Polisi Moral Iran Kembali Patroli Aturan Berpakaian di Jalan
17 Juli 2023
Banyak perempuan Iran berhenti mengenakan hijab sebagai protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini. Namun, kini polisi moral kembali berpatroli.
Iklan
Polisi Iran mengumumkan bahwa pihaknya akan kembali berpatroli untuk menegakkan aturan berpakaian yang mengharuskan perempuan untuk menutupi rambut mereka di tempat umum.
Di Teheran, polisi moral Iran, baik petugas laki-laki maupun perempuan, terlihat tengah berpatroli di jalanan menggunakan mobil van, pada hari Minggu (16/07).
"Polisi akan melakukan patroli dengan mobil dan berjalan kaki untuk memperingatkan, mengambil tindakan hukum, serta merujuk ke pengadilan, bagi mereka yang tidak mematuhi perintah polisi dan mengabaikan konsekuensi dari cara berpakaian yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku," ujar juru bicara polisi Iran Saeed Montazer Almehdi, demikian menurut kantor berita resmi IRNA.
Larangan Kuliah oleh Taliban, Hak Perempuan Afganistan Dirampas
Sejak merebut kekuasaan pada pertengahan 2021, Taliban semakin membatasi hak-hak perempuan dan anak perempuan Afganistan. Kini, mereka membatasi akses perempuan ke pendidikan tinggi hingga memicu kemarahan internasional.
Foto: AFP
Perpisahan untuk selamanya?
Perempuan tidak akan diizinkan untuk kembali berkuliah. Dalam pernyataan pemerintah pada hari Selasa (20/12), Taliban menginstruksikan semua universitas di Afganistan, baik swasta maupun negeri, untuk melarang perempuan mengenyam pendidikan. Sekarang ini semua mahasiswa perempuan dilarang masuk ke universitas
Foto: AFP
Perempuan disingkirkan
Pasukan Taliban menjaga pintu masuk sebuah universitas di Kabul, sehari setelah larangan untuk perempuan berkuliah diberlakukan. Para mahasiswi diberitahu bahwa mereka tidak bisa masuk kampus. Larangan diberlakukan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, sudah ada aksi protes di universitas, di mana siswa laki-laki batal mengikuti ujian dan beberapa dosen laki-laki juga mogok mengajar.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Pendidikan tinggi hanya untuk laki-laki
Sejumlah pembatasan telah diberlakukan sebelum ini. Setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, universitas harus memisahkan pintu masuk dan ruang kuliah berdasarkan jenis kelamin. Mahasiswi hanya boleh diajar oleh dosen perempuan atau oleh pria tua. Gambar ini menunjukkan ada batas pemisah untuk mahasiswi di Universitas Kandahar.
Foto: AFP/Getty Images
Angkatan terakhir
Mahasiswi Universitas Benawa di Kandahar, masih bisa ikut wisuda Maret lalu dengan gelar di bidang teknik dan ilmu komputer. Pembatasan baru atas hak-hak perempuan di Afganistan mengundang kecaman keras dari dunia internasional. Human Rights Watch menyebut larangan kuliah bagi perempuan sebagai "keputusan yang memalukan", sementara PBB menyatakan keputusan itu melanggar hak asasi perempuan.
Foto: JAVED TANVEER/AFP
Dampaknya menghancurkan masa depan negara
Ribuan perempuan dan anak perempuan mengikuti ujian masuk universitas pada Oktober lalu, salah satunya di Universitas Kabul. Banyak yang ingin belajar kedokteran atau menjadi guru. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, larangan Taliban "tidak hanya melanggar persamaan hak perempuan dan anak perempuan, tetapi akan berdampak buruk pada masa depan negara."
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Tutup peluang pendidikan untuk perempuan
Larangan untuk perempuan berkuliah adalah satu lagi pembatasan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan. Selama lebih dari setahun, gadis remaja hanya bisa bersekolah sampai kelas tujuh di sebagian besar provinsi. Gadis-gadis yang berjalan ke sekolah di Afganistan timur ini beruntung karena beberapa provinsi yang jauh dari pusat kekuatan Taliban mengabaikan larangan tersebut.
