Ultimatum kandidat presiden AS, Donald Trump, soal kontribusi NATO memaksa Jerman dan Eropa untuk meningkatkan kemampuan militernya dan sistem penangkalan serangan. Juga payung senjata nuklir mulai digagas lagi.
Iklan
Ancaman dari Donald Trump, calon presiden Partai Republik, baru-baru ini bahwa Amerika Serikat "tidak akan melindungi Eropa jika masih ada ketimpangan dalam anggaran pertahanan , dan akan mendorong Rusia untuk melakukan apapun yang mereka inginkan," memicu tekanan dari para politisi terhadap Kanselir Jerman Olaf Scholz untuk meningkatkan drastis anggaran militernya.
Karena meskipun meningkat, anggaran pertahanan Jerman yang saat ini sebesar 51,8 miliar Euro masih jauh di bawah syarat dua persen NATO, yang berarti anggaran pertahanan sebesar 85 miliar Euro. Kanselir Scholz juga mengumumkan anggaran khusus pembelian alat utama sistem pertahanan senilai 100 miliar Euro, tapi itu di luar budget reguler.
Roderich Kiesewetter, jurubicara komisi pertahanan dari partai oposisi Uni Kristen Demokrat menyebutkan, anggaran khusus pertahanan ini seharusnya dinaikkan tiga kali lipatnya. Sementara juru bicara kebijakan anggaran dari partai pemerintah SPD, Andreas Schwarz menyebutkan, akan sangat melegakan, jika anggaran pertahanan tidak dikenai aturan rem utang, dengan merujuk pada legislasi yang membatasi kemampuan pemerintah membuat utang melampaui kapasitas anggaran..
Inilah Persenjataan Jerman yang Disuplai untuk Perang Ukraina
Jerman mulanya dikritik mitra NATO, karena dinilai lamban memasok persenjataan berat ke Ukraina. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, persenjataan modern dari Jerman sudah dikirim dan dikerahkan dalam perang di Ukraina.
Foto: Marcus Brandt/dpa/picture alliance
Tank artileri pertahanan udara Gepard
Sedikitnya 30 tank pertahanan udara tipe Gepard dari Jerman sudah ikut bertempur di Ukraina. Dipersenjatai meriam ganda kaliber 35 mm, Gepard mampu menembak sasaran pesawat tempur, helikopter tempur, atau drone hingga ketinggian 3.500 meter. Tank ini juga bisa dikerahkan menyasar tank atau panser di darat.
Foto: Carsten Rehder/dpa/picture alliance
Howitzer - Panzerhaubizte 2000
Panser Howitzer 2000 dari Bundeswehr ini sedikitnya sudah 10 unit dikirim ke medan tempur di Ukraina. Dilengkapi meriam kaliber 155 mm, panser artileri otonom ini mampu menghancurkan sasaran pada jarak hingga 40 km. Panser bisa melaju hingga kecepatan 60 km/jam dan dapat melewati genangan air hingga kedalaman 1,5 meter.
Foto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance
Pelontar rudal MARS 2
Sedikitnya tiga unit pelontar rudal multi MARS 2 sudah dikirim ke Ukraina. Bersama dengan sistem artileri jarak menengah itu, juga dikirim ratusan rudalnya yang mampu mencapai sasaran sejarak 80 km. Pelontar mampu menembakkan hingga 12 roket dalam semenit, untuk menyasar terget pada jarak 16 hingga 85 km.
Foto: Sebastian Gollnow/dpa/picture alliance
Sistem artileri pertahanan udara IRIS T SLM
IRIS T SLM mampu menangkal serangan rudal, roket, drone, atau helikopter tempur pada ketinggian hingga 20 km. Satu unit sistem pertahanan udara paling modern yang harganya sekiar 145 juta euro ini sudah dioperasikan di Ukraina. Ironisnya, angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr, hingga kini belum punya sistem arhanud ini.
Foto: Joerg Carstensen/picture alliance
Tank pembangun jembatan Biber
Pemerintah di Berlin menjanjikan pengiriman 16 unit tank pembangun jembatan tipe Biber. Enam unit dijanjikan dikirim hingga akhir tahun 2022, sisanya tahun depan. Rentang jembatan hingga 22 m, lebar 4 m, dan hanya dalam hitungan waktu menit. Jembatan mampu menahan bobot hingga 55 ton atau setara satu unit tank Gepard.
