Polisi Tahan Ratusan Warga Papua Menjelang Kunjungan Luhut
16 Juni 2016
Polisi sempat menahan sekitar 1.000 demonstran di Papua menjelang kunjungan Menko Polhukam Luhut Panjaitan. Aktivis Papua menuntut penyelidikan pelanggaran HAM oleh lembaga independen, bukan tim bentukan pemerintah.
Iklan
Menjelang kunjungan Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Panjaitan, polisi Papua sempat menahan sekitar 1000 warga hari Rabu (15/06) karena melakukan aksi protes tanpa izin.
Para pengunjuk rasa diberitakan menggelar aksi turun ke jalan di Sentani, menuntut melakukan penyelidikan independen atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat keamanan di Papua.
"Kami melalukan lokalisasi untuk membatasi gerakan mereka," kata Kepala Bidang Humas Polda Papua (Kabid Humas) Komisaris Besar Patridge Renwarin. "Kami tidak menangkap siapa pun."
Tindakan aparat keamanan dibenarkan Atmadji Sumarkdijo, Staf Khusus Bidang Politik dan Media Kantor Staf Kepresidenan yang mendampingi Menko Polhukam berkunjung ke Papua.
Ditanya tentang respon polisi yang terasa bertentangan dengan niat Presiden Joko Widodo ingin mengurangi ketegangan di Papua, Sumarkdijo mengatakan, "Ini tidak berarti Anda bisa melakukan apa pun yang Anda inginkan. Demonstrasi perlu izin polisi."
Warga melakukan protes dan menuntut agar penyelidikan pelanggaran HAM di Papua dilakukan oleh lembaga independen, bukan oleh tim yang dibentuk pemerintah pusat di Jakarta.
Para demonstran juga menyerukan pelaksanaan referendum di Papua di bawah pemantauan internasional.
Presiden Jokowi berulangkali menegaskan akan meredakan ketegangan di Papua dengan langkah-langkah peningkatan kesejahteraan melalui investasi, pembangunan ekonomi dan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan.
Papua telah dicengkeram oleh lama berjalan dan konflik separatis sering kekerasan sejak dimasukkan ke Indonesia setelah banyak dikritik referendum U.N. didukung pada tahun 1969. penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1963.
Pasukan keamanan masih mempertahankan kehadiran yang kuat dan sering dilihat sebagai mengambil pendekatan berat tangan untuk demonstrasi damai, aktivis mengatakan.
Para aktivis Papua khawatir, represi justru akan meningkat dengan pendekatan keamanan yang dilakukan saat ini. Selama dua bulan terakhir, ribuan warga Papua sempat ditahan karena melakukan aksi protes.
"Ketegangan sekarang makin meningkat," kata Veronica Koman dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, yang fokus pada isu-isu Papua. "Polisi menangkap lebih banyak orang."
Bulan lalu, lebih dari 2.000 aktivis Papua ditahan pada peringatan penindasan gerakan kemerdekaan Papua 1963 dan penyelenggaraan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang dituduh penuh manipulasi.
Dua Wajah Tentara - NKRI di Bawah Bayang Militer
TNI banyak berjasa menyatukan Indonesia. Tapi kiprah mereka di tiga wilayah justru membuktikan sebaliknya. Pendekatan keamanan yang dianut mabes di Cilangkap justru mendorong separatisme dan mengancam keutuhan NKRI
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Ancaman Terhadap NKRI?
Presiden Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang memahami perlunya perubahan di tubuh TNI. Ia memerintahkan pergeseran paradigma di Papua, "bukan lagi pendekatan keamanan represif, tetapi diganti pendekatan pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan." Diyakini, kiprah TNI menjaga kesatuan RI justru banyak melahirkan gerakan separatisme.
Foto: Reuters/Beawiharta
Api di Tanah Bara
Sejak Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang banyak memicu keraguan, Papua berada dalam dekapan militer Indonesia. Sejak itu pula Jakarta menerapkan pendekatan keamanan buat memastikan provinsi di ufuk timur itu tetap menjadi bagian NKRI. Tapi keterlibatan TNI bukan tanpa dosa. Puluhan hingga ratusan kasus pelanggaran HAM dicatat hingga kini.
