Polisi Papua Nugini masuk ke kamp penahanan pengungsi di Pulau Manus, yang sebelumnya dikelola Australia dan dinyatakan sudah ditutup. Ratusan pengungsi dipaksa pindah.
Iklan
Aparat Papua Nugini (PNG) mulai bergerak mengosongkan kamp penahanan imigrasi di Pulau Manus yang menampung pengungsi dan imigran ilegal yang ingin ke Australia. Kamp itu sebelumnya dikelola oleh Australia dan dinyatakan sudah ditutup. Namun ratusan pengungsi menolak meninggalkan tempat itu
PBB dan kelompok hak asasi manusia mengeritik „langkah keras" itu dan menyatakan, situasi bisa berkembang menjadi krisis kemanusiaan.
Kepala Kepolisian setempat, Inspektur Dominic Kakas mengatakan, 50 petugas polisi dan imigrasi dikerahkan memasuki kamp tersebut pada hari Kamis pagi dan „membujuk" sebagian penghuninya untuk pindah ke akomodasi pengganti di kota terdekat Lorengau.
Namun para pencari suaka melaporkan, polisi menggunakan kekerasan untuk mengusir mereka dari kamp tahanan Pulau Manus itu. Otoritas PNG 3 minggu lalu sudah menghentikan penyediaan air, listrik dan makanan.
Apa yang terjadi?
Para pengungsi ditahan di Kamp Penahanan Pulau Malus di bawah kebijakan imigrasi Australia, yang berusaha mencegah para pencari suaka mendekat ke pantai Australia dengan kapalnya. Australia lalu menyewa Pulau Malus di PNG untuk dijhadikan kamp penahanan.
Namun tahun lalu, Pengadilan Tinggi PNG memutuskan bahwa kamp Manus ilegal dan meminta pemerintah Australia untuk menutupnya.
Sekitar 400 pencari suaka, kebanyakan pria dari Afghanistan, Iran, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka dan Suriah, lalu membarikade jalan masuk ke kamp itu akhir Oktober lalu untuk memprotes rencana pemindahan mereka.
Banyak penghuni di kamp tahanan Pulau Manus mengatakan, mereka khawatir dengan keselamatan mereka jika dipindahkan ke pusat transit lain, karena banyak penentangan dari penduduk setempat. Mereka ingin menetap secara permanen di Australia atau negara lain.
Bagaimana situasinya saat ini
Para pengungsi mengatakn sudah kehabisan obat-obatan minggu lalu. Untuk mendapatkan air, mereka mulai menggali sumur sendiri.
"Situasi di lapangan sangat serius dan memburuk dari hari ke hari," kata Nai Jit Lam, perwakilan regional Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
"Australia harus terus bertanggung jawab dan berperan aktif dalam mencapai solusi," kata Lam.
PBB sejak lama mengkritik kondisi kehidupan di pusat penahanan migran di Pulau Malus di lepas pantai Australia.
Pemerintah Australia tetap menolak
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menuduh para pencari suaka mencoba menekan Australia untuk menerima mereka.
"Mereka berpikir bahwa ... dalam beberapa kasus mereka dapat menekan pemerintah Australia untuk membiarkan mereka datang ke Australia. Kita tidak akan tertekan, kita tidak akan mengubah kebijakan imigrasi kita untuk para penyelundup manusia," kata Turnbull kepada wartawan.
Kebijakan ketat Australia memicu aksi demonstrasi yang menuntut hak yang lebih baik bagi para pencari suaka. Namun pemerintah Australia berpendapat, kebijakan ketat itu untuk menghalangi penyelundup para manusia dan mencegah kematian pengungsi di laut.
Polisi PNG Sapu Bersih Pusat Penampungan di Pulau Manus
Ratusan pencari suaka menolak meninggalkan fasilitas penahanan milik Australia di Pulau Manus karena khawatir akan keamanan mereka. Polisi PNG kini memasuki kamp untuk 'mengusir' mereka.
