Naftali Bennett disambut di Abu Dhabi dalam apa yang disebut sebagai kunjungan bersejarah. Ini kunjungan pertama setelah kedua negara menjalin hubungan diplomatik tahun lalu.
Iklan
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tiba di Uni Emirat Arab (UEA) pada hari Minggu (12/12) dalam kunjungan resmi perdananya sebagai seorang perdana menteri. Kedua negara tersebut baru saja menjalin hubungan diplomatik pada tahun lalu.
PM Bennett pertama kali diterima di Abu Dhabi oleh Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan. Bennett mengatakan dia menghargai "keramahan yang sangat hangat."
"Saya sangat senang berada di sini... sebagai kunjungan resmi pertama seorang pemimpin Israel di sini. Kami berharap dapat memperkuat hubungan ini," ujar Bennett.
Bennett dijadwalkan akan bertemu Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, pada hari Senin (13/12) untuk membicarakan penguatan hubungan ekonomi dan hubungan dagang kedua negara.
Sesaat sebelum lepas landas dari Tel Aviv, Israel, Bennett mengatakan perjalanannya "bertujuan untuk memperdalam kerja sama antarnegara, di semua bidang."
"Hubungannya sangat baik dan luas, dan kita harus terus memelihara dan memperkuat hubungan ini, dan membangun hangatnya perdamaian di antara semua," kata Bennett dalam sebuah video yang dipublikasi oleh kantornya.
Iklan
Normalisasi hubungan negara Timur Tengah dengan Israel
Israel dan UEA pada tahun 2020 menandatangani kesepakatan untuk menormalisasi hubungan kedua negara, yang perantarai oleh pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Proses ini berlangsung di bawah Kesepakatan Abraham atau Abraham Accords, yakni serangkaian kesepakatan yang menormalisasi hubungan diplomatik Israel dengan beberapa negara Arab, termasuk Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan ini mengambil nama Abraham atau Ibrahim yang dihormati oleh kalangan Yahudi, Kristen, dan Islam.
"Hanya dalam satu tahun sejak normalisasi hubungan ini, kita telah melihat potensi luar biasa dari kemitraan Israel-UEA. Ini baru permulaan," ujar Bennett.
Berdirinya Negara Israel
Inilah kilas balik pendirian negara warga Yahudi yang penuh pertikaian dan gejolak politik.
Foto: Imago/W. Rothermel
Deklarasi yang ditunggu-tunggu warga Yahudi
Tanggal 14 Mei 1948, tokoh Israel David Ben-Gurion mendeklarasikan pembentukan Negara Israel yang independen. Dia menggarisbawahi latar belakang sejarah keagamaan Yahudi. "Orang-orang tetap percaya dan tidak pernah berhenti berdoa dan berharap mereka kembali ke sana," katanya menegaskan kelahiran negara bagi warga Yahudi tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Sejarah hitam
Peristiwa pembantaian warga Yahudi oleh rezim NAZI Jerman, yang dinamakan Holocaust adalah latar belakang kuat yang mendasari kepentingan pendirian Negara Israel. Foto di atas menunjukkan orang-orang yang selamat dari kamp Auschwitz setelah pembebasan.
Foto: picture-alliance/dpa/akg-images
"Bencana" bagi warga Palestina
"Nakba", artinya "bencana", Itulah kata yang digunakan warga Palestina pada hari yang sama. Sekitar 700.000 warga Arab yang tinggal di Palestina saat itu harus melarikan diri dengan tibanya gelombang pendatang Yahudi yang ingin menetap di negara barunya. Pendirian Israel menjadi awal konflik Israel-Palestina dan dunia Arab, yang tidak terselesaikan sampai sekarang, 70 tahun kemudian.
Foto: picture-alliance/CPA Media
Darurat perang
Ketegangan dengan negara-negara Arab di wilayah itu pecah saat 'Perang Enam Hari' terjadi pada Juni 1967. Militer Israel berhasil memukul mundur pasukan Mesir, Yordania dan Suriah, lalu menduduki kawasan Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan. Namun kemenangan itu tidak membawa ketenangan, melainkan ketegangan dan konflik berkepanjangan hingga kini.