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images
Rasionalisasi Pembunuhan
Tudingan terberat ke arah mabes TNI di Cilangkap adalah rasionalisasi pembunuhan warga sipil di Papua. Theys Hiyo Eluay yang ditemukan mati tahun 2001 silam adalah salah satu korban. Pelakunya, anggota Komando Pasukan Khusus, mendapat hukuman ringan berkat campur tangan bekas Kepala Staf TNI, Ryamizad Ryacudu yang kini jadi Menteri Pertahanan. "Pembunuh Theys adalah pahlawan," katanya saat itu
Foto: Getty Images/AFP/T. Eranius
Merawat Konflik, Menjaga Kepentingan
Berulangkali aksi TNI memprovokasi konflik dan kerusuhan. Desember 2014 silam aparat keamanan menembak mati empat orang ketika warga Paniai mengamuk lantaran salah satu rekannya dipukuli hingga mati oleh TNI. Provokasi berupa pembunuhan juga dilakukan di beberapa daerah lain di Papua. Faktanya nasionalisme Papua berkembang pesat akibat tindakan represif TNI, seperti juga di Aceh dan Timor Leste
Foto: picture-alliance/dpa
Seroja Dipetik Paksa
Diperkirakan hingga 200.000 orang meninggal dunia dan hilang selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Leste. Sejak operasi Seroja 1975, Timor Leste secara praktis berada di bawah kekuasaan TNI, meski ada upaya kuat Suharto buat membangun pemerintahan sipil.
Foto: picture-alliance/dpa
Petaka di Santa Cruz
Kegagalan pemerintahan sipil Indonesia di Timor Leste berakibat fatal. Pada 12 November 1991, aksi demonstrasi mahasiswa menuntut referendum dan kemerdekaan dijawab dengan aksi brutal oleh aparat keamanan. Sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Kegelapan
Sejak pembantaian tersebut Indonesia mulai dihujani tekanan internasional buat membebaskan Timor Leste. Australia yang tadinya mendukung pendudukan, berbalik mendesak kemerdekaan bekas koloni Portugal itu. PBB pun mulai menggodok opsi misi perdamaian. Akhirnya menyusul arus balik reformasi 1998, penduduk Timor Leste menggelar referendum kemerdekaan tahun 1999 yang didukung lebih dari 70% pemilih.
Foto: picture-alliance/dpa/Choo
Serambi Berdarah
Pendekatan serupa dianut TNI menyikapi kebangkitan nasionalisme Aceh, meski dengan akhir yang berbeda. Perang yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka, dijawab dengan teror terhadap pendukung dan simpatisan organisasi pimpinan Hasan Tiro itu. Namun berbagai aksi keji TNI justru memperkuat kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Daerah Operasi Militer
Dua kali Jakarta mendeklarasikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, antara 1990-1998 dan 2003-2004. Amnesty International mencatat, perang di Aceh sedikitnya menelan 15.000 korban jiwa, kebanyakan warga sipil. TNI dituding bertanggungjawab dalam banyak kasus pelanggaran HAM, antara lain penyiksaan dan pemerkosaan, tapi hingga kini tidak ada konsekuensi hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/Saini
Alam Berbicara
Perang di Aceh berakhir dramatis. Di tengah eskalasi kekerasan pada masa darurat militer, bencana alam berupa gempa bumi dan Tsunami menghantam provinsi di ujung barat Indonesia itu. Lebih dari 100.000 penduduk tewas. Tidak lama kemudian semua pihak yang bertikai sepakat berdamai dengan menandatangani perjanjian di Helsinki, 2005.
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
10 foto1 | 10
Hingga kini, Papua masih menjadi daerah yang diawasi secara khusus. Upaya Presiden Jokowi membuka kawasan Papua bagi jurnalis asing mendapat penentangan kalangan militer. Jokowi akhirnya harus menarik instruksi "bebas meliput bagi wartawan asing", yang disampaikannya ketika berkunjung ke Papua tahun lalu.