1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PM Benjamin Netanyahu Kecam Pakta Koalisi Baru

7 Juni 2021

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengecam kesepakatan koalisi pemerintah baru yang akan melengserkannya. Di bawah koalisi partai kecil dan menengah, Naftali Bennett diusung untuk menggantikan Netanyahu.

PM Israel Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta anggota parlemen sayap kanan untuk menolak pembentukan koalisi baru (06/06)Foto: Menahem Kahana/AFP/Getty Images

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu (06/06) mencap koalisi pemerintahan baru sebagai "penipuan terbesar" dalam sejarah demokrasi Israel.

Netanyahu merupakan perdana menteri terlama Israel setelah menjabat selama 15 tahun. Namun, saat ini pria berusia 71 tahun itu tengah berjuang mempertahankan karier politiknya di tengah proses persidangan kasus korupsi, penyuapan, dan penipuan.

Pemimpin partai konservatif Likud ini mengecam koalisi pemerintahan baru yang terdiri dari partai kecil dan menengah dari berbagai spektrum. Tercatat delapan partai politik bergabung dalam aliansi tersebut.

"Kami menyaksikan kecurangan pemilu terbesar dalam sejarah negara ini, menurut pendapat saya dalam sejarah demokrasi mana pun," kata Netanyahu kepada sekelompok anggota parlemen Likud.

Mantan Menteri Pertahanan Israel Naftali Bennett digadang menjadi perdana menteri menggantikan Benjamin NetanyahuFoto: Menahem Kahana/AFP/Getty Images

Pihak yang bergabung dalam koalisi

Koalisi pemerintahan baru dipimpin oleh pemimpin partai Yesh Atid, Yair Lapid, saingan terkuat Netanyahu pada pemilu sebelumnya.

Lapid berhasil membujuk delapan partai, yakni New Hope pimpinan eks sekutu Netanyahu, Gideon Saar, dan partai nasionalis sekuler sayap kanan, Yisrael Beitenu, pimpinan Avigdor Lieberman, Partai Buruh, Maretz, Partai Biru dan Putih pimpinan Menhan Israel Benny Gantz, serta Yamina yang dipimpin Naftali Bennett. Di bawah kesepakatan koalisi baru, Naftali Bennett diusung menjadi perdana menteri menggantikan Benjamin Netanyahu.

Sumber-sumber senior yang dekat dengan mitra koalisi mengatakan kepada DW bahwa Lapid dan Bennett mendorong untuk pemungutan suara konfirmasi di Knesset, parlemen negara itu, "sesegera mungkin." Mereka membutuhkan 61 dari 120 suara agar kesepakatan itu disetujui.

Pakta koalisi baru itu bersejarah karena untuk pertama kalinya sebuah partai yang mewakili minoritas Arab Israel akan bergabung dalam pemerintahan.

Mansour Abbas, yang memimpin partai Ra'am, telah membuat sejarah dengan menyetujui pakta tersebutFoto: Abir Sultan/AP/picture alliance

Mansour Abbas, Kepala Fraksi Ra'am telah sepakat untuk bergabung dengan koalisi Lapid. Selain Ra'am, aliansi tersebut terdiri dari tiga partai sayap kanan, dua sayap tengah, dan dua partai sayap kiri.

Namun, keputusan tentang kapan kesepakatan itu disetujui ada di tangan pembicara Knesset, Yariv Levin, yang merupakan sekutu dekat Netanyahu.

The Times of Israel melaporkan pada Minggu (06/06) bahwa pemungutan suara dapat dilakukan pada Rabu (09/06), tetapi sumber-sumber oposisi menginformasikan kepada DW bahwa mereka mengharapkan mosi dapat ditunda hingga 14 Juni mendatang.

Muncul potensi terjadinya kekerasan

Pada Sabtu (05/06), Kepala Badan Keamanan Internal Shin Bet Israel, Nadav Argaman, mengeluarkan pernyataan publik yang langka, yang memperingatkan tentang kemungkinan kekerasan dan hasutan ketika PM Netanyahu dijatuhkan. "Wacana ini dapat dipahami oleh kelompok atau individu tertentu untuk melakukan kekerasan ilegal yang bahkan dapat menelan korban jiwa," kata Argaman.

Lawan Netanyahu mengklaim pernyataan Argaman adalah peringatan bagi perdana menteri.

"Ada garis yang sangat tipis antara kritik politik dan menghasut kekerasan," kata Netanyahu.

"Kami tidak bisa mengatakan bahwa ketika kritik datang dari kanan, itu adalah hasutan untuk melakukan kekerasan, dan ketika datang dari kiri, itu adalah penggunaan kebebasan berekspresi yang dibenarkan," tambahnya.

Ketegangan politik terjadi hanya beberapa minggu setelah konflik 11 hari antara Israel dan Hamas.

ha/rap (AP, AFP, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait