Ketika MUI Sumbar menyatakan Islam Nusantara tidak dibutuhkan di ranah minang, MUI Pusat malah menyuarakan dukungan terhadap konsep yang dipopulerkan Nahdlatul Ulama tersebut.
Iklan
Setelah sempat ditolak Majelis Ulama Indonesia cabang Sumatera Barat, konsep Islam Nusantara kini mendapat dukungan dari MUI pusat. Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin menegaskan organisasinya "tidak boleh" digunakan buat "mencela salah satu aliran", ujarnya seperti dilansir Detikcom.
"MUI itu semua, Islam Nusantara, Islam berkemajuan semua kita tampung. MUI kan sebagai perekat, representasi umat. Islam Nusantara, Islam... itu semua bagian MUI kecuali menyimpang," kata dia.
Meski mengaku tidak akan memberikan sanksi kepada pengurus MUI Sumbar, KH Ma'ruf tetap menginginkan agar persoalan ini diluruskan.
Dalam deklarasinya, MUI Sumbar mengklaim tidak membutuhkan konsep Islam Nusantara di ranah minang. "Bagi kami nama Islam telah sempurna dan tidak perlu lagi ditambah dengan embel-embel apapun," demikian bunyi dokumen yang diunggak di akun Facebook MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar. "Ketika kaum sekuler, liberal dan pluralis menjadikan Islam Nusantara sebagai payung tumpangan mereka, itu bukan lagi perkara furu' yang bisa didiamkan begitu saja;" tulisnya.
Namun menurut MUI Pusat, sikap ulama MUI di Sumatera Barat mencerminkan kesalahpahaman mengenai konsep Islam Nusantara.
Narasi Makar Hizb Tahrir
Keberadaan Hizb Tahrir sering dianggap duri dalam daging buat negara-negara demokrasi. Pasalnya organisasi bentukan Yusuf al-Nabhani itu giat merongrong ideologi sekuler demi memaksakan penerapan Syariah Islam.
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Buah Perang Arab-Israel
Adalah Yusuf al-Nabhani yang mendirikan Hizb Tahrir di Yerusalem tahun 1953 sebagai reaksi atas perang Arab-Israel 1948. Tiga tahun kemudian tokoh Islam Palestina itu mendeklarasikan Hizb Tahrir sebagai partai politik di Yordania. Namun pemerintah Amman kemudian melarang organisasi baru tersebut. Al Nabhani kemudian mengungsikan diri ke Beirut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mimpi Tentang Khalifah
Dalam bukunya Al Nabhani mengritik kekuatan sekular gagal melindungi nasionalisme Palestina. Ia terutama mengecam penguasa Arab yang berjuang demi kepentingan sendiri dan sebab itu mengimpikan kekhalifahan yang menyatukan semua umat Muslim di dunia dan berdasarkan prinsip Islam, bukan materialisme.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Looi
Anti Demokrasi
Tidak heran jika Hizb Tahrir sejak awal bermasalah dengan Demokrasi. Pasalnya prinsip kedaulatan di tangan rakyat dinilai mewujudkan pemerintahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai hukum Allah. Menurut pasal 22 konstitusi Khilafah yang dipublikasikan Hizb Tahrir, kedaulatan bukan milik rakyat, melainkan milik Syriah (Hukum Allah).
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Kudeta Demi Negara Islam
Hizb Tahrir Indonesia pernah mendesak TNI untuk melakukan kudeta. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan khilafah!” tegas Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan simpatisan HTI pada 2014 silam.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemanusiaan Semu di Jantung Khalifah
Buat HT, asas kebebasan sipil seperti yang terkandung dalam prinsip Hak Azasi Manusia merupakan produk "ideologi Kapitalisme" yang berangkat dari prinsip "setiap manusia mewarisi sifat baik, meski pada dasarnya manusia hanya menjadi baik jika ia menaati perintah Allah."
Foto: Reuters
Tunduk Pada Pemerintahan Dzhalim
Kekhalifahan menurut HT mengandung sejumlah prinsip demokrasi, antara lain asas praduga tak bersalah, larangan penyiksaan dan anti diskriminasi. Namun masyarakat diharamkan memberontak karena "Syariah Islam mewajibkan ketaatan pada pemegang otoritas atas umat Muslim, betapapun ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hak sipil yang ia lakukan," menurut The Ummah’s Charter.
Foto: Reuters
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pluralisme dalam kacamata Hizb Tahrir sangat berbahaya, lantaran "merusak Aqidah islam," kata bekas Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, 2010 silam. Perempuan juga dilarang menduduki kekuasaan tertinggi seperti gubernur atau hakim, meski diizinkan berbisnis atau meniti karir. "Pemisahan jender adalah fundamental", tulis HT dalam pasal 109 konstitusi Khilafah. (Ed: rzn/ap)
Foto: picture alliance/dpa/M.Fathi
7 foto1 | 7
Dalam sebuah kolom editorial di sebuah media nasional, KH Ma'ruf Amin menulis Islam Nusantara adalah "cara proaktif warga NU dalam mengidentifikasin kekhususan-kekhususan yang ada pada diri mereka guna mengiktibarkan karakteristik-karakteristik ke-NUan... yang bersifat demokratis, toleran dan moderat."
Sebab itu Wakil Ketua Umum MUI, Zainul Tahuid Sa'adi, meminta agar persoalan seputar Islam Nusantara tidak dibesar-besarkan, "karena justru dapat merusak hubungan persaudaraan sesama umat Islam," ujarnya kepada Antara. Zainul juga menyesalkan sikap MUI Sumbar yang menurutnya seharusnya bisa menjadi "tenda besar bagi umat Islam."
Konsep Islam Nusantara pertama kali dikenalkan oleh Nahdlatul Ulama pada 2015 silam dengan niat membumikan Islam bercorak nusantara. Namun sejumlah kalangan, termasuk di antaranya Felix Siauw, mengritik konsep tersebut karena khawatir digunakan buat menindas aliran lain dalam Islam di Indonesia.
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)