Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Dugaan Pengeroyokan Audrey
11 April 2019
Setelah memeriksa sejumlah saksi, polisi menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan kekerasan terhadap siswi SMP Pontianak. Proses penyidikan hingga saat ini masih berlangsung.
Iklan
Ketiga tersangka itu berinisial L, TPP, dan NNA. Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Donny Charles Go mengatakan ketiganya dijerat dengan Pasal 76C juncto Pasal 80 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara.
"Dari Polresta Pontianak sudah menetapkan tiga orang tersangka," kata Kabid Humas Polda Kalimantan Barat, Kombes Donny Charles Go, Rabu (10/4/2019).
Donny mengatakan penetapan tersangka ini dilakukan setelah polisi menemukan bukti yang cukup serta kesesuaian keterangan antara saksi dan korban.
"Yang diperiksa ini tidak hanya korban, ibu korban, tapi juga semua anak-anak SMA yang ada di lokasi, diperiksa seluruhnya. Dari beberapa pengakuan saksi yang ada di sana sudah mengerucut pada tiga tersangka," jelasnya.
Tersangka pelaku meminta maaf
Kasus dugaan pengeroyokan siswi SMP di Pontianak ini mendapat sorotan luas di media sosial dengan #JusticeForAudrey! Petisi meminta keadilan bagi Audrey di laman changer.org hingga Kamis (11/04) telah ditandatangani lebih dari 3,6 juta orang.
Tujuh dari 12 siswi SMA yang terkait kasus dugaan kekerasan terhadap Audrey, memberikan klarifikasi. Ketujuh pelajar didampingi komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Pontianak Alik R Rosyad dan sejumlah keluarga.
Mereka secara bergantian menyampaikan permintaan maaf kepada korban Audrey. Di antara mereka ada yang mengaku tidak berada di dua lokasi kejadian di Aneka Pavilion di Jalan Sulawesi dan Taman Akcaya di Sutan Syahrir, Pontianak, pada Jumat (29/3).
"Kami menyesal dan mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada korban, pihak keluarga, dan masyarakat umum," kata salah seorang tersangka dalam jumpa pers di Mapolresta Pontianak seperti dilansir Antara, Rabu (10/4/2019).
8 Hal yang Harus Dilakukan Anak-anak Sendiri Sebelum Masuk SMP
Bagaimana anak-anak bisa tumbuh dewasa sebagai manusia kompeten, jika orangtua selalu melakukan segalanya untuk anak yang berangkat remaja.
Foto: Public Domain
1. Bangun pagi tanpa perlu dibangunkan
Inilah saatnya membiarkan jam alarm melakukan tugasnya. Mereka harus belajar bertanggung jawab untuk bangun sendiri sendiri ketika mulai sekolah menengah, agar tak terlambat. Belajar menjadi orang dewasa yang berdisiplin dan menghargai waktu.
Foto: Fotolia/photonetworkde
2. Menyiapkan sarapan sendiri.
Orang tua kadang memastikan ada makanan di rumah sehingga mereka bisa makan sarapan. Tiba saatnya mereka mulai menyiapkan sarapannya sendiri sesuai dengan selera dan kreasinya sendiri.
Foto: Fotolia/okinawakasawa
3. Mengerjakan PR sendiri
Ketakutan orangtua biasanya, sang anak lupa atau salah dalam mengerjakan tugas dari sekolah yang dibawa pulang atau PR. Namun kini sudah saatnya mereka mengerjakannya. Setelahnya mereka boleh meminta orangtua untuk mengecek saja. Mereka perlu tahu bagaimana melakukannya tanpa intervensi Anda.
Foto: Imago/Jochen Tack
4. Mengepak barang-barang sendiri untuk sekolah
Buku, ponsel, kunci tertinggal, seragam belum dicuci..... Bukan tugas Anda lagi sebagai orangtua yang terus-menerus bawel mengingatkan. Mereka harus belajar untuk tahu konsekuensinya, tanpa harus mengandalkan orangtua mengingatkan benda-benda tersebut. Lupa sesuatu? Rasakan rasa sakit itu.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
5. Rencanakan dan kerjakan proyek sekolah sendiri
Proyek sekolah tidak diberikan malam hari sebelum jatuh tempo. Karena itu, jangan ambil alih tugas sekolah pada menit terakhir agar proyek selesai. Mereka harus belajar membuat perencanaan yang matang. Satu-satunya hal yang bisa Anda lakukan, dalam obrolan mingguan, tanya tentang proyek sekolah apa yang akan atau tengah digarap.
Foto: Fotolia/Spectral-Design
6. Mencuci baju sendiri
Seorang remaja harus diingatkan, bahwa orangtua bukanlah pelayan mereka. Dalam usia beranjak remaja, mereka mampu mengatasi keseluruhan proses binatu, mulai dari mencuci dan melipat atau menyeterika.
Foto: Dron/Fotolia
7. Menyelesaikan persoalan dengan guru atau pelatih
Jika anak punya masalah dengan guru atau pelatih, dia harus mempertanggungjawabkannya. Tidak disarankan orang tua ikut campur permasalahan di antara figur otoritas dan anak. Orangtua cukup perlu tahu. Anak perlu belajar bagaimana menangani masalahnya sendiri atau setidaknya meminta Anda untuk membantu mereka.
Foto: picture-alliance/dpa
8. bertanggung jawab dalam urusan sekolah
Orangtua memang perlu mengobrol soal proyek sekolah dan PR, tapi diharapkan anak-anak tersebut menyadarai bahwa itu adalah tanggung jawab mereka sepenuhnya. Dengan demikian orangtua juga belajar menghargai kemampuan anak itu sendiri. Yang tetap harus dilakukan adalah mengamati perkembangan nilai dan berbicara tentang situasi di sekolah, tanpa perlu ikut campur berlebihan. (Ed: ap/hp/redtri)
Foto: Public domain
8 foto1 | 8
Dikutip dari Antara, para pelajar itu menyebut tidak melakukan pengeroyokan. Mereka mengaku berkelahi satu lawan satu, sementara teman-teman yang lain hanya menyaksikan. Ada juga yang mencoba melerai perkelahian tersebut.
"Jadi kami tidak mengeroyok Aud. Kami berkelahi satu lawan satu," kata salah satu pelajar tersebut.
Tingkatkan peran sekolah
Sementara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyayangkan kasus dugaan penganiayaan yang kenyataannya tidak seperti kabar viral di media sosial.
"Kasus ini sangat disayangkan dan tidak seperti yang viral di medsos setelah saya mendapat informasi langsung dari Kapolresta Pontianak Kompol Muhammad Anwar Nasir," kata Muhadjir Effendy di Pontianak sebagaimana dilansir Antara, Kamis (11/4/2019).
Muhadjir menjelaskan isu yang viral di medsos menyebut korban dikeroyok 12 pelaku dan merusak area sensitif korban.
Ia pun meminta para kepala sekolah bertanggung jawab dan memberikan informasi yang benar.
"Mohon kerja sama kepala sekolah untuk meredam masalah ini dan memberikan informasi yang benar, baik pada media maupun melalui medos," ujarnya.
Selain itu, Mendikbud meminta para kepala sekolah di Kalbar terus meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak didiknya sehingga terhindar dari narkoba dan perilaku negatif lainnya. (ae/ts)
Anak Prancis Tidak Suka "Ngambek"
Anda mungkin pernah berhadapan dengan situasi bocah lucu berubah jadi “monster cilik“ saat merengek ingin sesuatu di supermarket. Beda halnya di Prancis, anak-anaknya dikenal tidak suka "ngambek". Berikut rahasianya.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Sebelum ulang tahun pertama
Sama seperti di Indonesia, cuti hamil di Prancis hanya 3 bulan. Jika ingin cuti lebih lama, pekerjaan Si Ibu tetap dijamin, namun ia harus merelakan gajinya terpotong untuk membayar tunjangan sosial. Maka tak jarang, usai cuti hamil bayi langsung dibawa ke penitipan anak. Dampak positifnya, sejak dini anak terbiasa mengenal wajah baru, lebih cepat beradaptasi dan lebih mandiri.