Foto: Patrik Stollarz/AFP via Getty Images
MANPADS Stinger
Sistem pertahanan udara portabel Stinger sudah dikirim saat awal pecah perang di Ukraina. Berlin sudah mengirim sedikitnya 500 unit Stinger ke medang perang Ukraina. Senjata ini dipuji sangat efektif menghancurkan sasaran pesawat tempur atau helikopter hingga ketinggian 4.000 m. Roket yang ditembakkan akan mengejar sasaran secara otonom dan biasanya meledakkan tanki bahan bakar pesawat.
Foto: Ingo Wagner/dpa/picture alliance
Senjata penghancur Bunker dan Panser
Jerman sudah mengirimkan ribuan unit senjata portable penghancur bunker dan panser ini sejak awal perang Ukraina. Ditembakan dari pundak serdadu, amunisi bisa menyasar objek diam hingga 400 m atau objek bergerak hingga 300 m. Amunisinya bisa menembus baja pelindung panser setebal 300 mm atau mengancurkan bunker beton bertulang baja setebal 240 mm. (as/ha)
Foto: Sebastian Gollnow/dpa/picture alliance
7 foto1 | 7
Tumpukan tagihan pertahanan
Kebanyakan analis sepakat, militer Jerman membutuhkan anggaran lebih besar untuk memenuhi tanggung jawab pertahanan di NATO. Eva Högl, anggota komisi pertahanan di parlemen, mengatakan dalam laporannya dari Maret tahun lalu bahwa Bundeswehr sejatinya membutuhkan 300 miliar Euro untuk memenuhi syarat kapabilitas pertahanan.
Iklan
"Pidato Trump mengingatkan semua orang apa yang sedang dipertaruhkan," kata Rafael Loss, spesialis strategi pertahanan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, ECFR.
Meski jauh tertinggal, Kanselir Scholz menjanjikan pemerintahan koalisinya bakal mencapai target dua persen di masa jabatannya. Komitmen itu dibuat setelah invasi Rusia di Ukraina dan Jerman mengumumkan dana khusus pertahanan sebesar 100 miliar Euro untuk belanja alutsista hingga 2028.
Menurut sejumlah estimasi, Bundeswehr masih akan membutuhkan hingga 56 miliar Euro dana tambahan setiap tahun.
Rusia dan Ukraina: Kronik Perang yang Tidak Dideklarasikan
Akar konflik antara Rusia dan Ukraina sangat dalam. Semuanya diyakini bermuara pada keengganan Rusia untuk menerima kemerdekaan Ukraina.
Foto: Maxar Technologies via REUTERS
Berkaitan, tetapi tak sama
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina memiliki sejarah sejak Abad Pertengahan. Kedua negara memiliki akar yang sama, pembentukan negara-negara Slavia Timur. Inilah sebabnya mengapa Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut kedua negara itu sebagai "satu orang". Namun, sebenarnya jalan kedua negara telah terbagi selama berabad-abad, sehingga memunculkan dua bahasa dan budaya — erat, tapi cukup berbeda.
Foto: AP /picture alliance
1990-an, Rusia melepaskan Ukraina
Ukraina, Rusia, dan Belarus menandatangani perjanjian yang secara efektif membubarkan Uni Soviet pada Desember 1991. Moskow sangat ingin mempertahankan pengaruhnya di kawasan itu dan melihat Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS) yang baru dibentuk sebagai alat untuk melakukannya. Sementara Rusia dan Belarus membentuk aliansi yang erat, Ukraina semakin berpaling ke Barat.
Foto: Sergei Kharpukhin/AP Photo/picture alliance
Sebuah perjanjian besar
Pada tahun 1997, Rusia dan Ukraina menandatangani Treaty on Friendship, Cooperation and Partnership, yang juga dikenal sebagai "Perjanjian Besar". Dengan perjanjian ini, Moskow mengakui perbatasan resmi Ukraina, termasuk semenanjung Krimea,kawasan hunian bagi mayoritas etnis-Rusia di Ukraina.
Krisis diplomatik besar pertama antara kedua belah pihak terjadi, saat Vladimir Putin jadi Presiden Rusia masa jabatan pertama. Pada musim gugur 2003, Rusia secara tak terduga mulai membangun bendungan di Selat Kerch dekat Pulau Tuzla Ukraina. Kiev melihat ini sebagai upaya Moskow untuk menetapkan ulang perbatasan nasional. Konflik diselesaikan usai kedua presiden bertemu.
Foto: Kremlin Pool Photo/Sputnik/AP Photo/picture alliance
Revolusi Oranye
Ketegangan meningkat selama pemilihan presiden 2004 di Ukraina, dengan Moskow menyuarakan dukungannya di belakang kandidat pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Namun, pemilihan itu dinilai curang. Akibatnya massa melakukan Revolusi Oranye atau demonstrasi besar-besaran selama 10 hari dan mendesak diadakannya pemilihan presiden ulang.
