Pepohonan terbukti bisa menyerap gelombang seismik akibat gempa. Gelombang inilah yang biasanya runtuhkan bangunan. Para peneliti meriset kemungkinan kurangi dampak gempa, untuk selamatkan nyawa manusia.
Iklan
Pohon Bisa Mengurangi Dampak Gempa
05:08
Para ilmuwan sedang bekerja keras di sebuah hutan cemara dekat desa Mimizan di barat daya Perancis. Mereka melakukan eksperimen skala besar tentang pengaruh pohon pada gelombang seismik
Basis para peneliti itu berada di bagian lain Perancis, yaitu di laboratorium ilmu kebumian ISTerre di Grenoble. Pakar fisika di institut itu menemukan sesuatu yang mengejutkan.
Dalam eksperimen yang bertujuan untuk menstimulasi guncangan di permukaan bumi, mereka menciptakan getaran pada sebuah lempengan logam yang dihubungkan dengan batang logam yang posisinya vertikal.
Pakar gempabumi Mathieu Rupin dan Philippe Roux menemukan bahwa di titik tempat kedua benda bertemu, getaran diredam signifikan. Itu disebut area hijau. Kedua orang ilmuwan memutuskan, mengulang eksperimen dengan skala lebih besar...yaitu dengan pohon-pohon. Tujuannya untuk melihat apakah pohon bisa mengurangi perambatan getaran seismik di dalam tanah.
Ketika Bumi Meluapkan Amarahnya
Setiap tahun sekitar 10.000 orang meninggal akibat gempa bumi di seluruh penjuru dunia. Getarannya kadang memancing tsunami atau kerusakan alam lainnya. DW menelisik berbagai bencana terdasyat selama seabad terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/J. Barret
Terdahsyat Dalam Catatan Sejarah
Gempa bumi terhebat dalam sejarah terjadi di Chili tahun 1960. Gempa berkekuatan 9.5 Skala Richter tersebut mengguncang Chili selama 10 menit dan menyebabkan 5.700 orang tewas dan kerusakan infrastruktur yang masif. Gempa juga memicu tsunami di tempat lain. Akibatnya 130 orang tewas di Jepang dan 61 orang di Hawaii. Gambar memperlihatkan reruntuhan Pelabuhan Corral di provinsi Valdivia, Chili.
Foto: Getty Images/AFP
Bencana Atom Jepang
Anjing Penyelamat dikerahkan untuk mencari korban di balik reruntuhan. 21.000 tewas dan lebih 4.000 dinyatakan hilang, akibat tsunami yang melanda Fukushima 11 Maret 2011 yang dipicu gempa berkekuatan 9.1 Skala Richter. Bencana ini turut menggoncang dan membocorkan pembangkit listrik tenaga nuklir Daiichi dan tercatat sebagai bencana atom terburuk di dunia selama 25 tahun terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/Y. Chiba
Tsunami Aceh
Gempa bumi tektonik berkekuatan hampir 9.1 Skala Richter memicu gelombang tinggi yang menyapu pesisir di sepanjang pantai Samudra Hindia. Tsunami setinggi 30 meter tersebut mengakibatkan sekitar 280.000 orang tewas di 14 negara yang berbeda. Bencana tsunami ini tercatat sebagai salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah.
Foto: Getty Images/P.M. Bonafede/U.S. Navy
Gempa di kaki Himalaya
Dikhawatirkan hingga 10.000 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7.9 Skala Richter dengan episentrum 80 km di barat ibu kota Kathmandu, yang mengguncang Nepal 25 April 2015. Gempa juga memicu longsor salju (avalanche) yang menewaskan 250 warga dan puluhan pendaki gunung di Himalaya. Sejauh ini dikonfirmasi lebih 7.300 tewas, namun banyak warga yang masih dinyatakan hilang..
Foto: Reuters/N. Chitrakar
Gempa Mematikan di Tiongkok
Foto kereta api yang terlantar ini adalah suasana di Tangshan, Tiongkok pasca gempa bumi yang menghancurkan kota industri tersebut pada 28 Juli 1976. Gempa berkekuatan 7.4 SR yang mengguncang kawasan industri di provinsi Hebei itu dan menewaskan sedikitnya 242.000 orang. Namun dipercaya jumlah sebenarnya lebih tinggi lagi. Perkiraan korban tewas mencapai sekitar 500.000 orang.
Foto: Getty Images/Keystone/Hulton Archive
Gempa Haiyuan yang Menggigil
Gempa berkekuatan 8.3 SR meluluhlantakkan wilayah Haiyuan, provinsi Ningxia pada musim dingin tahun 1920. Gempa susulan terus terasa hingga hampir tiga tahun setelahnya. Jumlah korban yang tewas akibat gempa diperkirakan sekitar 235.000 orang. Namun korban tewas di tenda-tenda darurat terus bertambah akibat kedinginan .
Foto: Getty Images/AFP
Gempa Haiti
Seorang pria berjalan di antara reruntuhan di Port-au-Prince pasca gempa yang mengguncang Haiti 12 Januari 2010. Gempa berkekuatan 7.0 SR tersebut menewaskan sekitar 200.000 orang dan mengakibatkan ribuan gedung rata dengan tanah.
Foto: Getty Images/AFP/J. Barret
7 foto1 | 7
Sensor gelombang seismik
Awalnya tim itu menggali tanah di sekitar pohon untuk mencari tahu komposisi tanah dan kondisi fisiknya. Mereka hendak menentukan, apakah tanah menyerap getaran yang direkayasa di kawasan itu.
Pakar gempa Philippe Roux menjelaskan: "Itu tantangannya -- untuk mencari tahu apakah eksperimen di lapangan menunjukkan bahwa fenomena fisika yang kami demonstrasikan sama hasilnya, tak peduli materinya. Apakah fisika penyebaran gelombang tetap berlaku, walaupun ada perbedaan?"
Mula-mula para ilmuwan meneliti tanah dengan radar sehingga nanti mereka bisa memperhitungkan ketidakteraturan yang mereka catat. Gelombang radar menembus tanah hingga kedalaman dua meter.
Tim memasang hampir 1.000 sensor seismik ke dalam tanah, separuh di dalam hutan, dan separuhnya lagi di lahan di dekatnya. Mereka juga memasang sensor pada pohon-pohon. Philippe Guégen yang bertanggung jawab. Ia spesialis gempa bumi.
Ia biasanya menempatkan sensor pada bangunan, untuk melihat bagaimana reaksinya terhadap gelombang seismik. Dalam waktu tiga hari, semua sensor sudah ditempatkan dan dites.
Bagaimana Cara Mengantisipasi Bencana?
Bencana bisa datang kapan saja. Pemerintah Jerman pun telah memperbarui rencana pertahanannya jika dihadapkan kondisi darurat, misalnya bencana alam. Bagaimana negara lain bersiap menghadapi keadaan darurat?
Foto: picture-alliance/dpa/M. Taga
Gempa jadi bagian kehidupan di Jepang
Anak-anak sekolah dasar di seluruh Jepang ambil bagian dalam latihan gempa bulanan. Mereka belajar untuk duduk di bawah meja mereka dan memegangi kakinya sampai getaran berhenti. Beberapa anak muda diberi tudung pencegahan bencana, yang bisa melindungi kepala dari benda yang runtuh. Sekolah-sekolah multinasional bahkan menyediakan tempat yang aman.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Taga
Jepang memimpin dalam peringatan darurat
Banyak negara, termasuk Amerika, memiliki sistem peringatan darurat yang dapat gantikan siaran radio dan TV dengan informasi publik penting. Jepang melangkah lebih jauh dengan Sistem Peringatan Dini Ancaman Gempa. Dengan menggunakan teknologi terbaru, sistem bisa memprediksi getaran utama hingga 50 detik sebelum terjadi. Peringatan disiarkan seketika, karena setiap detik bisa menyelamatkan nyawa.
