Apa Pilihan Warga Berlatar Belakang Migran di Pemilu Jerman?
17 September 2021Ada lebih 60 juta orang yang berhak memilih dalam pemilihan umum Jerman pada 26 September mendatang. Sementara kampanye pemilu sedang mencapai puncaknya, ada kelompok pemilih yang sering diabaikan, yaitu pemilih berlatar belakang migran, yang mencakup sekitar 7,4 juta orang, atau 12% dari seluruh pemilih Jerman.
Jumlah tersebut patut dipertimbangkan, tetapi kelompok pemilih ini jarang menjadi perhatian secara langsung, kata ilmuwan sosial Sabrina Mayer. Saat ini dia sedang mengerjakan studi tentang sikap warga Jerman berlatar belakang migran di Duisburg, sebuah kota dengan tingkat penduduk migran yang tinggi di negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW). Mayer sendiri sering terkejut, "bahwa di kota seperti ini, warga dengan latar belakang migrasi sangat jarang dibahas secara langsung atau menjadi topik di poster-poster kampanye," katanya.
Ini mungkin juga salah satu alasan, mengapa tingkat partisipasi pemilu di kalangan ini rendah. Pada pemilu 2017, tingkat partisipasi pemilih berlatar belakang migran hanya sekitar 20 persen, jauh di bawah tingkat partisipasi rata-rata, yang mencapai 76,2 persen.
"Kalau suatu kelompok merasa tidak diperhatikan, maka mereka akan lebih jarang memilih, sehingga pada gilirannya ketertarikan partai-partai politik untuk isu ini juga berkurang. Itu sebabnya jumlah pemilih (dari kalangan ini) terus menurun, " kata Sabrina Mayer.
Hanya sedikit data ilmiah
Tetapi baru sedikit fakta yang diketahui tentang sikap dan perilaku politik kelompok migran, misalnya partai mana yang cenderung mereka pilih, dan mengapa. Studi yang dilakukan selama ini cenderung terbatas cakupan kelompok migran terbesar.
Yayasan politik Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) dari Partai Demokrat Kristen CDU tahun 2015 dan 2019 pernah melakukan studi semacam itu, di tahun 2015 dan 2019, dengan fokus pada tiga kelompok migran terbesar di Jerman, yaitu pemilih dengan latar belakang Turki (2,8 juta orang), Rusia (1,4 juta orang), dan Polandia (2,2 juta orang).
Hasil kedua studi itu relatif konstan. "Orang-orang yang datang datang dari Rusia cenderung memilih CDU dan CSU, sedangkan dengan latar belakang Turki (cenderung memilih) Sosialdemokrat SPD," demikian disebutkan dalam kesimpulan studinya.
Namun, selama beberapa tahun belakangan, pola seperti itu telah melemah, dan ada "mobilitas tingkat tinggi lintas partai politik". Menurut Konrad Adenauer Stiftung, pemilih berlatar belakang Rusia sekarang juga memilih partai ultra kanan AfD, sedangkan pemilih berlatar belakang Turki juga banyak yang beralih dari SPD ke partai CDU dan CSU. Pemilih yang berlatar belakang Polandia cenderung memilih Partai Hijau.
Pertanda baik untuk demokrasi
Mobilitas baru di kotak suara ini harus dilihat sebagai tanda "normalisasi," kata para peneliti KAS. Bagaimanapun, mobilitas dalam pemilihan umum memang telah meningkat secara umum, jadi berlaku juga bagi seluruh pemiluh Jerman.
Sabrina Mayer juga melihatnya begitu: "Loyalitas kepada partai menurun, keputusan (pilihan) dibuat berdasarkan topik, dan apa yang menarik bagi individu itu, alih-alih orang hanya memilih sebagai blok untuk partai politik tertentu."
Namun, partai-partai politik kelihatannya belum memanfaatkan peluang ini. "Warga berlatar belakang migran mewakili potensi pemilih yang cukup besar bagi politik," kata organisasi Citizens For Europe. "Mereka menyesuaikan diri dengan apa yang ditawarkan kepada mereka, sementara platform politik semakin beragam."
Lembaga pers yang fokus pada masalah migrasi dan integrasi, Mediendienst Integration mengatakan, banyak topik yang sangat penting bagi para pemilih berlatar belakang migran, tapi masih diabaikan oleh para politisi.
Kesimpulannya, untuk menarik lebih warga berlatar belakang migran terlibat dalam pemilu dan politik, perlu lebih banyak wakil rakyat yang berlatar belakang migran di parlemen. Saat ini, hanya 58 dari 709 anggota parlemen Jerman Bundestag yang berlatar belakang migran.
(hp/rap)