1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumIndonesia

Polisi Ungkap Prostitusi Online Libatkan Anak di Bawah Umur

Detik News
25 Mei 2021

Total ada 18 anak di bawah umur yang menjadi korban prostitusi online di 2 hotel di kawasan Jakarta Barat. Mereka dijual lewat aplikasi MiChat dengan tarif sekali kencan hingga 500 ribu rupiah.

Foto ilustrasi
Foto ilustrasiFoto: picture-alliance/chromorange/R. Peters

Prostitusi anak di bawah umur di dua hotel di Jakarta Barat membuat gempar. Belasan ABG perempuan dijadikan sebagai budak seks prostitusi online.

Total ada 75 orang yang diamankan polisi dari dua hotel di kawasan Jakarta Barat, pada Rabu (19/5) dan Jumat (21/5). Dari jumlah tersebut, 18 di antaranya berstatus anak di bawah umur.

"Jumlah keseluruhan yang diamankan dari dua lokasi yaitu 75 orang, baik itu muncikari, wanita open BO, tamu, serta karyawan di hotel tersebut," kata Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto dalam keterangan yang diterima detikcom, Senin (24/5/2021).

Para ABG perempuan tersebut dijual oleh muncikari kepada pria hidung belang melalui aplikasi MiChat. Setelah tercapai kesepakatan soal tarif, para pelaku membawa korban ke hotel di Jakarta Barat untuk melayani pria hidung belang.

"Pelaku membuat akun aplikasi MiChat dan mengoperasikan aplikasi MiChat tersebut melalui handphone pelaku sebagai joki (pencari tamu)," imbuhnya.

Ditarif hingga Rp 500 Ribu

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengungkapkan muncikari tersebut menawarkan para korban dengan tarif hingga Rp 500 ribu.

"Selanjutnya pelaku menawarkan korban kepada laki-laki melalui aplikasi MiChat sebagai wanita 'BO' (booking online) dalam praktek protitusi online dengan tarif Rp 300 ribu sampai dengan Rp 500 ribu," jelas Kombes Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (24/5/2021).

Muncikari mendapatkan keuntungan hingga 10 persen dari setiap transaksi.

"Dalam satu kali transaksi, para muncikari mendapatkan bagian Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu," ungkap Yusri.

Sementara para korban menggunakan uang hasil prostitusi itu untuk membayar sewa kamar hingga keperluan sehari-hari.

"Anak korban selain membayar sewa kamar hotel dan kebutuhan sehari-hari, juga memberikan komisi/fee kepada pelaku sebesar Rp 50 ribu sampai dengan Rp 100 ribu per tamu," jelasnya.

KPAI minta aplikasi MiChat diawasi secara ketat

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta aplikasi MiChat yang digunakan muncikari untuk menawarkan anak itu diawasi secara ketat.

"Dari 18 anak media platform yang digunakan memang ternyata masalah prostitusi online, baik itu booking online dan lain sebagainya menggunakan platform MiChat. Mereka beberapa anak sebelumnya kalau bicara beberapa kasus yang sama dan hampir mirip di kasus bulan sebelumnya di mana anak-anak kemudian dipengaruhi di aplikasi MiChat, kemudian mereka booking order," kata Komisioner KPAI, Putu Elvina, kepada wartawan, Senin (24/5/2021).

Putu menyoroti aplikasi MiChat yang kerap kali digunakan sebagai sarana prostitusi online yang melibatkan anak-anak. Putu mendorong agar polisi melakukan patroli siber secara ketat di aplikasi ini.

"Ini kasuistis, kita belum bisa mengeneralisir bahwa aplikasi MiChat itu mayoritas disalahgunakan untuk itu, karena kan bicara aplikasi tergantung kepada pengguna, tapi kemudian kebetulan beberapa kasus prostitusi online yang melibatkan anak menggunakan aplikasi tersebut. Artinya penting bagi cyber patrol atau patroli siber untuk mengawasi aplikasi tersebut yang rentan disalahgunakan untuk booking order bagi prostitusi-prostitusi online," ungkap Putu.

