Theresa May Sambangi Angela Merkel Mohon Perpanjangan Waktu
9 April 2019
Theresa May menemui Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin memohon perpanjangan waktu lagi untuk Brexit. Dari Berlin, May akan bertolak ke Paris dan berbicara dengan Presiden Emmanuel Macron.
Iklan
PM Inggris Theresa May hari Selasa (9/4) berkunjung ke Jerman dan Prancis untuk mencoba membujuk para pemimpin Uni Eropa mengabulkan perpanjangan waktu lagi untuk Brexit. Jika May gagal mencapai kesepakatan itu, Inggris akan resmi keluar dari Uni Eropa tanggal 12 April tanpa perjanjian sama sekali.
Kunjungan Theresa May dilakukan pada saat-saat terkahir sebelum pertemuan puncak darurat Uni Eropa soal Brexit digelar hari Rabu (10/4) di Brussels. Hingga saat ini, tokoh-tokoh Uni Eropa mengatakan tidak akan ada perpanjangan waktu tanpa agenda yang jelas dari pemerintah maupun parlemen Inggris, mengenai apa yang mereka inginkan dan bagaimana rencana langkah selanjutnya.
Theresa May bertemu dengan Angela Merkel di Berlin tengah hari ini. Sebelumnya Angela Merkel telah mengatakan, perpanjangan waktu mungkin dilakukan jika ada agenda jelas. Menteri negara Jerman untuk urusan Eropa, Michael Roth mengatakan, syarat untuk perpanjangan waktu lebih lanjut sejauh ini belum terpenuhi. Untuk itu Inggris perlu menunjukkan "langkah-langkah substansial" menuju penyelesaian kebuntuan politiknya.
Pernyataan Michael Roth didukung oleh para pejabat Belanda dan Prancis, yang mengatakan May harus memberikan alasan yang jelas mengapa Uni Eropa harus memberi perpanjangan waktu lagi. Dari Berlin Theresa May akan segera betolak ke Paris untuk menemui Presiden Prancis Emmanuel Macron. Selama ini, Macron lebih cenderung menolak penundaan Brexit lebih lama lagi, dengan alasan ada agenda-agenda Uni Eropa yang lebih penting dan mendesak ketimbang Brexit, yang sudah dirundingkan Uni Eropa dan pemerintah Inggris selama lebih dari dua tahun.
Penundaan sampai setahun?
Theresa May disebut-sebut berusaha menunda batas waktu yang diberikan Uni Eropa sampai 12 April. Sebelumnya Inggris dijadwalkan meninggalkan Uni Eropa 29 Maret lalu, namun pemerintah Inggris saat itu memohon perpanjangan waktu, yang dikabulkan Uni Eropa.
Tadinya Theresa May ingin perpanjangan waktu hingga akhir Juni. Tapi permohonan Inggris bermasalah, karena pemilu Eropa akan dilangsungkan mulai 23 Mei. Jika Inggris menunda Brexit melewati tanggal itu, maka Inggris harus ikut dalam pemilu Eropa. Sampaai saat ini Inggris tidak dijadwalkan ikut dalam pemilu Eropa, karena seharusnya sudah keluar akhir Maret lalu.
Di Inggris, pemerintahan Theresa May untuk pertama kalinya melakukan pendekatan ke pihak oposisi Partai Buruh, agar bisa meloloskan Perjanjian Brexit yang sudah tiga kali ditolak di parlemen.
Pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn menyatakan menyambut tawaran pemerintah untuk berdialog. Namun hingga Senin malam (8/4) dia menegaskan, pemerintah Inggris tidak menawarkan apa-apa, dan hanya meminta pihaknya menyetujui Perjanjian Brexit. Corbyn mengatakan pesimis akan tercapai kesepakatan antara pemerintah dan opisisi, jika pemerintah tidak mau mengubah posisinxa dan hanya menuntut persetujuan dari oposisi.
Hari Senin kemarin (8/4), Parlemen Inggris kembali mengeluarkan resolusi yang menegaskan bahwa mereka berhak terlibat dalam keputusan tentang proses Brexit. Dengan demikian, pemerintahan Theresa May kini kehilangan kendali penuh atas proses tersebut.
Di kalangan partainya sendiri, Partai Konservatif, Theresa May kehilangan dukungan untuk agenda Brexit yang diusulkannya. Dia akhirnya berjanji kepada partai untuk mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri, asal fraksinya menyetujui Perjanjian Brexit. Namun fraksi konservatif tetap menolak perjanjian itu.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.