Foto: Keystone/ZUMA/IMAGO
Politik pemukiman di wilayah pendudukan
Pembangunan permukiman Yahudi di kawasan yang diduduki memperburuk konflik dengan Palestina, yang sebenarnya dijanjikan untuk mendirikan negara. Otoritas Palestina menuduh Israel menjalankan politik yang berupaya menihilkan harapan pendirian Negara Palestina Merdeka. Israel tidak mengindahkan protes internasional yang menentang pembangunan permukiman Yahudi.
Foto: picture-alliance/newscom/D. Hill
Kemarahan dan kebencian: Intifada pertama
Akhir 1987, warga Palestina melakukan mobilisasi untuk menentang pendudukan Israel. Kerusuhan menyebar di wilayah permukiman Palestina dari Gaza sampai Yerusalem Timur. Kerusuhan itu menggagalkan Kesepakatan Oslo dari tahun 1993 — kesepakatan pertama yang dicapai dalam perundingan langsung antara perwakilan pemerintah Israel dan pihak Palestina, yang diwakili oleh PLO.
Foto: picture-alliance/AFP/E. Baitel
Upaya perdamaian
Presiden AS Bill Clinton (tengah) menengahi konsultasi perdamaian antara PM Israel Yitzhak Rabin (kiri) dan pimpinan PLO Yasser Arafat (kanan). Perundingan itu menghasilkan Kesepakatan Oslo I, yang memuat pengakuan kedua pihak atas eksistensi pihak lain. Namun harapan perdamaian pupus ketika Rabin dibunuh oleh seorang warga Yahudi radikal dua tahun kemudian.
Foto: picture-alliance/CPA Media
Kursi yang kosong
Rabin ditembak pengikut radikal kanan pada 4 November 1995 ketika akan meninggalkan acara demonstrasi damai di Tel Aviv. Foto di atas menunjukkan Shimon Peres yang kemudian menggantikan Yitzhak Rabin sebagai Perdana Menteri. Kursi kosong di sebelahnya adalah tempat duduk Rabin.
Foto: Getty Images/AFP/J. Delay
Tembok pemisah
Tahun 2002, setelah rangkaian aksi kekerasan dan teror selama Intifada II, Israel mulai membangun tembok pemisah sepanjang 107 kilometer atas alasan keamanan. Tembok ini memisahkan wilayah Israel dan Palestina di wilayah Tepi Barat. Proyek tembok pemisah sekarang masih dilanjutkan dan menurut rencana panjangnya akan mencapai 700 kilometer. (Teks: Kersten Knipp/hp/ts)
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb/S. Nackstrand
9 foto1 | 9
Kekhawatiran atas program nuklir Iran
Kunjungan diplomatik ini berlangsung saat negara-negara adidaya dunia tengah bernegosiasi dengan Iran untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 yang ditentang oleh Israel dan pada tahun 2018 ditinggalkan oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Dalam beberapa pekan terakhir, Israel menegaskan kembali ancaman untuk mengambil tindakan militer terhadap Iran jika diplomasi menemui jalan buntu.
UEA juga telah menghubungi Iran untuk meredakan ketegangan ini dengan mengirim penasihat keamanan nasional senior Sheikh Tahnoon bin Zayed Al Nahyan ke Teheran pada Senin (06/12) lalu untuk bertemu dengan mitranya dari Iran, termasuk Presiden Ebrahim Raisi.
Kerja sama Israel-UEA ini dikecam oleh sejumlah kalangan di Palestina, yang hubungan diplomatiknya dengan Israel terhenti pada 2014.
Kunjungan Bennett ini telah "melanggar konsensus Arab yang seharusnya mendukung perjuangan Palestina di tengah tantangan yang dipaksakan oleh pendudukan (Israel)," Wasel Abu Youssef dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengatakan seperti dikutip oleh kantor berita Reuters.