Foto: Fotolia/allari
Tidur sendirian
Sejak kecil, anak-anak Prancis dilatih untuk tidur di tempat tidur mereka sendiri, bahkan di kamar tidur yang terpisah. Jika Si Kecil bangun di malam hari dan mulai menangis, orang tua tidak segera bergegas ke kamar anaknya. Mereka menunggu sesaat untuk memastikan seberapa penting Si Anak membutuhkan kehadiran mereka. Anak pun semakin terbiasa tidur sendirian.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Tanpa Batas
Anak dibebaskan melalukan apapun hingga batas yang sanggup mereka tangani sendiri. Di tempat bermain, anak tak didampingi langsung orangtua. Saat konflik antar anak terjadi, orangtua juga tidak ikut campur agar Si Kecil terlatih menyelesaikan masalah sendiri. Batasan tegas antara "sikap main-main" dan "sikap buruk" ditetapkan dan hanya perbuatan buruk yang dihukum sehingga anak paham perbedaanya.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Assanimoghaddam
Boleh dititip nenek?
Setiap akhir pekan atau hari libur, keluarga besar akan berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak. Tapi cukup hanya hari itu. Di Prancis, orang tua akan lebih sering terlihat minum kopi atau memegang segelas anggur di kafe daripada menjadi pengasuh untuk cucu mereka. Meski demikian, nenek dan kakek berperan penting mendidik Sang Cucu terutama selama masa pertumbuhan.
Foto: Fotolia/GordonGrand
Tidak ada makanan khusus anak-anak
Tiap keluarga di Prancis memegang teguh prinsip makan bersama harus dilakukan setidaknya sekali sehari. Tidak ada yang istilahnya "makanan khusus anak" sebab anak-anak dan orang dewasa menikmati hidangan yang sama. Bukan berarti orang tua akan memaksa anaknya menyantap menu yang tidak mereka sukai, namun ada syaratnya Si Anak setidaknya harus mencicipi dulu makanan apapun yang tersaji di meja.
Foto: picture-alliance/dpa
Bersikap sopan
Harus bersikap baik! Semua anak Prancis tahu aturan ini. Anak-anak terbiasa menyapa tamu atau tetangga dengan ramah. Mereka juga terbiasa mengantre dengan tenang, bahkan tak sungkan memberikan tempat duduk kepada orang tua di bus. Sejak kecil bocah di Prancis mengenal empat ungkapan wajib yakni: "terima kasih," "terima kasih kembali," "semoga Anda memiliki hari yang baik", dan "selamat tinggal".
Foto: Colourbox
Tak perlu segera kenal "A B C"
Orangtua di Perancis akan bersikap santai jika anak mereka belum bisa membaca atau berhitung hingga berusia lima tahun. Prinsip mereka, masa kecil adalah masa indah yang patut dihabiskan hanya dengan bermain, bermimpi, menjelajahi dunia, serta untuk belajar bersikap sopan dan bertanggung jawab. Setelah ulang tahun yang ke-6 barulah anak-anak mulai belajar menulis dan berhitung.
Foto: Imago/J. Alexandre
Hari Minggu khusus keluarga
Setiap hari Minggu adalah waktu terbaik untuk piknik di taman, bermain bersama, berjalan kaki atau bersantai sambil bersepeda. Bahkan keluarga di Prancis jauh hari sudah merencanakan kegiatan apa yang akan mereka lakukan pada hari Minggu mendatang.
Foto: Colourbox/Monkey Business Images
Uang saku sesuai umur
Ketika pergi berbelanja, anak-anak Prancis tetap tenang dan tidak berisik apalagi sampai merengek bila orangtua mereka menolak membeli permen atau mainan yang terpampang di rak supermarket. Sejak berusia tujuh tahun, bocah kecil di Prancis sudah menerima uang saku dan bebas untuk membeli apapun yang mereka mau. Jumlah uang saku yang mereka terima tiap bulan sesuai dengan usia mereka.