Foto: Sergey Dolzhenko/dpa/picture alliance
Dorongan bergabung dengan NATO
Pada tahun 2008, Presiden AS saat itu George W. Bush mendorong Ukraina dan Georgia untuk memulai proses bergabung dengan NATO, meskipun ada protes dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Jerman dan Prancis kemudian menggagalkan rencana Bush. Pada pertemuan puncak NATO di Bucharest, Rumania, akses dibahas, tetapi tidak ada tenggat waktu untuk memulai proses keanggotaan.
Foto: John Thys/AFP/Getty Images
Tekanan ekonomi dari Moskow
Pendekatan ke NATO tidak mulus, Ukraina melakukan upaya lain untuk meningkatkan hubungannya dengan Barat. Namun, musim panas 2013, beberapa bulan sebelum penandatanganan perjanjian asosiasi tersebut, Moskow memberikan tekanan ekonomi besar-besaran pada Kiev, yang memaksa pemerintah Presiden Yanukovych saat itu membekukan perjanjian. Aksi protes marak dan Yanukovych kabur ke Rusia.
Foto: DW
Aneksasi Krimea menandai titik balik
Saat kekuasaan di Kiev kosong, Kremlin mencaplok Krimea pada Maret 2014, menandai awal dari perang yang tidak dideklarasikan antara kedua belah pihak. Pada saat yang sama, pasukan paramiliter Rusia mulai memobilisasi pemberontakan di Donbas, Ukraina timur, dan melembagakan "Republik Rakyat" di Donetsk dan Luhansk. Setelah pilpres Mei 2014, Ukraina melancarkan serangan militer besar-besaran.
Gesekan di Donbass terus berlanjut. Pada awal 2015, separatis melakukan serangan sekali lagi. Kiev menuding pasukan Rusia terlibat, tetapi Moskow membantahnya. Pasukan Ukraina menderita kekalahan kedua, kali ini di dekat kota Debaltseve. Mediasi Barat menghasilkan Protokol Minsk, sebuah kesepakatan dasar bagi upaya perdamaian, yang tetap belum tercapai hingga sekarang.
Foto: Kisileva Svetlana/ABACA/picture alliance
Upaya terakhir di tahun 2019
KTT Normandia di Paris pada Desember 2019 adalah pertemuan langsung terakhir kalinya antara Rusia dan Ukraina. Presiden Vladimir Putin tidak tertarik untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy. Rusia menyerukan pengakuan internasional atas Krimea sebagai bagian dari wilayahnya, menuntut diakhirinya tawaran keanggotaan NATO bagi Ukraina dan penghentian pengiriman senjata ke sana. (ha/as)
Foto: Jacques Witt/Maxppp/dpa/picture alliance
10 foto1 | 10
Memupus tabu payung nuklir
Kekhawatiran terhadap serangan Rusia sedemikian besar, sejumlah politisi kini mendesak adanya perlindungan payung nuklir di Eropa. Terutama setelah pidato Trump, desakan untuk membentuk satuan nuklir Eropa "bisa memicu masalah," kata Katarina Barley, bekas menteri SPD yang kini mencalonkan diri untuk pemilu parlemen Eropa.
Isu nuklir bisa memicu kontroversi. Saat ini, Prancis adalah satu-satunya negara Uni Eropa yang memiliki senjata nuklir. Tiga negara lain anggota UE, Austria, Irlandia dan Malta, menandatangani pakta larangan senjata nuklir.
Adapun Jerman sudah menandatangani klausul "Dua Ditambah Empat" dalam perjanjian reunifikasi 1990, untuk tidak membeli atau memproduksi senjata nuklir. Prancis pun tidak sedang berencana memperluas program senjata nuklirnya.
"Terlebih, siapa yang berhak meluncurkan serangan nuklir?" tukas Rafael Loss, spesialis dari ECFR, "apakah presiden komisi Eropa?`apakah yang berwenang adalah presiden Dewan Eropa? Haruskah Parlemen Eropa dilibatkan? Anda lihat masalahnya?," kata dia.
Senjata nuklir milik Uni Eropa "akan sangat mengganggu tatanan nuklir glonal. Langkah ini bisa ditiru oleh negara di belahan dunia lain dan juga memaksa Jerman melanggar komitmen internasionalnya," imbuhnya.
"Saya tidak melihat adanya masa depan, di mana Uni Eropa dalam bentuknya saat ini akan mampu menjamin daya gertak nuklir yang kredibel."