1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Plastik Sekali Pakai Akan Dilarang di Jerman

25 Juni 2020

Kabinet Jerman mencapai kesepakatan soal larangan terhadap produk plastik sekali pakai. Larangan ini sejalan dengan pedoman dari UE untuk kurangi limbah. Larangan berlaku mulai Juli 2021.

Sampah plastik di pantai Mumbai, India
Foto ilustrasi sampah plastikFoto: picture-alliance/Zuma Press/S. Sharma

Kabinet Jerman sepakat Rabu (24/06) untuk menghentikan penjualan produk plastik sekali pakai. Antara lain: sedotan sekali pakai, juga tempat makan dan minum dari plastik. Larangan yang mulai berlaku 3 Juli 2021 itu, sejalan dengan pedoman Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi jumlahlimbah plastik.

Keputusan ini berarti, penjualan benda-benda seperti tangkai plastik untuk memegang balon, serta cangkir dan kotak polistirena juga akan dilarang mulai di tanggal sama.

Departemen Lingkungan Hidup Svenja Schulze mengatakan, keputusan itu termasuk upaya meninggalkan "kebudayaan senang membuang". Hingga 20% sampah yang dikumpulkan dari taman-taman dan fasilitas publik lainnya di Jerman terdiri dari plastik sekali pakai, terutama kontainer polistirena.

"Banyak produk plastik sekali pakai tak berguna dan berasal dari sumber yang bersifat tidak berkelanjutan", demikian diungkap Schulze.

Menurut data yang dipublikasikan Badan Lingkungan Hidup Jerman atau Umweltbundesamt (UBA), Jerman mencetak rekor dalam hal limbah bahan pengepakan di tahun 2017, ketika limbah itu mencapai 18,7 juta ton.

 

 

Polusi polistirena

Dalam sebuah jalur polusi lain, ilmuwan sudah menemukan polistirena di dalam tubuh organisme kecil yang tinggal di dalam tanah di Antarktika.

Penemuan itu menyulut dugaan bahwa polusi mikroplastik sudah masuk sangat dalam ke ekosistem yang berbasis di tanah, di daerah yang paling terpencil di dunia.

Walaupun ilmuwan tidak bisa membuktikan bahwa mikroplastik sudah menyebar di seluruh lautan dunia, studi tersebut jadi contoh pertama kontaminasi pada rantai makanan di Antarktik.

"Jadi plastik sudah masuk bahkan jaringan tanah yang paling terpencil di planet ini, dengan potensi risiko bagi seluruh biota dan ekosistem", demikian dikatakan para ilmuwan setelah penemuan mereka dipublikasikan di jurnal Biology Letters.

ml/vlz (AP, AFP, dpa)

 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait