Kabinet Jerman mencapai kesepakatan soal larangan terhadap produk plastik sekali pakai. Larangan ini sejalan dengan pedoman dari UE untuk kurangi limbah. Larangan berlaku mulai Juli 2021.
Iklan
Kabinet Jerman sepakat Rabu (24/06) untuk menghentikan penjualan produk plastik sekali pakai. Antara lain: sedotan sekali pakai, juga tempat makan dan minum dari plastik. Larangan yang mulai berlaku 3 Juli 2021 itu, sejalan dengan pedoman Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi jumlahlimbah plastik.
Keputusan ini berarti, penjualan benda-benda seperti tangkai plastik untuk memegang balon, serta cangkir dan kotak polistirena juga akan dilarang mulai di tanggal sama.
Departemen Lingkungan Hidup Svenja Schulze mengatakan, keputusan itu termasuk upaya meninggalkan "kebudayaan senang membuang". Hingga 20% sampah yang dikumpulkan dari taman-taman dan fasilitas publik lainnya di Jerman terdiri dari plastik sekali pakai, terutama kontainer polistirena.
"Banyak produk plastik sekali pakai tak berguna dan berasal dari sumber yang bersifat tidak berkelanjutan", demikian diungkap Schulze.
Menurut data yang dipublikasikan Badan Lingkungan Hidup Jerman atau Umweltbundesamt (UBA), Jerman mencetak rekor dalam hal limbah bahan pengepakan di tahun 2017, ketika limbah itu mencapai 18,7 juta ton.
Robot Penyedot Plastik Bersihkan Kali Jakarta
Sebuah perusahaan Belanda membawa robot pembersih sungai ke salah satu titik episentrum polusi sampah plastik di dunia, yakni Indonesia. Proyek ujicoba pertama dilakukan di Kali Cengkareng Drain, Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Ditertawakan, Lalu Dirayakan
Hampir satu dasawarsa silam dunia menertawakan gagasan seorang remaja Belanda membersihkan samudera Bumi secara pasif dengan memanfaatkan gelombang laut. Kini Boyan Slat menjadi pionir usaha pembersihan samudera dan sungai di dunia. Dan dia membawa temuan terbarunya ke Indonesia.
Foto: theoceancleanup.com
Penyedot Plastik Raksasa
Interceptor adalah sebuah wahana nirawak yang mampu menyedot hingga 100 ton sampah plastik per hari. Ia digerakkan oleh energi matahari dan bisa bekerja siang malam tanpa memproduksi polusi suara atau udara. The Interceptor juga tercatat memiliki kapasitas penampungan hingga 50 meter kubik plastik.
Foto: The Ocean Cleanup
"Semudah penyedot debu"
Setelah penuh, sistem komputer di dalam kapal akan mengirimkan pesan ke operator untuk menepi dan mengosongkan muatan. Slat berjanji prosesnya "semudah seperti mengosongkan kantung penyedot debut," kata dia seperti dilansir Jakarta Post. Wahana buatannya itu dijadwalkan beroperasi selama 24 jam penuh.
Foto: The Ocean Cleanup
Episentrum Polusi Plastik
Sebagai proyek pertama The Ocean Cleanup memilih Indonesia lantaran tercatat sebagai salah satu negara penyumbang polusi plastik terbesar di dunia. Untuk itu Boyan menurunkan The Interceptor serta sekelompok insinyur untuk membersihkan Kali Cengkareng Drain di Jakarta Barat.
Foto: The Ocean Cleanup
Pertama di Dunia
"Ini adalah sungai kotor pertama yang ingin kami bersihkan," kata Sjoerd Drenkelford, pakar instalasi The Ocean Cleanup di Jakarta. Sebelum diterjunkan ke Jakarta, The Interceptor sempat diujicoba di Belanda, kisahnya. Namun di sana anggota tim harus ekstra membuang sampah lantaran kondisi sungai yang terlalu bersih.
Foto: The Ocean Cleanup
Seribu Masalah Polusi
Bersama The Interceptor, Boyan Slat berambisi ingin membersihkan 1.000 sungai paling kotor di Bumi" dalam waktu lima tahun. Sungai-sungai tersebut berkontribusi sebanyak 80% terhadap polusi plastik global. Selain Indonesia, satu unit Interceptor juga sudah diterjunkan di Malaysia dan yang ketiga sedang disiapkan untuk Vietnam.
Foto: The Ocean Cleanup
Mimpi di Siang Bolong?
Namun upaya terbaru Boyan bukan tanpa kritik. Ilmuwan terutama menyayangkan bahwa The Ocean Cleanup menjual mimpi yang mustahil terwujud dan akan menyedot dana yang biasanya digunakan untuk metode pembersihan sungai yang sudah teruji. Minimnya penelitian terkait jumlah plastik juga membuat upaya pembersihan menjadi percuma.
Foto: picture-alliance/AP/The Ocean Cleanup
Pencegahan Ketimbang Pembersihan
Sebab itu pemerhati lingkungan dan ilmuwan lebih menitikberatkan kampanye anti plastik untuk mendorong penduduk agar tidak membuang plastik di sungai atau laut, ketimbang upaya pembersihan yang menurut Dianna Cohen, Direktur Plastik Pollution Coallition, tidak akan ada habisnya, tutur dia kepada Mongabay. (rzn/as, dari berbagai sumber)
Foto: The Ocean Cleanup
8 foto1 | 8
Polusi polistirena
Dalam sebuah jalur polusi lain, ilmuwan sudah menemukan polistirena di dalam tubuh organisme kecil yang tinggal di dalam tanah di Antarktika.
Penemuan itu menyulut dugaan bahwa polusi mikroplastik sudah masuk sangat dalam ke ekosistem yang berbasis di tanah, di daerah yang paling terpencil di dunia.
Walaupun ilmuwan tidak bisa membuktikan bahwa mikroplastik sudah menyebar di seluruh lautan dunia, studi tersebut jadi contoh pertama kontaminasi pada rantai makanan di Antarktik.
"Jadi plastik sudah masuk bahkan jaringan tanah yang paling terpencil di planet ini, dengan potensi risiko bagi seluruh biota dan ekosistem", demikian dikatakan para ilmuwan setelah penemuan mereka dipublikasikan di jurnal Biology Letters.