Foto: APTV video
Tiap rumah punya ruang untuk atasi panik
Di Swiss, semua bangunan tempat tinggal yang dibangun sejak tahun 1963 diharuskan memiliki bunker nuklir. Tempat penampungan harus bisa menahan ledakan sekuat 12 megaton dari jarak 700 meter. Di Singapura, satu ruangan di kebanyakan rumah susun yang dibangun negara, dijadikan tempat perlindungan dari bom - meski bukan bom nuklir.
Foto: picture-alliance/Keystone/M. Ruetschi
Belajar dari bencana sebelumnya
Gempa dan tsunami yang melanda sebagian Asia, termasuk Indonesia tahun 2004 kejutkan dunia. Gelombang dasyat di Samudera Hindia tewaskan sekitar 250 ribu orang. Sistem Peringatan Dini Tsunami di Samudera Hindia kini dipasang untuk selamatkan nyawa. Di Thailand and Sri Lanka, dipasang papan penunjuk baru, yang bisa arahkan penduduk menuju tempat lebih tinggi jika terjadi gelombang pembunuh lain.
Foto: picture-alliance/Arco Images/F. Schneider
Norwegia, sebuah peringatan bagi semua
Sebagian besar kota besar lakukan latihan anti-teror secara teratur untuk hadapi serangan. Tapi apa jadinya jika pedesaan yang jadi sasaran? Tahun 2011, pihak berwenang Norwegia diejek karena butuh lebih dari satu jam untuk mencapai pulau Utoya, di mana Anders Breivik menembak mati 69 orang. Karena biayanya tinggi, penyediaan helikopter respon cepat di seluruh negeri diturunkan jumlahnya.
Foto: picture-alliance/dpa/I. Aserud
Khawatir akan kesehatan bisa menyebabkan reaksi spontan
Selama dekade terakhir, meningkatnya kekhawatiran tentang kemungkinan pandemi flu mendorong beberapa negara, termasuk Jerman dan Amerika Serikat, menimbun obat. Pada tahun 2009, miliaran Euro dihabiskan untuk membangun cadangan obat Tamiflu, yang efektivitasnya melawan Flu Babi masih dipertanyakan. Kritikus juga memperingatkan bahwa timbunan obat bisa kadaluwarsa.
Foto: picture-alliance/Ulrich Baumgarten
Bencana dan gangguan hukum serta ketertiban
Gerakan bertahan hidup, di mana orang secara aktif mempersiapkan keadaan darurat, dimulai tahun 1930-an. Internet dan krisis keuangan 2007/2008 percepat penyebaran peringatan bencana secara global. Mereka yang termasuk gerakan itu prioritaskan skenario terburuk dan temukan cara untuk hadapi ancaman. Adolf Kudlinski warga Polandia, mengumpulkan peralatan dan perlengkapan untuk pertanian (foto).
Foto: picture-alliance/PAP/M. Walczak
Apakah yodium akan membantu jika terjadi bencana nuklir?
Belgia, Belanda dan negara bagian Jerman di North Rhine-Westfallen menimbun tablet yodium jika terjadi kebocoran radiasi. Belgia mengakui reaktor nuklirnya di dekat perbatasan Jerman sudah tua namun harus tetap beroperasi sampai tahun 2025, meski banyak masalah keamanan. Setelah serangan di Brussels, kekhawatiran meningkat bahwa ISIS mungkin berencana membuat bom.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Seberapa dekat bencana tiba?
Aplikasi smartphone dan SMS sekarang digunakan untuk mengirimkan informasi darurat ke publik di beberapa negara rawan bencana, termasuk India dan Filipina. Di AS, sistem Wireless Emergency Alert dapat memberikan rincian tentang ancaman nasional, bencana lokal seperti tornado, gempa bumi dan angin topan, dan peringatan tentang anak-anak yang diculik. Penulis: Nik Martin (ap/ml)
Foto: FEMA
9 foto1 | 9
Rekayasa getaran
Dan sekarang, yang diperlukan adalah gelombang seismik...Gelombangnya diciptakan generator getaran yang bisa diprogram dan portabel. Silinder seberat 70 kilogram bergetar sesuai kebutuhan. Tim peneliti menyebut generator portabel itu R2D2 karena sosoknya mirip robot dalam film Star Wars itu.
Tentu generator ini tidak bisa meniru sempurna getaran besar seperti saat terjadi gempa bumi. Tapi mencukupi untuk eksperimen ini. R2D2 mulai bekerja, dan sensor mengumpulkan data...Pola sebaran getaran normal dan tak terganggu apapun di lahan terbuka. Tetapi berkurang drastis di dalam hutan. Jadi apakah hasil eksperimen sudah membenarkan asumsi para peneliti?
"Kami belum menganalisa data yang terkumpul. Tapi efek yang tampak, sesuai dengan dugaan kami. Pengamatan awal menimbulkan dugaan, bahwa hutan bereaksi seperti sekelompok resonator, dan melemahkan gelombang. Mungkin hutan bisa memunahkan getaran sepenuhnya", papar pakar gempa Philippe Roux
Bencana Alam Dilihat dari Angkasa
Satu perspektif lain ditunjukkan foto-foto yang diambil dari ruang angkasa. Kengerian bencana yang melanda di bumi tampak menunjukkan kesan yang mendalam, jika dilihat dari ketinggian.
Foto: NASA
Raksasa Terbangun
Setiap kali terbangun dari tidurnya, gunung berapi selalu mendatangkan ketakutan. Tahun 2009, Gunung Sarychev, terletak di Kepulauan Kuril, Rusia, meletus. Pada saat yang sama, Stasiun Ruang Angklasa Internasional ISS tepat berada di atasnya, dan awak ISS berhasil mengabadikan foto ini.
Foto: NASA
Kering menjadi Pemenang
Salah satu misi satelit observasi bumi --- seperti Proba-V milik Badan Antariksa Eropa--adalah membuat foto-foto yang memungkinkan dilakukannya pelacakan perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Foto yang - diambil bulan April 2014, Juli 2015 dan Januari 2016 (kiri ke kanan) ini - memperlihatkan proses mengeringnya Danau Poopo di Bolivia akibat dampak perubahan iklim.
Foto: ESA/Belspo
Jangan Bermain Api
Setiap tahunnya, kebakaran hutan memusnahkan jutaan hektar hutan dan ekologi di berbagai belahan dunia, seperti juga di Indonesia. Tampak dalam foto yang diambil tanggal 15 September 2015 ini, Pulau Sumatera dan Kalimantan diselimuti asap tebal dari kebakaran hutan.
Foto: NASA/J. Schmaltz
Hujan yang Tidak Diharapkan
Tahun 2013, Eropa diguyur hujan berkepanjangan. Hal ini menyebabkan banyak sungai besar meluap, termasuk juga Sungai Elbe. Tampak dalam foto, lumpur yang dibawa Sungai Elbe menutupi wilayah sekitar Wittenberg, di negara bagian Sachsen-Anhalt.
Foto: NASA/J. Allen
Titik Pusat Badai
Badai angin kerap menyebabkan kerusakan hebat. Informasi cuaca yang di susun berdasarkan laporan dari satelit sangat penting untuk memonitor perkembangan badai, seperti: intensitas, arah pergerakan, kecepatan angin. Foto yang diambil pada 25 November 2015 di Samudera Pasifik, dekat Meksiko, ini membantu untuk memprediksi kekuatan badai tropis Sandra, yang mencapai kecepatan 160 km/jam.
