PM Israel Naftali Bennett Temui Presiden AS Joe Biden
26 Agustus 2021
PM Israel Naftali Bennett akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih untuk membahas serangkaian krisis di Timur Tengah.
Iklan
Pertemuan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dengan Presiden Joe Biden hari Kamis (26/8) terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional dengan Iran, dan saat Israel menghadapi perlawanan baru dari kelompok militan Hamas di Jalur Gaza.
Naftali Bennett yang melakukan kunjungan luar negeri pertama ke AS sejak menjabat sebagai Perdana Menteri, hari Rabu (25/8) telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken.
Kepada Menlu AS, Naftali Bennett mengatakan dia akan membahas serangkaian masalah penting dengan Presiden Joe Biden, terutama tentang "bagaimana kita menangkis dan membatasi upaya Iran untuk senjata nuklir." Amerika Serikat. dan Israel juga diharapkan membahas pandemi virus corona, perubahan iklim, dan masalah ekonomi.
Menentang kesepakatan nuklir baru dengan Iran
Israel sebelumnya sudah menyatakan akan menentang kemungkinan pembahasan kesepakatan nuklir baru antara Iran dengan AS dan negara-negara yang tergabung dalam kelompok P5+1, yaitu Cina, Perancis, Jerman, Rusia dan Inggris. Naftali Bennet mengatakan, setiap kesepakatan harus bisa meredam "agresi regional Iran".
Iklan
Awal pekan ini, PM Israel juga mengatakan dalam rapat kabinetnya, dia akan menyampaikan kepada Presiden AS "bahwa sekarang adalah waktu yang tepata untuk menghentikan Iran dalam hal ini '' dan tidak memasukkan kembali "kesepakatan nuklir yang telah kadaluwarsa dan tidak relevan, bahkan bagi mereka yang menganggapnya pernah relevan."
Ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hamas di Gaza juga telah meningkat dalam tiga bulan terakhir, sejak perang 11 hari dengan Hamas yang menewaskan sedikitnya 265 orang di Gaza dan 13 orang di Israel. Selama satu minggu terakhir, militan Hamas kembali meluncurkan balon-balon api ke Israel selatan dan menggelar aksi demonstrasi diiringi kekerasan kekerasan baru.
Lika-Liku Kesepakatan Nuklir Iran
Donald Trump telah secara resmi menarik AS dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran. Pemerintah AS terdahulu telah dengan susah payah menegosiasikannya selama bertahun-tahun dengan lima mitra internasional.
Foto: picture-alliance/epa/D. Calma
Yang menjadi masalah
Fasilitas nuklir Iran Bushehr adalah salah satu dari lima fasilitas yang dikenal oleh pengamat internasional. Israel, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu telah sepakat bahwa usaha Iran memperkaya uranium - untuk keperluan energi domestik, menurut para pejabat di Teheran - dapat menjadi ancaman bagi kawasan jika hal itu berujung pada pengembangan senjata nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir dari masalah
Pada 2006, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Cina, Rusia, Prancis, Inggris) dan Jerman (P5+1) memulai proses negosiasi yang melelahkan dengan Iran yang akhirnya mencapai kesepakatan pada 14 Juli 2015. Negara-negara tersebut sepakat memberikan kelonggaran sanksi pada Iran. Sebagai gantinya, pengayaan uranium Iran harus terus dipantau.
Foto: picture alliance / landov
Rakyat Iran setuju
Di Teheran dan kota-kota lain di Iran, warga merayakan apa yang mereka yakini sebagai akhir dari isolasi ekonomi bertahun-tahun yang memberi efek serius pada kesehatan dan gizi masyarakat karena kurangnya akses ke pasokan medis dan makanan untuk warga biasa. Banyak juga yang melihat perjanjian itu sebagai bukti bahwa Presiden Hassan Rouhani berusaha untuk membuka Iran ke dunia dengan cara lain.
Foto: picture alliance/AA/F. Bahrami
Peran IAEA
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ditugaskan untuk memantau kepatuhan Iran kepada kesepakatan itu. Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano (kiri) pergi ke Teheran untuk bertemu dengan Rouhani pada bulan Desember 2016, hampir satu setengah tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani. Dalam laporan yang disampaikan setiap tiga bulan, IAEA berulang kali menyertifikasi kepatuhan Iran.
Foto: picture alliance/AA/Iranian Presidency
Sang oponen
Setelah delapan tahun dengan Barack Obama, PM Israel Benjamin Netanyahu menemukan sosok presiden AS yang ia inginkan dalam Donald Trump. Meski Trump tidak memiliki pengalaman dalam diplomasi dan ilmu nuklir, ia menyebut perjanjian internasional tersebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan." Hal ini juga menjadi pokok kampanye pemilunya di 2016.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Siapa yang masih ada?
Meskipun ada sertifikasi IAEA dan protes dari Kemlu AS, Trump tetap menarik AS dari perjanjian pada 8 Mei. Pihak-pihak lain telah berjanji untuk tetap berada dalam kesepakatan. Diplomat top Uni Eropa, Federica Mogherini (kiri), sudah melakukan pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari (ki-ka) Iran, Prancis, Jerman dan Inggris.
Foto: picture-alliance/Photoshot
6 foto1 | 6
Mengandalkan hubungan khusus AS-Israel
Sekalipun menghadapi berbagai krisis di kawasan, Naftali Benneth sebelum berangkat ke Washington menyatakan optimis pada hubungan AS-Israel yang akan membawa semangat baru.
"Ada pemerintahan baru di AS, dan pemerintahan baru di Israel, dan saya membawa semangat kerja sama baru dari Yerusalem, yang bertumpu pada hubungan khusus dan panjang antara kedua negara," kata Naftali Bennett sebelum lepas landas.
Bennett menjadi PM baru Israel dua bulan lalu setelah kesepakatan koalisi luas yang melibatkan ultranasionalis Yahudi hingga faksi Islam kecil menggulingkan pemimpin lama Benjamin Netanyahu.