Polisi Jerman hari Selasa (16/1) menggerebek sejumlah rumah dan kantor mengejar agen-agen Iran yang dicurigai melakukan kegiatan mata-mata. Target spionase Iran antara lain anggota parlemen Jerman.
Iklan
Polisi Jerman mengejar 10 agen Iran yang dicurigai melakukan kegiatan spionase. Pejabat Kejaksaan Agung Jerman menerangkan, polisi hari Selasa ((16/1) melakukan penggerebekan di seluruh Jerman. "Mereka diduga melakukan spionase, tapi sampai saat ini belum ada penangkapan," katanya.
Penggerebekan itu dilakukan di negara bagian Baden-Württemberg, Nordrhein Westfalen (NRW), Bayern dan Berlin.
Majalah Jerman Focus, dalam edisi online memberitakan, 10 agen Iran itu dicurigai anggota dari Brigade al-Quds, yang berada di bawah Garda Revolusi Islam Iran (Islamic Revolutionary Guard Corp, IRGC) yang sangat berpengaruh.
Agen-agen Iran diyakini secara teratur memata-matai anggota parlemen, kedutaan Israel dan institusi-institusi Yahudi dan para pembangkang asal Iran.
Sejarah panjang spionase Iran
Awal Januari lalu, Kementerian Luar Negeri Jerman memanggil duta besar Iran di Berlin setelah seorang mahasiswa asal Pakistan berusia 31 tahun dihukum karena memata-matai anggota parlemen Jerman Reinhold Robbe dari Partai Sosial Demokrat SPD. Mahasiswa Pakistan itu diketahui bekerja untuk dinas rahasia Iran. Reinhold Robbe adalah mantan kepala Masyarakat Persahabatan Jerman-Israel.
Dunia Hitam Putih Ali Khamenei
Ayatollah Ali Khamenei adalah loyalis garis keras konsep Wilayatul Faqih yang diwariskan Khomeini. Demi gagasan itu pula ia rela membunuh ribuan aktivis dan memenjarakan ulama-ulama besar Syiah yang tidak sependapat.
Foto: azzahra
Mullah Tak Dikenal
Di hari-hari revolusi Iran melawan Syah Reza Pahlevi, seorang jurnalis kiri bernama Houshang Asadi mendapati dirinya menempati sebuah sel kecil bersama seorang mullah tak dikenal di penjara Moshtarek. Mereka lalu menjalin persahabatan. Ketika Asadi dibebaskan, keduanya menangis sembari berpelukan. Sang Mullah pun berbisik "jika Islam berkuasa, tidak ada lagi tangisan kaum tak berdosa."
Foto: Inn.ir
Pengkhianatan Seorang Teman
Dua puluh tahun kemudian mullah yang sama memerintahkan penangkapan Asadi lantaran dugaan pengkhianatan. Jurnalis itu disiksa dan diancam hukuman mati karena bekerja untuk koran kiri dan berideologi Komunis. Nama sang mullah adalah Sayid Ali Hosseini Khamenei, aktivis revolusi yang kemudian menjadi presiden dan kelak diangkat sebagai pemimpin spiritual Iran.
Foto: Getty Images/AFP/A. Joe
Loyalitas Absolut
Penggalan kisah dari Moshtarek itu menggambarkan sosok Khamenei yang loyal dan berani melakukan apapun untuk melindungi warisan mentornya, Ayatollah Khomeini. Ia tidak hanya memerintahkan pembunuhan terhadap ribuan aktivis dan politisi, tetapi juga berani melucuti kekuasaan ulama-ulama besar Syiah lain yang berani mempertanyakan legitimitas kekuasaannya.
Foto: Fararu.com
Pertikaian Para Ulama
Padahal Khamenei bukan pilihan pertama Khomeini buat menjaga warisan revolusi berupa sistem kekuasaan para Mujtahid, Wilayatul Faqih. Status tersebut awalnya diserahkan pada Ayatollah Hussein-Ali Montazeri. Terlepas dari loyalitasnya, Khamenei memiliki kelemahan besar. Dia bukan seorang Ayatollah dan sebabnya tidak memenuhi syarat mengemban otoritas tertinggi dalam Islam.