Foto: NASA/J. Schmaltz
Gletser Lenyap di Argentina
Satelit memerankan peran penting dalam memantau perubahan iklim. Misalnya, lewat informasi yang dikirim dari ruang angkasa, ilmuwan dapat mendokumentasikan bagaimana gletser di seluruh dunia meleleh, dan menyebabkan peningkatan permukaan air laut. Foto yang diambil dari Stasiun Luar Angkasa Internasional ISS, ini menunjukkan proses melelehnya gletser Upsala di Argentina antara 2002-2013.
Foto: NASA
Mengerti Badai Pasir
Badai pasir di Timur Tengah disebut "Haboob" kerap menerjang wilayah padang pasir. Pada September 2015, satelit berhasil mengabadikan badai pasir hebat tengah bergerak ke wilayah pemukiman. Foto seperti ini dapat memberikan gambaran untuk memahami pola bagaimana badai terbentuk, untuk memprediksi kekuatan badai dan mengambil antisipasi yang diperlukan.
Foto: NASA/J. Schmaltz
Gunung Telanjang
Nama ini digunakan NASA untuk menggambarkan Gunung Shasta di Kalifornia, Amerika Serikat. Gunung yang memiliki selimut salju ini merupakan sumber air penting di kawasan. Namun hamparan salju secara bertahap menghilang. Foto yang diambil pada tahun 2013, saat terjadi bencana kekeringan parah ini, memperlihatkan bagaimana salju yang menutupi gunung tersebut telah menghilang hampir seluruhnya.
Foto: NASA/R. Simmon
8 foto1 | 8
Menyelamatkan nyawa
Riset ini diharap bisa menghasilkan cara baru untuk menanggapi guncangan sesungguhnya... dan untuk jangka panjang bisa menyelamatkan nyawa jika terjadi gempa bumi.
Pakar gempa Philippe Guégen menjelaskan lebih jauh: "Orang bisa menarik analogi misalnya untuk daerah pemukiman, di mana bangunan yang bergetar, seperti halnya pohon. Jumlahnya banyak, dan berreaksi serta melemahkan gelombang seismik. Untuk jangka panjang, idenya adalah mengadakan eksperimen untuk melihat apakah kita bisa menerapkan apa yang diamati di hutan ke daerah perkotaan. Serta menciptakan struktur perkotaan yang bisa membantu melindungi dari getaran seismik."
Tampaknya cukup menjanjikan, tapi jalannya masih panjang... mulai dari pohon cemara di Mimizan ke pembuatan mantel untuk melapisi gedung-gedung perkotaan dan menjaganya dari gempa bumi.
(DWInovator)
Gempa Paling Mematikan di Abad-21
Gempa berkekuatan 7,8 yang mengguncang Turki dan Suriah dan menewaskan lebih dari 15.000 jiwa adalah salah satu dari gempa paling mematikan. Inilah daftar gempa paling mematikan di abad-21 versi USGS.
Foto: AP
Turki dan Suriah
Lebih dari 50.000 orang tewas dan ratusan gedung roboh akibat gempa bumi yang mengguncang Turki dan Suriah pada hari Senin, 6 Februari 2023. Layanan Geologi Amerika Serikat mengatakan, gempa berkekuatan 7,8 SR ini berpusat di utara kota Gaziantep, pusat industri utama di dekat perbatasan dengan Suriah. Gempa dilaporkan terasa hingga ke Kairo, Mesir.
Foto: DHA/AFP
Port au Prince, Haiti
Sedikitnya 320.000 tewas, 300.000 lainya cedera akibat gempa berkekuatan 7,3 pada skala Richter yang mengguncang Haiti 12 Januari 2010, dengan episentrum sekitar 25 km di barat ibu kota Port au Prince. Bencana kemanusiaan di Haiti berlarut akibat sangat buruknya manajemen krisis dari pemerintah serta penjarahan brutal oleh warga yang selamat dan kelaparan.
