanya sebatas kerja sama medis. Manuver militer tidak diagendakan dalam latihan tersebut. Bagaimanapun juga, memberikan pertolongan pertama di berbagai belahan dunia adalah sesuatu hal yang menantang. (rap/vlz)