Foto: AFP
Negeri tanpa kehadiran perempuan
Perempuan dan anak perempuan sekarang disingkirkan dari sebagian besar aspek kehidupan publik Afganistan. Mereka tidak diizinkan mengunjungi gym atau taman bermain di Kabul selama berbulan-bulan. Taliban membenarkan larangan tersebut dengan berkilah, peraturan tentang pemisahan jenis kelamin tidak dipatuhi, dan banyak perempuan tidak mengenakan jilbab seperti yang diwajibkan oleh mereka.
Foto: WAKIL KOHSAR/AFP/Getty Images
Realitas distopia
Sejumlah perempuan mengumpulkan bunga safron di Herat. Ini adalah pekerjaan yang boleh mereka lakukan, tidak seperti kebanyakan profesi lainnya. Sejak berkuasa, Taliban telah memberlakukan banyak peraturan yang sangat membatasi kehidupan perempuan dan anak perempuan. Misalnya, mereka dilarang bepergian tanpa pendamping laki-laki dan harus mengenakan hijab di luar rumah setiap saat.
Foto: MOHSEN KARIMI/AFP
Sebuah aib yang memalukan
Banyak perempuan Afganistan menolak penghapusan hak-hak mereka dan berdemonstrasi di Kabul pada November lalu. Sebuah plakat bertuliskan "Kondisi Mengerikan Perempuan Afganistan Merupakan Noda Aib bagi Hati Nurani Dunia." Siapapun yang ikut protes perlu keberanian besar. Demonstran menghadapi risiko represi kekerasan dan pemenjaraan. Para aktivis hak-hak perempuan juga dianiaya di Afganistan.
Foto: AFP
9 foto1 | 9
Bentuk "protes diam”
Bahkan setelah serangkaian aksi protes diredam oleh pemerintah, masih banyak perempuan Iran yang secara demonstratif mengabaikan persyaratan penggunaan hijab di tempat umum, sebagai bentuk "protes diam” mereka.
Iklan
Sebelumnya, polisi moral sebagian besar telah menghilang dari jalanan di kota-kota Iran dan bahkan ada laporan bahwa mereka telah dibubarkan. Namun, pihak berwenang tetap bersikeras bahwa aturan berpakaian tidak akan berubah.
Pemerintah Iran juga mengambil langkah-langkah lain untuk tetap menegakkan aturan, termasuk menutup bisnis yang pegawainya tidak mematuhi aturan dan memasang kamera pengawas di tempat-tempat umum, untuk mendeteksi para pelanggar peraturan.
Kembalinya patroli ini muncul tepat setelah 10 bulan kematian Jina Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun, yang ditangkap polisi moral Iran karena dianggap telah melanggar aturan berpakaian syariat Islam.
Amini kemudian meninggal dalam tahanan polisi, di mana kematiannya itu telah memicu aksi protes warga Iran yang ditekan secara brutal. Lebih dari 500 demonstran terbunuh dan hampir 20.000 orang ditangkap dalam tekanan pemerintah.
Perempuan Asia: Jiwa dan Raga
16:13
Warisan revolusi Islam
Para penguasa religius Iran dengan keras membela aturan berpakaian dan menganggap hijab sebagai revolusi Islam yang membawa Iran ke tampuk kekuasaan.
Di Iran, aturan berpakaian ini telah berlaku sejak 1979. Para pelanggarnya akan dikenakan denda atau hukuman penjara hingga dua bulan.
Namun, dengan banyaknya warga Iran yang menuntut adanya perubahan, pihak berwenang pada bulan Mei lalu mengajukan rancangan undang-undang "Dukungan terhadap Budaya Hijab dan Kesucian" yang lebih meringankan.
RUU tersebut menuntut denda yang lebih tinggi bagi "siapa pun yang melepas hijab mereka di tempat umum atau pun di internet," tetapi tidak mencantumkan ancaman hukuman penjara.