Foto: www.amontazeri.com
Roda Nasib Berputar
Karir Khamenei berubah ketika Montazeri mulai mengritik tindak-tanduk Khomeini memberangus suara-suara yang bertentangan. Puncaknya adalah ketika sang pemimpin revolusi memerintahkan Dewan Ulama Qum mencabut gelar keagamaan Ayatollah Kazem Shariatmadari dan menutup sekolahnya lantaran mengritik penyanderaan pegawai Kedutaan Besar AS di Teheran. Sejak itu Montazeri menjadi musuh Wilayatul Faqih
Foto: Khamenei.ir
Tahta Tanpa Gelar
Dinamika ini menempatkan Khamanei, seorang Mujtahid kelas menengah yang lebih sering berjuang melawan rejim Pahlevi ketimbang mempelajari ilmu agama, dalam posisi teratas daftar pewaris Khomeini. Ia buru-buru dideklarasikan sebagai pemimpin spiritual tanpa pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk menjadi Ayatollah. Gelar itu baru disematkan padanya setelah beberapa tahun berkuasa
Foto: Nahand.info
Gurita Kekuasaan Khamenei
Sejumlah pengamat meyakini, Khamenei dipilih lantaran dianggap mudah dikendalikan. Kendati cerdas dan memiliki riwayat panjang revolusi, dia dinilai tidak memiliki karisma seorang Khomeini. Namun sang imam perlahan membangun basis kekuasaan absolut dengan menggandeng Garda Revolusi dan menempatkan perwakilan di hampir setiap lembaga penting pemerintah.
Foto: Khamenei.ir
Melawan Ulama
Serupa Khomeini, ia juga aktif memberangus suara-suara yang bertentangan, bahkan memenjarakan sejumlah ulama besar yang tidak mendukung konsep Wilayatul Faqih seperti Ayatollah al-Shirazi, Hassan Tabatabaei Qomi, Montazeri dan Ayatollah Jooybari. Sebab itu pula Wilayatul Faqih gagal diterapkan di Irak lantaran ditolak oleh Ayatollah Al-Sistani, ulama Syiah paling berpengaruh di negeri jiran.
Foto: Jamnews
Pertikaian Sunyi Kekuasaan Absolut
Kini Khamenei berada di ujung usia. Berulangkali dia menghilang dari hadapan publik dan dirawat di rumah sakit. Sang pemimpin besar digosipkan menderita kanker prostata. Panggung politik Iran pun tenggelam dalam pertikaian sunyi merebutkan kekuasaan absolut. Khamenei yang belum siap membawa Iran keluar dari gaung revolusi diyakini akan menunjuk sosok yang juga loyal pada warisan Khomeini.
Foto: ISNA
9 foto1 | 9
April 2017, kejaksaan federal Jerman juga mengajukan tuntutan terhadap dua orang yang dicurigai memata-matai kelompok oposisi Mujahidin Rakyat Iran (MEK) untuk dinas rahasia Iran.
MEK yang berbasis di Paris berusaha untuk menggulingkan pemerintah Mullah di Iran dan oleh pemerintah Iran disebut sebagai "organisasi teroris". Pemerintah Iran menyalahkan kelompok itu yang telah menimbulkan kerusuhan di Iran baru-baru ini.
Tahun 1992, empat pemimpin oposisi Kurdi Iran dibunuh di sebuah restoran di Berlin oleh agen Iran.
"Ini kasus berat. Sejak 1979 ada kelompok-kelompok di Iran yang mengejar lawan-lawan politik mereka. Sekarang, kegiatan itu diarahkan juga kepada anggota parlemen Jerman," kata politisi SPD Rolf Mützenich yang mengepalai kelompok kerja parlemen Jerman-Iran.
