1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PM Libanon Terpilih Hariri Mundur

11 September 2009

Perdana Menteri terpilih Libanon Saad al-Hariri mengundurkan diri. Hariri dan oposisi tidak dapat menyepakati pembentukan pemerintah kesatuan nasional.

PM Libanon terpilih, Saad Hariri.
PM Libanon terpilih, Saad Hariri.Foto: AP

73 hari lamanya perdana menteri terpilih Libanon, Saad al Hariri, dalam begitu banyaknya perundingan, berupaya membuat mungkin hal yang tidak mungkin, selalu muncul kendala baru. Oleh sebab itu, seperti yang diungkapkan al Hariri di Beirut, Kamis (10/09), dia meletakkan tugas membentuk pemerintahan. Setelah berbicara dengan Presiden Michel Suleiman, al Hariri mengatakan bahwa ia mengundurkan diri dari jabatan yang belum dipegangnya

"Karena upaya saya untuk membentuk suatu pemerintahan kesatuan nasional, selalu terbentur halangan, yang sudah diketahui, saya memberi tahu Presiden bahwa saya menghentikan upaya saya,” katanya usai bertemu dengan Presiden Suleiman.

Al Hariri menambahkan, dia berharap langkahnya membuka awal baru bagi perundingan demi kepentingan Libanon. Miliuner dan politisi berusia 39 tahun, serta putra mantan perdana menteri Rafiq Hariri yang terbunuh, awal Juni lalu memenangkan pemilihan parlemen. Al Hariri terutama berupaya merangkul Hizbullah dan sejak awal berupaya membentuk pemerintahan kesatuan nasional.

Al Hariri sudah merancang 30 posisi menteri, yang beberapa hari lalu dipresentasikan. Sebelumnya al Hariri dan seluruh kekuatan penting di Libanon menyetujui pembagian menteri yang seimbang. Namun terjadi sengketa mengenai isi pemerintahan. Hariri, seperti yang diungkapkan lingkungannya, tidak ingin posisi menteri dalam negeri dan telekomunikasi dipegang Jenderal Aoun yang beragama Kristen dari kubu oposisi. Aoun dan pemimpin Hisbullah Nasrallah kemudian dengan tegas menolak daftar susunan kabinet.

Pengamat menilai pengunduran diri Hariri sebagai langkah cerdas. Paul Salem dari Yayasan Carnegie di Beirut mengatakan, "Pengunduran diri ini harus dipandang sebagai bagian dari perundingan yang sangat alot antara kubu mayoritas yang dipimpin Hariri dan oposisi dari Hisbullah serta kubu Kristen dari Jenderal Aoun. Kedua pihak memiliki posisi kuat, seperti sejatinya suatu pemerintahan, suatu isu yang membuat masalah menjadi rumit."

Kini bola diletakkan di lapangan Presiden Michel Suleiman. Dia memiliki pilihan yang sangat berbeda. Suleiman dapat saja menunjuk orang lain untuk membentuk pemerintahan. Hal mungkin lainnya adalah Suleiman menunjuk kembali Hariri dan membujuk Hariri untuk mempertimbangkan lagi langkahnya.

Namun, menurut Paul Salem, kepentingan luar Libanon juga memainkan peran. Katanya, "Pengunduran diri Hariri mengangkat masalah pembentukan pemerintahan Libanon ke tingkat internasional. Saya yakin, diplomasi regional dan internasional dapat mengembalikan isu ini ke jalurnya.”

Seperti yang dilaporkan situs berita "Lebanon Now", Hariri marah atas tekanan dari Iran. Iran berupaya mempengaruhi Hizbullah yang berada di pihaknya untuk menunda pembentukan pemerintahan demi kepentingan pribadi. Misalnya, masalah atom, untuk mendapatkan kartu yang lebih baik. Suriah, Arab Saudi dan Amerika Serikat juga berupaya mengendalikan politik di Libanon. Di sini, aspek regional juga berbicara, seperti tudingan baru Baghdad terhadap Damaskus, bahwa mereka mengirimkan teroris ke Irak. Itulah hal yang tidak disenangi Washington. Akibatnya6, sikap Amerika Serikat yang melunak ke Suriah kembali mendingin. Sebaliknya, Arab Saudi mendukung Hariri, yang sebelumnya bersekutu dengan ayahnya dan agar melindungi investasinya di Libanon. Yang terlihat, Libanon tidak dapat menentukan sendiri masa depan politiknya, walau pun diinginkannya.

Christian Vogg/Luky Setyarini

Editor: Christa Saloh