Ribuan warga Australia pada Minggu (28/04) berunjuk rasa untuk memprotes kekerasan berbasis gender. PM Anthony Albanese merespons dengan menyebut KDRT sebagai “krisis nasional."
Iklan
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese menyebut kekerasan domestik atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai "krisis nasional”, saat ribuan orang melakukan aksi protes di seluruh negeri terhadap kekerasan pada perempuan.
"Krisis nasional mengharuskan tanggapan nasional pula,” kata Albanese pada Senin (29/04) dalam unggahannya di media sosial X/Twitter.
"Itulah mengapa saya mengumpulkan Kabinet Nasional pada Rabu (01/05) pagi untuk mengambil tindakan terhadap kekerasan pada perempuan,” tambahnya.
Sedikitnya 27 perempuan Australia meninggal dunia sepanjang tahun ini, yang diduga terjadi akibat kekerasan berbasis gender.
"Fakta bahwa ... seorang perempuan meninggal dunia rata-rata setiap empat hari di tangan pasangannya adalah sebuah krisis nasional,” ungkap PM Albanese pada siaran televisi Nine Network.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Aksi protes menuntut UU yang lebih ketat
Ribuan orang ikut serta dalam unjuk rasa di berbagai kota di Australia pada Minggu (28/04), untuk menyerukan undang-undang yang lebih ketat terhadap kekerasan pada perempuan.
PM Albanese, Menteri Perempuan Australia Katy Gallagher dan Menteri Layanan Sosial Amanda Rishworth juga ikut hadir dalam aksi protes di ibu kota Australia, Canberra pada Minggu (28/04). Ketiganya sempat mendapat sambutan yang kurang bersahabat.
Referendum di Australia tentang Hak Penduduk Asli
Haruskah penduduk asli di Australia mempunyai suara dalam pengambilan keputusan politik dan sosial di parlemen? Australia bersiap menggelar referendum The Voice pada hari Sabtu (14/10).
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Hasilnya belum jelas
Tarna Andrews, guru dan mantan kepala sekolah, telah mengajar di pemukiman penduduk Abrorigin selama 38 tahun. Pada 14 Oktober 2023, warga Australia akan melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah mereka akan mengakui masyarakat Aborigin dan Penduduk Pribumi Selat Torres dalam konstitusi mereka. “Jika saya memilih, apakah pemerintah akan mendengarkan saya?” tanya Tama Andrews.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Perspektif masa depan yang suram
Penduduk asli tinggal tersebar luas di sekitar Kota Alice Springs di Australia tengah. Para anggotanya mengeluhkan kurangnya lapangan kerja, layanan kesehatan yang tidak memadai, dan internet yang tidak merata. Banyak warga masyarakat adat yang tidak bisa membaca. Kesempatan pendidikan sangat terbatas.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Apakah hasil “Ya” akan membawa perubahan?
Referendum ini adalah tentang perubahan konstitusi yang dimaksudkan untuk memberikan masyarakat adat lebih banyak suara. Untuk mencapai tujuan ini, sebuah lembaga baru, The Voice, akan dibentuk dan akan memberikan masukan tidak mengikat kepada para pembuat undang-undang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penduduk asli Australia.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Masih banyak yang belum jelas
Pensiunan Patrick Oliver, yang tinggal serumah dengan 15 kerabatnya, merasa skeptis dengan hal ini. Ia baru mendengar konsep tersebut dua bulan lalu dan ingin tahu bagaimana konsep tersebut dapat membantu komunitasnya sekitar 600 warga. Ia bertanya-tanya apa yang akan terjadi dengan hak masyarakat adat untuk memiliki tanah.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Banyak kaum muda menganggur
Alice Springs menjadi berita utama tahun lalu setelah melonjaknya angka kejahatan dan beberapa penduduk menyalahkan pemuda Aborigin atas kerusakan properti dan penyerangan yang dipicu oleh konsumsi narkoba dan alkohol. Pihak berwenang kemudian memberlakukan kembali pembatasan alkohol. Sampai sekarang banyak generasi muda yang belum mendapat pekerjaan.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Tidak ada aturan yang jelas
Berbeda dengan Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat, Australia tidak memiliki perjanjian dengan masyarakat penduduk asli, yang berjumlah sekitar 3,8 persen dari total populasi. Mereka mengalami perampasan tanah hingga abad ke-20. Banyak di antara mereka yang hidup dalam kemiskinan dan memiliki harapan hidup yang lebih rendah, tingkat penahanan yang tinggi, dan hasil pendidikan yang buruk.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Kampanye untuk opsi "Ya"
Pemerintah mengatakan The Voice akan membantu mengatasi permasalahan tersebut dengan berkonsultasi dengan masyarakat untuk mencari solusi. Unjuk rasa pendukung "Ya" dekat Sungai Todd pada 17 September lalu menarik beberapa ratus pendukung yang sebagian besar berkulit putih.
Foto: JAIMI JOY/Reuters
Menurut jajak pendapat, mayoritas pemilih menolak
Kathy Coulthard, seniman Aborigin di Alice Springs, duduk di beranda rumahnya bersama kelinci putihnya. Dia cenderung memilih opsi "Tidak". Dia yakin proyek The Voice hanya akan mengakibatkan "warga Eropa dan pribumi Australia saling bertarung untuk menyampaikan pendapat mereka". Menurut jajak pendapat, mayoritas pemilih akan memilih opsi "Tidak”. (hp/as)
Foto: JAIMI JOY/Reuters
8 foto1 | 8
Para demonstran meneriaki para pemimpin pemerintah tersebut dengan mengatakan, "kami ingin tindakan nyata” serta "lakukan pekerjaan Anda.”
PM Albanese pun menekankan pentingnya untuk lebih fokus pada para pelaku dan bagaimana cara untuk mencegah kekerasan.
"Kita perlu mengubah budaya, kita perlu mengubah sikap, kita perlu mengubah sistem hukum,” ungkapnya dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Pada Senin (29/04), PM Australia itu mengungkapkan bahwa aksi protes tersebut merupakan seruan bagi pemerintah Australia untuk mengambil tindakan dan berbuat lebih banyak demi mencegah tindakan kekerasan di negara itu.
"Perempuan di Australia berhak mendapatkan yang lebih baik, pemerintah harus berusaha lebih baik dan sebagai masyarakat kita harus bertindak lebih baik,” tulis Albanese di akun X/Twitter.