Berasal dari Swedia, 'plogging' adalah aktivitas kebugaran di mana peserta memungut sampah yang mereka temukan di rute jogging. Sehat sekaligus ramah lingkungan.
Iklan
Awalnya telah dimulai sekitar tahun 2016, namun sekarang mulai mengglobal, karena semakin tingginya kesadaran dan kekhawatiran orang-orang akan meningkatnya jumlah plastik di laut.
Daya tarik dari plogging adalah kesederhanaan dalam kegiatannya. Anda hanya butuh perlengkapan jogging dan kantung sampah dan semakin bugar dengan melakukan hal yang baik. Dengan berlari, kemudian jongkok untuk memungut sampah, manfaat kesehatan diasumsikan meningkat.
Apa Itu Plogging?
01:01
"Apa pun yang membuat orang keluar dari alam dan terhubung secara positif dengan lingkungan mereka adalah hal yang baik," kata Lizzie Carr, seorang ahli lingkungan yang membantu mendirikan Patroli Plastik, sebuah kampanye nasional untuk membersihkan jalur air bersih polusi. "Kita perlu menjaga momentum tetap tinggi dan tekanannya meningkat, dan memberdayakan orang melalui inisiatif seperti plogging dan patroli plastik," tambahnya.
Kegiatan ini jadi tren baru di Swedia. Erik Ahlstrom, pendiri "plogga" yang aktif dalam kegiatan plogging mengatakan: "Trennya adalah bahwa akan semakin banyak sampah di Swedia dan kita yang menganggapnya penting. Kita harus mengubah situasi - tidak sulit. Kita mengambil sampah dari yang kita lihat."
Sementara Anna Olsson seorang perempuan yang ikut dalam kegiatan plogging menyebutkan: "Ini pertama kalinya saya bergabung tapi saya rasa bagus, ada banyak sampah di sepanjang jalan. Dan adalah hal yang baik untuk memungutinya!”
Erik Ahlstrom menambahkan: "Jumlah sampah mengkhawatirkan, jika dibiarkan akan ada lebih banyak plastik di laut daripada ikan pada tahun 2050. Ada banyak hal penting.”
Avani Cegah Bumi Jadi Planet Plastik
Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia, Sebuah perusahaan peduli lingkungan di Bali tak ingin melihat Bumi Indonesia jadi rusak akibat sampah plastik. Apa yang dilakukannya?
Foto: Avani-Eco 2017
Dari darat ke lautan
80 persen sampah plastik di lautan berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah terbuka menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke lautan. Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun.
Foto: Avani-Eco
Gerakan 3R? Tidak cukup
Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata. Kevin Kumala mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional. Baginya, plastik yang bisa terurai akan melengkapi gerakan 3R: Reduce, Reuse, Recycle. Ditambah satu R lagi, Replace atau membuat pengganti.
Foto: Avani-Eco 2017
Buat produk ramah lingkungan
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung.
Foto: Avani-Eco 2017
Dasyatnya efek sedotan plastik
Bayangkan jika setiap hari, tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta orang menggunakan satu sedotan plastik dan membuangnya setelah sekali pakai. Sedotan yang mungil itu jadi masalah karena jika sampahnya terakumulasi, maka bisa mencapai 5.000 kilometer.
Foto: Avani-Eco 2017
Plastik ekologis
Produk baru diharapkan jadi solusinya, yakni: berbagai produk plastik ekologis. Bahan bakunya berasal dari sumber daya terbarukan. Karena itu dapat terurai dengan cepat menjadi kompos. Walau begitu, plastik ekologis ini juga tidak mudah sobek, bisa dibubuhi cap atau logo perusahaan, dan dapat diproses di mesin pengolah plastik konvensional.
Foto: static1.squarespace.com
Tak meninggalkan residu beracun
Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Foto: Avani-Eco 2017
Produk paling diminati
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Foto: Avani-Eco 2017
Bisa diminum
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mengatakan tas kantung palstik ini bahkan juga bisa diminum. Caranya, celupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas. Tas itu kemudian larut dalam air dan bisa langsung diminum. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Foto: Avani-Eco
Masih mahal
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. (Ed: Purwaningsih/AS/copyright gambar: Avani Eco)