Jutaan pemilih Indonesia hari Rabu mengikuti pemungutan suara untuk pemilihan kepala daerah (PILKADA). Politik uang masih berkuasa, tapi sentimen agama sudah tidak laku.
Iklan
Lebih 100 juta pemilih di lebih tigapuluh provinsi yang berhak mengikuti PILKADA 2015 di 264 daerah pemilihan. Untuk pertama kalinya, pemilihan kepala daerah berlangsung secara serentak. Ada lebih dari 202.000 tempat pemungutan suara yang disiapkan.
Pemerintah setempat juga menyiapkan penjagaan keamanan untuk mengantisipasi kemungkinan pertikaian dan kekerasan. Sekitar 192.000 polisi dan 35.000 tentara dikerahkan untuk menjamin pelaksanaan pemungutan suara berjalan lancar.
Pilkada kali ini menentukan posisi gubernur provinsi, bupati dan walikota. Hanya DKI Jakarta dan DI Aceh yang tidak ikut pilkada serentak. Jakarta abaru kann menggelar pemilihan gubernur tahun 2017, sementara Aceh akan memilih pemimpin daerahnya bulan Februari mendatang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pilkada di lima derah, yaitu di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak di Papua, Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar di Sumatra Utara dan Kota Manado di Sulawesi Utara.
Penundaan dilakukan karena ada perubahan komposisi calon kepala daerah, menyusul putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta dalam kasus sengketa pasangan calon.
Di Tangerang Selatan (Tangsel) lembaga penelitian Charta Politika memenangkan calon nomor urut 3, yakni pasangan Airin Rachmi Diany - Benyamin Davnie. Perolehan suara mereka dalam hasil hitung cepat sementara mencapai 60,2 persen suara, setelah data-data yang masuk mencapai 96 persen.
Airin Rachmi Diany adalah Wali Kota Tangerang Selatan sejak April 2011. Mantan Mojang Parahyangan Bandung dan Mojang Jawa Barat ini adalah istri Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) yang sempat dikenal luas karena kasus korupsi bersama kakaknya, Ratu Atut Chosiyah.
Di Solo, isu SARA ternyata tidak mempan lagi untuk menghentikan kemenangan pasangan FX Hadi Rudyatmo – Achmad Purnomo di pemilihan walikota. Sehari sebelum pemungutan suara, beredar santer berita dan ajakan di media-media Islam seperti Panjimas.com, agar warga muslim Solo menolak pemimpin non muslim. Namun pasangan non Islam iszulan yang unggul dalam hasil hitung cepat yang dilakukan berbagai pihak. Pasangan Islam Anung Indro Susanto – M Fajri yang didukung partai PKS, PAN, Demokrat dan Gerindra tertinggal dengan selisih suara cukup besar.
Secara keseluruhan, pemungutan suara hari Rabu berlangsung lancar. Tidak ada insiden berarti yang diberitakan media. Laporan-laporan media fokus pada trend di beberapa daerah. Yang jadi salah satu sorotan misalnya kabupaten Tangerang Selatan (Tangsel). Hasil akhir diharapkan akhir diharapkan rampung akhir bulan ini.
Pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pilkada secara serentak untuk menghemat biaya. Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, pilkada serentak berjalan lancar tanpa insiden yang signifikan.
Dua Wajah Tentara - NKRI di Bawah Bayang Militer
TNI banyak berjasa menyatukan Indonesia. Tapi kiprah mereka di tiga wilayah justru membuktikan sebaliknya. Pendekatan keamanan yang dianut mabes di Cilangkap justru mendorong separatisme dan mengancam keutuhan NKRI
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Ancaman Terhadap NKRI?
Presiden Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang memahami perlunya perubahan di tubuh TNI. Ia memerintahkan pergeseran paradigma di Papua, "bukan lagi pendekatan keamanan represif, tetapi diganti pendekatan pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan." Diyakini, kiprah TNI menjaga kesatuan RI justru banyak melahirkan gerakan separatisme.
Foto: Reuters/Beawiharta
Api di Tanah Bara
Sejak Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang banyak memicu keraguan, Papua berada dalam dekapan militer Indonesia. Sejak itu pula Jakarta menerapkan pendekatan keamanan buat memastikan provinsi di ufuk timur itu tetap menjadi bagian NKRI. Tapi keterlibatan TNI bukan tanpa dosa. Puluhan hingga ratusan kasus pelanggaran HAM dicatat hingga kini.
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images
Rasionalisasi Pembunuhan
Tudingan terberat ke arah mabes TNI di Cilangkap adalah rasionalisasi pembunuhan warga sipil di Papua. Theys Hiyo Eluay yang ditemukan mati tahun 2001 silam adalah salah satu korban. Pelakunya, anggota Komando Pasukan Khusus, mendapat hukuman ringan berkat campur tangan bekas Kepala Staf TNI, Ryamizad Ryacudu yang kini jadi Menteri Pertahanan. "Pembunuh Theys adalah pahlawan," katanya saat itu
Foto: Getty Images/AFP/T. Eranius
Merawat Konflik, Menjaga Kepentingan
Berulangkali aksi TNI memprovokasi konflik dan kerusuhan. Desember 2014 silam aparat keamanan menembak mati empat orang ketika warga Paniai mengamuk lantaran salah satu rekannya dipukuli hingga mati oleh TNI. Provokasi berupa pembunuhan juga dilakukan di beberapa daerah lain di Papua. Faktanya nasionalisme Papua berkembang pesat akibat tindakan represif TNI, seperti juga di Aceh dan Timor Leste
Foto: picture-alliance/dpa
Seroja Dipetik Paksa
Diperkirakan hingga 200.000 orang meninggal dunia dan hilang selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Leste. Sejak operasi Seroja 1975, Timor Leste secara praktis berada di bawah kekuasaan TNI, meski ada upaya kuat Suharto buat membangun pemerintahan sipil.
Foto: picture-alliance/dpa
Petaka di Santa Cruz
Kegagalan pemerintahan sipil Indonesia di Timor Leste berakibat fatal. Pada 12 November 1991, aksi demonstrasi mahasiswa menuntut referendum dan kemerdekaan dijawab dengan aksi brutal oleh aparat keamanan. Sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Kegelapan
Sejak pembantaian tersebut Indonesia mulai dihujani tekanan internasional buat membebaskan Timor Leste. Australia yang tadinya mendukung pendudukan, berbalik mendesak kemerdekaan bekas koloni Portugal itu. PBB pun mulai menggodok opsi misi perdamaian. Akhirnya menyusul arus balik reformasi 1998, penduduk Timor Leste menggelar referendum kemerdekaan tahun 1999 yang didukung lebih dari 70% pemilih.
Foto: picture-alliance/dpa/Choo
Serambi Berdarah
Pendekatan serupa dianut TNI menyikapi kebangkitan nasionalisme Aceh, meski dengan akhir yang berbeda. Perang yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka, dijawab dengan teror terhadap pendukung dan simpatisan organisasi pimpinan Hasan Tiro itu. Namun berbagai aksi keji TNI justru memperkuat kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Daerah Operasi Militer
Dua kali Jakarta mendeklarasikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, antara 1990-1998 dan 2003-2004. Amnesty International mencatat, perang di Aceh sedikitnya menelan 15.000 korban jiwa, kebanyakan warga sipil. TNI dituding bertanggungjawab dalam banyak kasus pelanggaran HAM, antara lain penyiksaan dan pemerkosaan, tapi hingga kini tidak ada konsekuensi hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/Saini
Alam Berbicara
Perang di Aceh berakhir dramatis. Di tengah eskalasi kekerasan pada masa darurat militer, bencana alam berupa gempa bumi dan Tsunami menghantam provinsi di ujung barat Indonesia itu. Lebih dari 100.000 penduduk tewas. Tidak lama kemudian semua pihak yang bertikai sepakat berdamai dengan menandatangani perjanjian di Helsinki, 2005.