Foto: AP
Aceh, Indonesia
Sekitar 230.000 orang di 14 negara tewas akibat tsunami dahsyat yang melanda Samudra Hindia, 26 Desember 2004. Tsunami dipicu gempa berkekuatan 9,1 pada skala Richter, yang episentrumnya berada Samudra Hindia, sekitar 85 km di barat laut Banda Aceh. Jakarta mengklaim, korban terbanyak sekitar 165.000 orang berasal dari Indonesia mayoritasnya dari Banda Aceh.
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Sichuan, Cina
Hampir 90.000 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,9 pada skala Richter yang mengguncang Sichuan di Cina, pada 12 Mei 2008. Lebih dari lima juta bangunan runtuh. Korban kebanyakan tewas tertimpa bangunan yang runtuh, karena pembangunannya tidak mematuhi standar keamanan. Lebih dari lima juta warga Sichuan jadi tunawisma karena rumahnya hancur.
Foto: AFP/Getty Images
Kashmir, Pakistan
Lebih 84.000 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7,6 pada skala Richter yang melanda kawasan Kashmir Pakistan di pegunungan Himalaya, 8 Oktober 2005. Episentrum gempa terletak di sekitar kota Muzaffarabad. Juga dilaporkan 1.300 korban tewas di kawasan Kashmir India, dan puluhan tewas di Afganistan.
Foto: AFP/Getty Images/E. Feferberg
Bam, Iran
Lebih 40.000 orang tewas dan 30.000 cedera akibat gempa berkekuatan 6,6 pada skala Richter yang melanda Provinsi Bam di Iran, pada 26 Desember 2003. Sekitar 70 persen kawasan kota termasuk bangunan bersejarah terbuat dari lempung juga hancur total. Kebanyakan korban tewas akibat tertimbun bangunan yang runtuh.
Foto: AP
Fukushima, Jepang
21.000 tewas dan lebih 4.000 dinyatakan hilang, akibat tsunami yang melanda Fukushima 11 Maret 2011. Pemicunya adalah gempa dahsyat berkekuatan 9.0 pada skala Richter dengan episentrum di kawasan laut di timur Kepulauan Honshu. Bencana gempa dan tsunami juga diikuti bencana atom, akibat meledaknya pembangkit listrik tenaga nuklir Daiichi di Fukushima.
Foto: picture alliance/dpa
Gujarat, India
Lebih dari 20.000 tewas akibat gempa berkekuatan 7,9 pada skala Richter, yang mengguncang negara bagian Gujarat di India, 26 Januari 2001, bertepatan dengan peringatan Republic Day ke-52. Ini gempa dahsyat pertama di abad ke-21 dengan korban tewas cukup banyak.
Foto: SEBASTIAN D'SOUZA/AFP/Getty Images
Kathmandu, Nepal
Dikhawatirkan hingga 10.000 orang tewas akibat gempa berkekuatan 7.9 pada skala Richter dengan episentrum 80 km di barat ibu kota Kathmandu, yang mengguncang Nepal 25 April 2015. Gempa juga memicu longsor salju (avalanche) yang menewaskan 250 warga dan puluhan pendaki gunung di Himalaya. Sejauh ini dikonfirmasi lebih 7.300 tewas, namun banyak warga yang masih dinyatakan hilang.
Foto: Reuters/N. Chitrakar
Yogyakarta, Indonesia
Sekitar 5.800 tewas dan 36.000 cedera akibat gempa berkekuatan 6,3 pada skala Richter yang melanda Yogyakarta, 26 Mei 2006. Episentrum gempa dangkal ini berada di Samudra Hindia, sekitar 22 kilometer di tenggara Yogyakarta. Lebih 1.350 ribu bangunan hancur dan 1,5 juta orang jadi tunawisma.