1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikInggris

PM Inggris Boris Johnson Siap Mengundurkan Diri

7 Juli 2022

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menurut laporan media Inggris siap mengundurkan diri setelah bersikeras mempertahankan jabatannya, meski didesak untuk lengser oleh anggota kabinet dan kader partai sendiri.

PM Inggris Boris Johnson
PM Inggris Boris JohnsonFoto: Tayfun Salci/ZUMA Press/picture alliance

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menyatakan sepakat akan mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Konservatif, lapor BBC. Langkah itu sekaligus menamatkan masa jabatannya seagai kepala pemerintahan Inggris.

"Boris Johnson akan mengundurkan diri hari ini. Dia akan melanjutkan jabatan perdana menteri hingga musim gugur,” kata editor politik BBC, Chris Mason, mengutip pejabat tinggi di Downing Street 10.

Johnson, yang sebelumnya bersikukuh melanjutkan masa jabatan, mengubah sikap setelah didesak Menteri Keuangan Nadhim Zahawi yang baru saja ia lantik. "Perdana Menteri, situasinya tidak lagi kondusif dan hanya akan bertambah parah: Bagi Anda, bagi Partai Konservatif dan terutama bagi seluruh negeri,” tulisnya dalam sebuah surat kepada perdana menteri. 

"Anda harus melakukan hal yang benar dan mengundurkan diri sekarang juga.”

Desakan juga dilayangkan Bernard Jenkin, anggota parlemen senior Partai Konservatif, saat bertemu Johnson, Selasa (5/7). "Saya katakan kepadanya, ‘lihatlah, ini bukan cuma masalah Anda harus lengser sekarang, tapi juga bagaimana cara Anda mengundurkan diri,” tuturnya.

"Anda bisa mundur dengan bermartabat atau diusir keluar seperti Donald Trump,” imbuh Jenkin kepada BBC.

Intervensi petinggi Partai Konservatif menguat setelah Johnson menolak mundur. Sebelumnya lebih dari 40 pejabat tinggi Partai Konservatif Inggris, termasuk tiga anggota kabinet, mengundurkan diri dari pemerintahan sejak Selasa (5/7) malam. 

Perpecahan internal

Krisis dipicu hengkangnya Menteri Keuangan, Rishi Sunak, dan Menteri Kesehatan, Sajid Javid. Keduanya pamit setelah Perdana Menteri Boris Johnson menunjuk Chris Pincher memegang jabatan penting di fraksi Partai Konservatif, meski mengetahui dia pernah melakukan perbuatan tidak senonoh.

Keputusannya itu menambah panjang daftar skandal yang membayangi pemerintahan konservatif Inggris

Johnson sempat didesak untuk lengser oleh sejumlah anggota kabinet pada Rabu (6/7), lapor media-media lokal. Dia bereaksi dengan memecat Menteri Sosial dan Perumahan, Michael Gove, yang dikabarkan pertamakali bersuara.

Oleh Johnson, Gove, yang bersekutu dekat saat kampanye referendum Brexit 2016, dianggap "seekor ular,” kata seorang sumber di pemerintahan kepada AFP.

Konfrontasi antara Johnson dan anggota kabinetnya terjadi pada Rabu di Downing Street 10, seusai sesi tanya jawab di parlemen. Dia dikabarkan disambangi delegasi yang dipimpin Menteri Dalam Negeri, Priti Patel. 

Mereka mendesak Johnson mundur karena telah kehilangan kepercayaan Partai Konservatif. Pada saat itu, sebanyak 44 menteri, penasehat dan pejabat tinggi pemerintah lain sudah mengundurkan diri dari jabatannya, termasuk Menteri urusan Wales, Simon Hart. 

Gelombang pengunduran diri menempatkan Inggris dalam kevakuman karena "tidak lagi memiliki pemerintahan,” kata bekas pembantu dekat PM David Cameron, Camilla Cavendish, kepada BBC.

Desakan lengser juga datang dari Jaksa Agung Suella Braverman. Kepada stasiun televisi ITV, dia sendirinya menolak mundur, namun mengakui betapa "bandul telah mengayun ke sisi lain,” bagi PM Johnson. "Saatnya untuk pergi,” kata dia.

Perginya pendekar Brexit

Boris Johnson dipilih dengan suara mayoritas mutlak pada 2019 silam untuk menggantikan Theresa May dengan mandat menyukseskan Brexit. Namun perjanjian yang dia buat dengan Uni Eropa justru memicu kelangkaan bahan pokok akibat hilangnya izin kerja buruh Eropa. 

Pada Desember 2021 silam dia mencatatkan skandal besar pertama, saat menggelar serangkaian pesta di gedung pemerintahan di tengah masa lockdown Covid-19. Johnson awalnya bersikeras tidak ikut hadir, yang kemudian dibantah oleh keterangan saksi.

Juni lalu, Johnson lolos dari mosi tidak percaya di parlemen berkat dukungan 211 anggota fraksi Konservatif. Namun hasil pencoblosan menandakan pembelotan 41 persen anggota Konservatif terhadap kepemimpinannya.

Melalui perkembangan terakhir, Johnson akan menjadi tokoh Brexit ketiga yang ditumbangkan Partai Konservatif, menyusul bekas PM Theresa May dan Dominic Cummings, bekas direktur kampanye Brexit, yang sebelumya juga lengser dalam kisruh internal.

rzn/as (rtr,ap,afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya