1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Travel

Saat Pilot Pesawat Banting Setir Jadi Masinis di Masa Corona

Andreas Spaeth
26 Mei 2021

Pandemi COVID-19 tidak hanya membuat ribuan pesawat teronggok di bandara. Sejumlah pilot pun kini menukar kursi di kokpit dengan kursi masinis. Jasa pengemudi kereta ternyata sangat dibutuhkan.

Ilustrasi pilot pesawat komersial
Ilustrasi pilot pesawat komersialFoto: picture-alliance/dpa/J.Woitas

Situasi penerbangan global, dan utamanya bagi para pilot maskapai penerbangan, belum lepas dari krisis. Hingga berita ini turun, di Eropa saja sepertiga dari seluruh pesawat penumpang komersial masih dilarang terbang. Pada 4 Mei lalu, perusahaan penerbangan Jerman Lufthansa mengumumkan bahwa mereka mengoperasikan 81% lebih sedikit penerbangan dibandingkan hari yang sama tahun 2019. Sebagian besar dari penerbangan ini khusus untuk kargo.

Selama beberapa bulan terakhir pandemi, pembatasan perjalanan dan jadwal penerbangan yang kian menipis jadi mimpi buruk yang nyaris tanpa ujung bagi kapten dan para awak, mengancam pekerjaan ribuan orang lainnya. Serikat pekerja pilot di Eropa, EPA, memperkirakan bahwa dari sekitar 65.000 staf kokpit di Eropa sebelum pandemi, ada 18.000 orang yang mungkin secara permanen akan kehilangan pekerjaan mereka. Lufthansa sendiri mungkin terpaksa mengurangi 1.200 staf kokpit pada tahun depan.

Sebuah jajak pendapat terhadap hampir 2.600 pilot di seluruh dunia oleh GOOSE Recruitment dan situs berita industri FlightGlobal di Inggris yang dirilis pada awal tahun ini menemukan hanya 43% pilot dan kru kokpit yang masih melakukan pekerjaan mereka. Sementara 30% lainnya menganggur, 17% cuti dan 10% mengerjakan pekerjaan yang tidak melibatkan aktivitas penerbangan. Sekitar 82% dari responden menyatakan bersedia menerima lebih sedikit gaji asalkan punya kesempatan mendapatkan pekerjaan baru.

Posisi masinis sangat dibutuhkan

Krisis di dunia penerbangan memang masih jauh dari selesai. Namun pilot maskapai penerbangan kini menemukan adanya permintaan akan keterampilan mereka dari perusahaan transportasi darat. Perusahaan kereta api di Jerman, Austria, dan Swiss saat ini sangat mencari pengemudi profesional. Begitu juga dengan otoritas transportasi umum di Hong Kong dan operator bus charter di Australia. Akibatnya, semakin banyak pilot maskapai yang banting stir kokpit. 

Pesawat milik maskapai asal Jerman Lufthansa terparkir di BER Airport di Berlin, menunggu kepastian kapan bisa terbang lagi.Foto: picture-alliance/dpa/T. Schöning

Bahkan sebelum adanya pandemi COVID-19, operator kereta api Jerman Deutsche Bahn merasa kesulitan untuk mengatur jadwal kereta karena kurangnya masinis. Sementara operator kereta di Swiss SBB bahkan meluncurkan kampanye perekrutan di negara-negara Eropa lainnya, tetapi langkah ini tidak begitu berhasil. Sekarang dengan semakin banyak pilot yang tidak bekerja, keberuntungan perusahaan-perusahaan ini kemungkinan berbalik.

Pekerjaan masinis mirip dengan pilot

Pilot umumnya dianggap terlatih, ulet, dan dapat diandalkan - kualitas profesional yang juga dibutuhkan untuk pekerjaan masinis. Baru-baru ini, Deutsche Bahn mengatakan kepada kantor berita Jerman dpa bahwa mereka telah menerima lamaran pekerjaan dari 1.500 mantan pilot dan pramugari, dan sejauh ini mereka telah mempekerjakan sekitar 280 orang, termasuk 55 pilot dan 107 mantan awak kabin.

Dennis Seidel bekerja selama 10 tahun sebagai pilot LGW, anak perusahaan dari maskapai penerbangan Jerman, Air Berlin. Dalam sebuah wawancara dengan portal industri penerbangan Jerman, ailiners.de, Seidel mengatakan menjadi pilot adalah impian masa kecilnya. Namun impian ini tiba-tiba berakhir ketika LGW kolaps dihantam pandemi COVID-19. Impian keduanya adalah mengemudikan kereta sehingga berganti pekerjaan bukan hal yang sulit baginya.

Menjadi masinis juga butuh konsentrasi tinggi seperti di ruang kokpit pesawatFoto: Arne Dedert/dpa/picture-alliance

Seidel saat ini menjalani pelatihan sebagai pengemudi mesin di Deutsche Bahn. Proses kualifikasi untuk pekerjaan ini bisa memakan waktu 10 hingga 12 bulan dan utamanya difokuskan pada cara kerja dan pengoperasian mesin kereta. 

"Dilihat dari apa yang sebenarnya Anda lakukan, tugasnya sangat mirip. Masinis memiliki tugas yang sama tanggung jawabnya dengan pilot," kata Seidel kepada airliner.de. Perbedaan terbesarnya adalah bahwa kini ia mengemudi sendirian tanpa co-pilot, dan ada lebih banyak penumpang di kereta ICE yang berkecepatan tinggi daripada di pesawat.

Sarankan calon pilot untuk punya rencana cadangan

Tentu saja, pilot lain punya lain cerita soal pemotongan gaji. Earnest Li dari Hong Kong telah menjadi kapten Airbus selama 19 tahun sebelum anak perusahaan Cathay Pacific yakni Cathay Dragon bangkrut pada akhir tahun lalu.

Sekarang pilot veteran itu mengemudikan bus tingkat untuk perusahaan bus lokal yaitu Kowloon Motor Bus Company. Ia juga mengumumkan perubahan pekerjaan dari pilot menjadi sopir bus lewat Facebook pada Desember 2020. 

"Saat ini semua orang berada di titik terendah dalam hidup, tetapi itu bukan kesalahan kita. Kita masih merupakan pilot terbaik," tutur Earnest Li. Ia mengungkapkan bahwa sekarang ia menerima gaji bulanan sekitar 17.400 dolar Hong Kong atau 32 juta rupiah lebih sedikit daripada gajinya sebagai kapten di Cathay.

Kisah Li dan13 mantan pilot Qantas lainnya yang sebelumnya menerbangkan superjumbo Airbus A380 dan kini mengangkut turis ke seluruh Australia dengan bus tur sewaan, telah dibagikan oleh banyak staf maskapai penerbangan di seluruh dunia.

Di Jerman, sejauh ini hanya ada beberapa kasus pilot yang berganti haluan menyusuri rel kereta api, kata Jansi Schmitt, juru bicara serikat pilot Cockpit.

"Secara umum, kami menyarankan semua orang untuk membuat Plan B bahkan sebelum memulai pelatihan kokpit," kata Schmitt kepada DW. Namun tidak banyak yang mengira bahwa cadangan ini pada akhirnya berarti menjadi pengemudi kereta api, trem, atau bus.

(ae/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait