Selamat tinggal Jakarta! Demikian pidato kenegaraan Joko Widodo saat minta izin kepada Anggota Dewan pindahkan ibu kota ke Kalimantan, Jumat (16/8). Jokowi juga imbau DPR dan kementerian ganti studi banding dengan gawai.
Iklan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta izin kepada para anggota dewan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan. Rencana pemindahan ibu kota negara ini sudah beberapa kali dibahas.
"Dengan memohon ridho Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan," kata Jokowi dalam Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, Jakarta, Jumat (16/08)
Jokowi menambahkan, ibu kota negara bisa menjadi representasi kemajuan bangsa. Pemindahan ibu kota juga sebagai bentuk meratakan ekonomi.
"Ibu kota yang bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi," ujar Jokowi.
Mencari Ibu Kota yang Sempurna
Kepadatan lalulintas, padatnya penduduk, banjir. Itulah alasan, mengapa pemerintah Indonesia merencanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta. Tapi Indonesia bukan negara pertama yang melakukannya.
Foto: Getty Images/B. Ismoyo
Nigeria - Menghindari suhu panas
Hingga 1991, kota metropolitan Lagos (kiri) menjadi ibukota Nigeria. Tetapi kota itu sudah penuh sesak. Suhu panas dan lalu lintasnya sangat padat. Abuja (kanan) terletak 300 km dari Lagos dan di lokasi yang lebih tinggi. Sehingga iklimnya lebih sejuk.
Canberra - Solusi kompromi
Di abad ke-19, dua kota Australia saling bersaing untuk menjadi ibu kota, yaitu Sydney dan Melbourne. Tetapi pemerintah memutuskan mengambil kompromi. Setelah mencari lama, keputusan jatuh pada Canberra, sebuah kota di bagian tenggara. Ibu kota itu terletak di antara Sydney dan Melbourne.
Foto: picture-alliance
Brasil - Pemindahan yang sukses
Setelah berunding lama, tahun 1960 ibukota Brasil dipindahkan dari Rio de Janeiro ke Brasilia (kanan). Di sini alasannya juga sama: Rio terlalu penuh, dan tidak terletak di tengah. Brasilia dirancang untuk berbentuk serupa tanda salib. Proyek ini dianggap kesuksesan besar, dan jadi panutan bagi banyak rencana pemindahan ibu kota lainnya.
Myanmar - Proyek kegilaan besar
2005 ibu kota Myanmar dipindahkan dari Yangon ke Naypyidaw. Dengan langkah itu, pemerintah militer mengikuti tradisi, di mana setiap dinasti di negara itu mendirikan ibu kota baru. Ibu kota baru luasnya 70 kali lipat kota Paris. Untuk pergi dari sebuah gedung pemerintah ke gedung berikutnya, orang perlu perjalanan dengan mobil selama 30 menit, melalui jalan-jalan yang kosong.
Pakistan - Militer bukan perekonomian
Pemerintah Pakistan memindahkan ibu kota dari Karachi (kiri) ke Islamabad tahun 1959. Tujuannya agar pengaruh pengusaha kaya atas politik bisa ditekan. Kota itu juga terletak lebih dekat dengan pangkalan militer utama di Rawalpindi, dan dengan kawasan Jammu dan Kashmir yang jadi ajang konflik dengan India.
Nur Sultan - Simbol sang penguasa
Astana (kanan) juga terbentuk lewat rancangan tertentu. Pindahnya ibu kota Kazachstan dari Almaty yang jadi kota perekonomian terjadi tahun 1997. Penampilan futuristiknya diberikan arsitek Jepang Kisho Kurokawa. 2019 Astana diganti namanya menjadi Nur Sultan sebagai penghormatan bagi pemimpin otoriter Nursultan Nasarbajev.
Moskow - Kebangkitan ibu kota tua
Pindahnya ibu kota Rusia dari St. Petersburg ke Moskow terjadi 1918 karena didirikannya negara Uni Sovyet oleh partai Bolshevik. Sebelumnya, Moskow sudah pernah jadi ibu kota Rusia, sebelum Tsar Peter Agung menjadikan St. Petersburg ibu kota.
Jerman - Ibu kota setelah penyatuan
Setelah Perang Dunia II, Jerman terbelah dua. Pemerintah Jerman Barat berkedudukan di Bonn (kiri), sedangkan ibu kota Jerman Timur adalah Berlin (rechts). Dalam konstitusi Jerman Barat tertulis bahwa jika Jerman bersatu kembali, yang menjadi ibu kota adalah Berlin. Dan itulah yang terjadi setelah penyatuan kembali tahun 1990. (Penulis: Rodion Ebbighausen, Ed.: ml/hp)
8 foto1 | 8
Tak perlu studi banding ke luar
Dalam pidatonya tersebut, Presiden Jokowi juga menyinggung soal kebiasaan eksekutif melakukan studi banding ke luar negeri. Jokowi mengingatkan saat ini sudah mudah mengakses informasi dari luar negeri.
"Ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, permen, ataupun perda yang dibuat. Tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi," kata Jokowi sambil
secara khusus mengingatkan jajaran eksekutif agar lebih efisien dalam bekerja. "Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita," kata Jokowi.
Jokowi lantas mengeluarkan gawai berwarna hitam dari saku kiri celananya. Sambil menunjuk gawai tersebut, Presiden terpilih periode 2019-20 24 berujar: "Mau ke Amerika? Di sini komplet, ada semuanya. Mau ke Rusia? Di sini komplet, ada semuanya. Mau ke Jerman? Di sini ada semuanya," sambung Jokowi.
Namun pesan Jokowi itu tak hanya disampaikan kepada eksekutif. Dia juga menyinggung anggota Dewan yang hadir di depannya. "Dan saya kira ini juga relevan untuk Bapak-Ibu anggota Dewan," tutur Jokowi, yang disambut tepuk tangan hadirin.