Pidato SBY Miskin Otokritik
31 Januari 2007"Tahun demi tahun besaran anggaran program pengentasan kemiskinan terus kita tingkatkan secara signifikan. Tahun 2004 anggara untuk program kemiskinan berjumlah 18 triliun Rupiah, tahun 2005 meningkat menjadi 23 triliun Rupiah, tahun 2006 melonjak hampir dua kali lipat menjadi 42 triliun Rupiah, dan tahun 2007 ini adalah 51 triliun Rupiah"
Begitulah. Dalam sebagian besar pidato awal tahun ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan.
Disebutkan Yudhoyono, pengentasan kemiskinan dan pengangguran masih akan menjadi fokus pemerintah di tahun depan. Karenanya, menurut Yudhoyono berbagai program berkaitan masalah itu akan terus dipertahankan. Seperti pemberian bantuan tunai bersyarat, beras untuk rakyat miskin, bantuan pendidikan dan kesehatan gratis.
Dalam pidato setebal 56 halaman itu Yudhoyono juga mengungkapkan keberhasilan pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
"Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi terendah, bahkan minus, menyusul terjadinya krisis di negera kita, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 dan 2006 telah mulai mendekati angka pertumbuhan sebelum krisis, yaitu sekitar 5,6 % per tahun. Kita berusaha keras agar tahun 2007 ini,dan tahun-tahun mendatang, pertumbuhan kita bisa mencapai 6% atau lebih".Bahkan menurut Yudhoyono, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 dan 2006 mestinya bisa lebih tinggi lagi. Sayangnya, terjadi sejumlah goncangan eksternal dan faktor penghambat lain. Seperti bencana alam dan kenaikan harga minyak mentah dunia.
"Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi yang kesemuanya berada di luar jangkauan kita untuk mencegahnya itu, telah cukup menyita perhatian, tenaga dan waktu kita, dan memberikan pukulan yang berat pada aspek ekonomi dan kesejahteraan rakyat . Terjadinya kerusakan infrastruktur dan sumber ekonomi lokal telah menurunkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat maupun secara nasional."Ini sebuah pidato yang ditunggu-tunggu. Awalnya akan disampaikan akhir tahun lalu, namun berulangkali ditunda karena berbagai alasan. Sayangnya, penundaan berulang kali itu tidak membuat pidato dua jam itu muncul dengan luar biasa. Memang presiden juga memapar sejumlah otokritik. Seperti praktek korupsi yang kronis, masih lemahnya penegakkan hukum dan masih rapuhnya perekonomian. Namun paparannya masih sangat umum dan biasa. Presiden tidak masuk ke persoalan nyata. Misalnya kegagalan aparat dalam melindungi HAM dan menindak pelanggarnya atau bagaimana aparat gagal menindak aksi-aksi brutal, kekerasan berdarah dan penindasan HAM yang mengatas-namakan agama.