Foto: Reuters/D. Gray
Kosongkan pulau
Mulai 31 Oktober 2017 seharusnya sudah tidak ada lagi penghuni di Pulau Manus Papua Nugini (PNG), sesuai keputusan pengadilan. Namun ratusan orang masih tetap bertahan hingga Kamis (23/11) pagi, Kepala Inspektur Polisi Dominic Kakas menyebutkan 50 polisi dan petugas imigrasi memasuki pusat penahanan untuk mengevakuasi para pengungsi yang tersisa.
Foto: Reuters/AAP
Polisi: bukan penggerebekan
"Tidak ada razia atau penggerebekan. Yang sedang berlangsung adalah negosiasi dengan para pengungsi," ujar Kakas kepada AP. "Ini bukanlah proses penggusuran. Kami memberitahukan mereka untuk pindah karena tersedia air, makanan dan penampungan yang layak di seberang sana."
Foto: Reuters/AAP//Refugee Action
Pencari Suaka: makanan dan air kami dirampas
Penghuni kamp di Pulau Manus mengklaim bahwa aparat kembali menggasak persediaan darurat milik pengungsi. "Mereka memorak-porandakan makanan kami dan merusak tempat tinggal kami. Mereka juga merusak tangki air kami," ungkap salah seorang pencari suaka kepada Reuters.
Foto: Reuters/AAP
Jatuh tempo
Batas waktu untuk mengosongkan kamp tersebut telah berlalu, namun aparat tidak mengambil tindakan apapun hingga November. Persediaan makanan, air dan listrik telah dihentikan sejak Pulau Manus resmi ditutup pada 31 Oktober lalu. Untuk mendesak para pengungsi meninggalkan kamp, kini polisi mengosongkan tangki air dan memindahkan tempat penampungan.
Foto: Reuters/AAP
PBB: krisis kemanusiaan
Kelompok Advokasi Pusat Pencari Suaka (ASRC) mencatat lebih dari 150 pria yang berada di pusat penahanan tersebut sedang sakit dan tidak memiliki akses terhadap obar-obatan maupun P3K. Sebelumnya PBB menggambarkan kondisi di Manus sebagai "krisis kemanusiaan tanpa kejelasan", dan mendesak pemerintah Australia untuk segera mengambil tindakan demi mencegah bencana kemanusiaan.
Foto: Reuters/AAP
Sejarah kelam
Pusat penahanan pengungsi diselimuti sejarah kelam yang sarat kekerasaan. Pencari suaka asal Iran, Reza Berati terbunuh — dan sekitar 69 pencari suaka turut terluka — ketika razia berlangsung tahun 2014. Dua warga lokal, seorang penjaga keamanan dan pengawai lembaga kemanusian 'Salvation army' dihukum akibat insiden ini.
Foto: Reuters/Thanus
Para pencari suaka
Pencari suaka ke Austaralia umumnya warga Afganistan, Sri Lanka, Iran dan Irak yang kerap datang menggunakan kapal nelayan dari Indonesia menuju Pulau Christmas di Australia. Mereka yang datang akan ditahan untuk diproses. Jika diakui sebagai penggungsi maka mereka akan di tempatkan di kamp-kamp yang terletak di PNG seperti di Pulau Manus dan Nauru, bukan Australia.
Pusat penahanan ditutup karena pengadilan PNG memutuskan bahwa fasilitas penahanan tersebut tidak sesuai konstitusi dan rencananya akan dikembalikan kepada PNG. Sebagai alternatif, tiga lokasi akomodasi yang baru disiapkan di kota Lorengau, PNG, seperti terlihat pada gambar di atas.
Foto: Reuters/AAP
Para demonstran: keadilan untuk pengungsi
Kebijakan imigrasi Australia yang keras menuai protes dari dalam & luar negeri. PM Australia Malcolm Turnbull mengkritik agar pengungsi di Manus tidak mengambil kesempatan mencari suaka. "Mereka pikir... dengan cara ini mereka bisa menekan pemerintah untuk menerima mereka di Australia. Kami tidak akan ditekan. Kami tidak akan melonggarkan imigrasi kepada penyelundup." (Ajit Niranjan/Ed:ts/hp)