Putu mengatakan bahwa pihaknya juga menerima laporan bahwa kedua muncikari dalam kasus ini juga mencabuli korban sebelum ditawarkan secara online. Putu mendorong agar pelaku dikenakan pasal berlapis.

"Untuk kasus ini ternyata kedua muncikari itu sebelumnya, anak itu dijadikan pacar, kan tidak hanya ditawarkan untuk prostitusi, mereka melakukan pencabulan dulu ya kalau nggak salah saya terhadap anak baru, kemudian mereka tawarkan melalui booking order kepada pengguna-pengguna. Artinya di situlah kemudian mereka memanfaatkan anak, mengeksploitasi secara ekonomi dan seksual," kata dia.

"Ini harus kemudian diancam dengan pidana berlipat, tidak hanya bicara pasal terkait eksploitasi anak secara ekonomi dan seksual tetapi juga dijerat dengan pasal pencabulan. Saya pikir penegakan hukum menjadi penting agar kemudian juga anak-anak semakin terlindungi," lanjutnya.

Putu mengatakan prostitusi online yang melibatkan anak semenjak pandemi Corona ini meningkat. Para pelaku juga menjanjikan anak dengan segala upaya.

"Di sini terlihat bahwa karena kasusnya sekian kali terjadi adanya indikasi bahwa anak-anak mudah dipengaruhi di masa pandemi mereka butuh uang sehingga anak tersebut mencari jalan pintas yang akhirnya kemudian diiming-imingilah untuk mendapatkan uang dengan cara kejahatan tersebut, sayangnya kemudian anak-anak tidak mengetahui risiko terkait tindakan yang kemudian yang terjadi pada mereka," jelasnya.

Kemiskinan jadi salah satu faktor mengapa anak perempuan terjebak lingkaran prostitusi

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mendorong polisi mempertimbangkan kasus ini terhadap pelanggaran Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW). Serta pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Penting bagi polisi untuk mempertimbangkan pelanggaran terhadap CEDAW selain pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak, TPPO, ITE dan pasal terkait prostitusi di dalam proses penyelidikan dan penyidikan," kata dia.

Terhadap anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual ini, Theresia mendukung agar diberi pendampingan penuh. Pendampingan ini guna memastikan pemulihan bagi korban.

"Bagi anak-anak korban, polisi penting melibatkan lembaga-lembaga layanan untuk memastikan pemulihan bagi anak-anak korban. Ini adalah bagian dari konsep SPPT PKKTP (Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan) dengan melibatkan dua entitas besar, yaitu APH dan Pengada, layanan untuk bekerja bersama bagi korban," jelasnya.

Ada beberapa faktor anak perempuan terjebak di lingkaran prostitusi. Faktor itu, kata Theresia, antara lain kemiskinan dan kekerasan seksual.

"Keterlibatan anak-anak perempuan dalam lingkaran prostitusi tentu saja dilatari oleh berbagai faktor, antara lain kemiskinan. Pemantauan KP juga melihat keterkaitan antara kekerasan seksual dan fenomena anak perempuan yang dilacurkan. Soal kemiskinan dan kekerasan seksual ini penting menjadi perhatian pemerintah terutama dalam masa pandemi ini dan melihat mereka sebagai anak-anak yang dipaksa masuk dalam lingkar prostitusi," kata dia.

Selain itu, Theresia mendorong agar program melek digital digalakkan bagi anak, sehingga anak memahami jenis-jenis kejahatan di dunia maya.

"Melek digital dan berselancar di dunia maya dengan aman menjadi suatu yang urgen untuk dilakukan oleh berbagai pihak, terutama oleh pemerintah agar anak-anak menyadari dan memahami bahwa ada kejahatan di dunia maya yang potensial mengancam mereka," jelasnya. (Ed: gtp/pkp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Gempar Belasan ABG Dijadikan Budak Seks Bermodus Pacar di Jakbar

18 Anak Dijadikan PSK Online di Jakbar, KPAI Desak Muncikari Dihukum Berat

Komnas Perempuan Duga Prostitusi Online Anak di Jakbar Terorganisasi

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait