Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha menolak mengundurkan diri dari jabatannya menyusul aksi demonstrasi massal yang dihadiri puluhan ribu orang di Thailand. Dia mewanti-wanti demonstran agar tidak memaksakan tuntutan.
Iklan
Larangan berkumpul lebih dari lima orang ditetapkan Kamis (15/10) pagi dengan tujuan untuk mengakhiri gelombang protes yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan. Kaum oposisi menuntut pengunduran diri PM Prayuth Chan-ocha dan dilucutinya kekuasaan monarki di bawah Raja Maha Vajiralongkorn.
Pada sore hari usai larangan diberlakukan, kaum oposisi justru menggelar salah satu aksi demonstrasi terbesar di Bangkok.
“Saya tidak akan mengundurkan diri,” kata Prayuth kepada awak media usai rapat kabinet darurat. “Salah saya apa?”
“Pemerintah harus mengumumkan dekrit darurat nasional. Kami harus mengambil lankah itu karena situasinya semakin berbahaya," imbuh PM Tahiland itu.
Dekrit ini akan diberlakukan selama 30 hari, atau bisa dicabut lebih cepat jika situasinya mereda.”
PM Thailand mewanti-wanti penduduk agar tidak membangkang terhadap dekrit pemerintah “Tunggu saja,” kata Prayuth, “jika Anda berlaku salah, kami akan menggunakan kekuatan hukum.”
Ketika Jendral Rolex Sudutkan Junta Militer Thailand
Sebuah jam tangan mewah yang dikenakan petinggi junta militer Thailand memicu protes dan cemooh. Ulah Prawit Wongsuwan menempatkan pemerintahan militer dalam posisi pelik menyusul aksi protes yang belum reda.
Foto: Getty Images/AFP/L. Suwanrumpha
Foto Menjadi Petaka
Gambar kabinet baru junta militer Thailand yang diunggah akhir 2017 silam memicu hujan sumpah serapah. Pasalnya sosok kedua paling berkuasa, Prawit Wongsuwan, yang dalam gambar sedang menutup mata, tanpa sengaja menampilkan kekayaan berlimpah.
Foto: Getty Images/AFP/K.P. Na Sakolnakorn
Jam Seharga Mobil Mewah
Prahara berawal dari jam tangan yang dikenakan Prawit. Perhiasan merek Richard Mille asal Swiss itu dibanderol seharga hampir 1 milyar Rupiah. Tak pelak, cibiran dan cemoohan terhadap sang jendral memenuhi ruang publik Thailand.
Foto: Getty Images/AFP/K.P. Na Sakolnakorn
Harta di Pergelangan Tangan
Beberapa hari berselang pengguna media sosial Thailand membanjiri dunia maya dengan gambar meme, termasuk foto yang menampilkan Prawit mengenakan 24 jam tangan mewah dalam berbagai kesempatan yang nilainya ditaksir mencapai belasan milyar Rupiah.
Foto: abc.net.au
Gelombang Protes Landa Bangkok
Sejak kudeta militer 2014 silam, pemerintah junta Thailand banyak memberangus kebebasan berpendapat dan berkumpul. Meski begitu ribuan penduduk turun ke jalan untuk menentang korupsi di kalangan pejabat tinggi. "Jam tangan ini menunjukkan bahwa waktu buat pemerintah sudah berakhir," kata aktivis Ekachai Hongkangwan. Beberapa jam kemudian dia babak belur dipukuli sekelompok orang tak dikenal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Lalit
Seni Ganyang Korupsi
Olok-olokan terhadap Jendral Prawit tidak cuma muncul di dunia maya, tetapi juga hadir dalam bentuk seni jalanan di ibukota Bangkok. Gambar ini misalnya dibuat oleh seniman Thailand yang menamakan diri Headache Stencil. Setelah rumahnya disantroni polisi, dia memilih hidup bersembunyi.
Foto: Getty Images/AFP/L. Suwanrumpha
Kebangkitan Bintang Gemuk
Salah satu meme yang beredar pesat di internet adalah pelesetan poster film "Edge of Tomorrow" yang dibintangi Tom Cruise. Wajah Prawin dipasang pada poster dan diberi nama "Pom Cruise." Dalam bahasa Thailand, Pom artinya gemuk.
Foto: abc.net.au
Bola Panas buat Junta
Kasus Prawit menjadi bola panas buat junta militer Thailand, terutama karena bekas Jendral Prayuth Chan Ocha menjatuhkan pemerintahan sipil dengan dalih korupsi. Penanggulangan dan pencegahan korupsi juga dijadikan kebijakan prioritas pemerintahan junta militer.
Foto: Getty Images/AFP/P. Kittiwongsakul
Bersih Dosa Lewat KPK
Pada kasus Jendral Prawit, Komisi Anti Korupsi Thailand mengaku telah menggelar penyelidikan dan tidak menemukan kejanggalan. Prawit yang kini dikenal dengan sebutan "Jendral Rolex" itu mengklaim hanya meminjam jam tangan tersebut dan sudah dikembalikan kepada pemiliknya.
Foto: picture-alliance/dpa/N. Sangnak
Militer di Bawah Cengkraman Rakyat
Tapi manuver pemerintah gagal meyakinkan penduduk. Sejak awal Februari sebuah petisi online untuk memaksa Prawit Wongsuwan mengundurkan diri telah ditandatangani oleh lebih dari 80.000 orang. Militer yang menghadapi pemilu dinilai cuma memiliki dua opsi, mengakui adanya budaya korupsi di kalangan petinggi militer atau tetap melindungi "Jendral Rolex" yang akan semakin memicu amarah penduduk
Foto: picture alliance / Pacific Press
9 foto1 | 9
Prayuth naik tahta setelah mengkudeta pemerintahan sipil di bawah Yingluck Shinawatra pada 2014. Prayuth juga dituduh memanipulasi pemilihan umum 2019 silam untuk mempertahankan kekuasaannya. Mantan jenderal ini bersikeras pemilu berjalan jujur dan adil.
Para demonstran terutama menuntut konstitusi baru untuk menggantikan UU Dasar yang dibuat di bawah pemerintahan junta militer. Mereka juga meminta reformasi kekuasaan monarki yang dituduh ikut melanggengkan pengaruh militer terhadap politik selama berpuluh tahun.
Iklan
Provokasi damai berujung dekrit
Satu-satunya insiden spesifik yang dikutip oleh pemerintah sebagai dalih menerbitkan dekrit darurat nasional adalah ketika iring-iringan mobil Ratu Suthida disoraki oleh demonstran, Kamis (15/10).
Jumat (16/10) pagi kepolisian mengumumkan dua tersangka akan didakwa dengan delik percobaan melakukan tindak kekerasan terhadap ratu, dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Ekachai Hongkangwan and Bunkueanun Paothong, dua demonstran yang ditahan karena mengerubungi mobil ratu, mengatakan dirinya “dituduh berusaha melukai ratu,” kata dia kepada AFP lewat sambungan telepon. “Saya tidak bersalah. Itu bukan maksud saya,” katanya.
Kelompok demonstran sebelumnya sudah menolak dekrit darurat nasional dan mengecam penangkapan terhadap 40 demonstran oleh kepolisian. Jumat sore waktu setempat, mereka akan kembali turun ke jalan.
Penerbitan dekrit oleh Prayuth juga dikritik partai-partai oposisi di parlemen. “Pheu Thai Party menyerukan kepada Jendral Prayuth Chan-ocha dan pejabat negara untuk mencabut dekrit darurat nasional,” tulis petinggi partai dalam sebuah keterangan pers.
Pemerintah “harus menghentikan semua bentuk intimidasi dan segera membebaskan semua demonstran yang ditahan.”
Analis politik di Bangkok, Thitinan Pongsudhirak, mengatakan gelombang protes membuka peluang terjadinya kudeta militer lanjutan. “Babak terakhir bagi masa depan Thailand sudah dirintis sejak bertahun lalu, dan akhirnya dimulai di sini dan saat ini,” kata dia.
“Tindakan brutal pembubaran aksi protes mungkin akan terjadi,” pungkasnya.
rzn/as (ap, rtr, dpa)
Wanita 'Berleher Panjang' Thailand Berjuang Selama Pandemi
Larangan perjalanan selama pandemi COVID-19 menghancurkan industri pariwisata yang vital bagi Thailand. Di dekat Mae Rim, komunitas Kayan yang terkenal dengan wanita berleher panjang menunggu kembalinya turis asing.
Foto: Vincenzo Floramo
Desa yang kosong
Desa Kayan di dekat Mae Rim adalah tujuan wisata populer di sekitar kota Chiang Mai, Thailand utara. Dikenal dengan wanita berleher panjangnya, desa ini dulunya ramai didatangi oleh pengunjung mancanegara. Sekarang, tanpa kedatangan turis asing di Thailand, desa itu sepi pengunjung.
Foto: Vincenzo Floramo
Leher panjang jadi standar kecantikan
Mu Ei yang berumur 32 tahun, layaknya kebanyakan penduduk di desanya berasal dari suku Kayan. Beberapa gadis mulai mengenakan cincin leher ketika mereka saat menginjak usia 5 tahun.
Foto: Vincenzo Floramo
Ada tiket tersedia, tapi tidak ada pembeli
Di pintu masuk desa, loket tiket kosong tanpa pengunjung yang ditunggu-tunggu. Sebelum pandemi, desa Kayan menyaksikan arus pengunjung yang stabil setiap hari. Kebanyakan turis berasal dari Cina.
Foto: Vincenzo Floramo
Sepi wisatawan asing, sumber pendapatan Mu Ei
Wisatawan Thailand tidak begitu tertarik dengan wanita berleher panjang seperti turis asing. Mu Ei dan wanita lainnya yangbergantung pada pariwisata untuk mendapatkan pemasukan kini menunggu kapan turis diizinkan berkunjung lagi.
Foto: Vincenzo Floramo
Memasak untuk keluarga
Mu Ei menyiapkan api untuk memasak makan malam untuk keluarganya di halaman kecil di depan pondok bambu mereka. Dia memasak makanan sederhana seperti nasi dan pisang. Diatidak punya cukup uang untuk membeli bahan makanan lainnya.
Foto: Vincenzo Floramo
Khawatir masa depan anak-anak
Mu Ei memiliki dua orang anak yang berumur 2 dan 6 tahun. Dia sangat mengkhawatirkan masa depan keluarganya. Satu-satunya pendapatan keluarganya saat ini adalah dari pekerjaan serabutan suaminya di bidang konstruksi dan pertanian.
Foto: Vincenzo Floramo
Bertahan hidup dengan bantuan pangan
Mu Ei dan perempuan-perempuan lain dari desa Kayan menerima bantuan pangan dari organisasi bantuan. Mu Ei mengatakan, dia biasanya menghasilkan lebih dari 600 baht (€16 / $20) per hari sebelum pandemi melanda. Sekarang penghasilan hariannya mendekati nol.
Foto: Vincenzo Floramo
Banyak keluarga meninggalkan desa
Sebuah boneka beruang ditinggalkan oleh keluarga yang meninggalkan desa karena takut tertular COVID-19 dan kekurangan uang untuk menjalani hidup. Mayoritas komunitas Kayan berasal dari Myanmar. Kebanyakan dari mereka telah kembali ke wilayah asal mereka sejak pandemi dimulai.
Foto: Vincenzo Floramo
Cendera mata menunggu pelanggan
Meski sepi turis dan tidak ada tur berpemandu, Mu Ei tetap optimistis memajang cendera mata setiap hari untuk dijual. Di bawah kebijakan pembatasan perjalanan pemerintah Thailand karena pandemi corona, sulit mempertahankan sumber mata pencarian yang bergantung pada pariwisata. (st/hp)