Potret Brigade Fatemiyoun, Pasukan Rahasia Iran di Suriah
Brigade Fatemiyoun dibentuk Iran dengan menjaring pengungsi Syiah Hazara asal Afghanistan. Tugas mereka yang tadinya menjaga makam suci, kini menjadi perpanjangan tangan rejim Bashar Assad di Suriah.
Foto: Tasnim
Senjata buat Kaum Terbuang
Sejak 2012 Garda Revolusi Iran mulai merekrut pejuang dari etnis Hazara yang mengungsi dari Afghanistan. Mereka termasuk ke dalam 15% minoritas Syiah yang hidup dalam ancaman militan Sunni seperti Taliban. Sebagian bermukim di Iran, yang lain memilih membangun kehidupan di Suriah. Brigade Fatemiyoun dibentuk buat melindungi situs suci kaum Syiah, yakni makam Sayidah Zainab di Damaskus
Foto: Mashreghnews.ir
Lahir dari Perang
Milisi Syiah Afghanistan telah muncul sejak perang Iran-Irak pada dekade 1980an. Saat itu Pasdaran membentuk satuan bernama Brigade Abouzar yang terdiri dari pejuang Hazara. Sebagian besar pejuang Fatemiyoun pernah terlibat dalam perang Irak dan Afghanistan. Sebab itu kelompok bersenjata ini termasuk yang paling berpengalaman dalam perang saudara di Suriah.
Foto: Tasnim
Disambut Ayatollah Khamenei
Media-media Iran mulai melaporkan keberadaan pasukan rahasia ini sejak 2013, ketika jenazah gerilayawan yang tewas dipulangkan ke Iran dan keluarganya diterima oleh pemimpin spiritual Ayatollah Khamenei. Menurut kantor berita Tasnim, sejauh ini sebanyak 383 gerilayawan Fatemiyoun telah terbunuh dalam perang di Suriah.
Foto: MEHR
Milisi Berparas Militer
Bekas komandan Fatimiyoun, Sayed Hassan Husseini atau yang lebih dikenal dengan nama Sayed Hakim mengklaim milisi Syiah Afghanistan itu beranggotakan hingga 14.000 gerilayawan. Mereka terbagi dalam tiga brigade di Damaskus, Hama dan Aleppo serta dilengkapi dengan persenjataan berat seperti artileri, kendaraan lapis baja hingga unit spionase.
Foto: MEHR
Dana Surga buat Perang
Setiap gerilayawan Fatemiyoun mendapat gaji sekitar 450 Dollar AS per bulan. Selain itu pemerintah Iran juga memberikan dana tunjangan untuk keluarga. Jumlah uang yang diterima setiap serdadu bisa mencapai 700 Dollar AS atau sekitar 9 juta Rupiah per bulan. Kendati begitu, serdadu Fatemiyoun tidak diizinkan menetap lama di Iran, melainkan disiagakan di Suriah, Irak atau Afghanistan.
Foto: MEHR
Tersebar di Timur Tengah
Faris Baiush, seorang perwira berpangkat kolonel di Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) awal 2016 mengatakan kepada Alljazeera, pihaknya memperkirakan setidaknya 2.000 gerliyawan Syiah-Afghanistan ikut bertempur bersama pasukan pemerintah di kota Aleppo. Komandan Garda Revolusi, Mohammad Ali Jafari, mengklaim Iran memiliki 200.000 gerilayawan di Yaman, Irak, Suriah, Afghanistan dan Pakistan.
Foto: Tasnim
Pion di Negeri Orang
Media Iran, Mashregh, pernah memuat pernyataan seorang bekas komandan Garda Revolusi yang mengritik pemerintah karena tidak menggunakan Brigade Fatemiyoun dengan lebih optimal. Menurutnya milisi bersenjata itu bisa menjadi pion buat mendukung kebijakan luar negeri Teheran. (Penulis: Rizki Nugraha/as - Sumber: Aljazeera, Long War Journal, The Washington Institute)