1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Polisi PNG Usir Pengungsi Dari Kamp Pulau Manus

23 November 2017

Polisi Papua Nugini masuk ke kamp penahanan pengungsi di Pulau Manus, yang sebelumnya dikelola Australia dan dinyatakan sudah ditutup. Ratusan pengungsi dipaksa pindah.

Papua-Neuginea Manus Insel Polizei dringt in australisches Flüchtlingslager ein
Foto: picture-alliance/dpa/Refugee Action Coalition

Aparat Papua Nugini (PNG) mulai bergerak mengosongkan kamp penahanan imigrasi di Pulau Manus yang menampung pengungsi dan imigran ilegal yang ingin ke Australia. Kamp itu sebelumnya dikelola oleh Australia dan dinyatakan sudah ditutup. Namun ratusan pengungsi menolak meninggalkan tempat itu

PBB dan kelompok hak asasi manusia mengeritik „langkah keras" itu dan menyatakan, situasi bisa berkembang menjadi krisis kemanusiaan.

Kepala Kepolisian setempat, Inspektur Dominic Kakas mengatakan, 50 petugas polisi dan imigrasi dikerahkan memasuki kamp tersebut pada hari Kamis pagi dan „membujuk" sebagian penghuninya untuk pindah ke akomodasi pengganti di kota terdekat Lorengau.

Namun para pencari suaka melaporkan, polisi menggunakan kekerasan untuk mengusir mereka dari kamp tahanan Pulau Manus itu. Otoritas PNG 3 minggu lalu sudah menghentikan penyediaan air, listrik dan makanan.

Kondisi buruk di kamp penahanan pengungsi Pulau ManusFoto: Reuters/AAP

Apa yang terjadi?

Para pengungsi ditahan di Kamp Penahanan Pulau Malus di bawah kebijakan imigrasi Australia, yang berusaha mencegah para pencari suaka mendekat ke pantai Australia dengan kapalnya. Australia lalu menyewa Pulau Malus di PNG untuk dijhadikan kamp penahanan.

Namun tahun lalu, Pengadilan Tinggi PNG memutuskan bahwa kamp Manus ilegal dan meminta pemerintah Australia untuk menutupnya.

Sekitar 400 pencari suaka, kebanyakan pria dari Afghanistan, Iran, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka dan Suriah, lalu membarikade jalan masuk ke kamp itu akhir Oktober lalu untuk memprotes rencana pemindahan mereka.

Banyak penghuni di kamp tahanan Pulau Manus mengatakan, mereka khawatir dengan keselamatan mereka jika dipindahkan ke pusat transit lain, karena banyak penentangan dari penduduk setempat. Mereka ingin menetap secara permanen di Australia atau negara lain.

Australia menyewa Pulau Manus dari Papua Nugini untuk dijadikan kamp penahanan pengungsi

Bagaimana situasinya saat ini

Para pengungsi mengatakn sudah kehabisan obat-obatan minggu lalu. Untuk mendapatkan air, mereka mulai menggali sumur sendiri.

"Situasi di lapangan sangat serius dan memburuk dari hari ke hari," kata Nai Jit Lam, perwakilan regional Badan Pengungsi PBB, UNHCR.

"Australia harus terus bertanggung jawab dan berperan aktif dalam mencapai solusi," kata Lam.

PBB sejak lama mengkritik kondisi kehidupan di pusat penahanan migran di Pulau Malus di lepas pantai Australia.

Aksi protes kelompok hak asasi di Melbourne menentang kebijakan ketat pemerintah Australia terhadap pencari suaka, 23 November 2017Foto: Reuters/AAP/J. Castro

Pemerintah Australia tetap menolak

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menuduh para pencari suaka mencoba menekan Australia untuk menerima mereka.

"Mereka berpikir bahwa ... dalam beberapa kasus mereka dapat menekan pemerintah Australia untuk membiarkan mereka datang ke Australia. Kita tidak akan tertekan, kita tidak akan mengubah kebijakan imigrasi kita untuk para penyelundup manusia," kata Turnbull kepada wartawan.

Kebijakan ketat Australia memicu aksi demonstrasi yang menuntut hak yang lebih baik bagi para pencari suaka. Namun pemerintah Australia berpendapat, kebijakan ketat itu untuk menghalangi penyelundup para manusia dan mencegah kematian pengungsi di laut.

hp/rn (afp, rtr, ap)