1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Politik Baru Berlusconi - Program Baru atau Hanya Taktik Lama?

15 April 2008

Koalisi partai-partai kanan pimpinan Silvio Berlusconi memenangkan Pemilu Italia. Sang raja televisi Italia itu pun kembali ke tampuk kekuasaan. Ia menjanjikan kabinet baru akan terbentuk dalam tempo sepekan.

Silvio BerlusconiFoto: AP

Dalam kabinet yang akan dibentuknya, Berlusconi antara lain dengan menempatkan politikus yang kini menjabat Komisioner Urusan Peradilan Uni Eropa, Franco Fratinni, sebagai Menteri Luar Negeri. Frattini sebelumnya merupakan menteri luar negeri tahun 2002 hingga 2004 di bawah Berlusconi. Namun secara keseluruhan, katanya boss klub sepak bola AC Milan ini akan mengelola negerinya dengan cara yang baru.

"Saya akan sepenuhnya lain dari terakhir menjabat dulu. Sekarang saya adalah perdana menteri yang bukan perdana menteri di tahun 2001."

Tahun 2001 itu adalah masa jabatan kedua Berlusconi sebagai perdana menteri, yang berakhir tahun 2006 dalam kekalahan yang pahit dari Romano Prodi. Masa kepemimpinan Berlusconi waktu itu dinilai acak-acakan. Ekonomi Italia morat-marit, korupsi tumbuh subur. Bahkan Berlusconi sendiri enam kali disidik untuk berbagai perkara korupsi. Namun selalu lolos.

Pertama kali Berlusconi memimpin Italia tahun 1994 dan jatuh dua tahun kemudian. Juga karena kalah dari Romano Prodi. Tetapi Berlusconi selalu berhasil menggoyang koalisi kiri yang mengalahkannya, lalu kemudian bangkit lagi. Sebagaimana terjadi sekarang. Tetapi akan seperti apa Italia sekarang di tangan seorang Berlusconi untuk ketiga kalinya?

Silvio Berlusconi membandingkan dirinya dengan bekas perdana menteri Inggris Margaret Thatcher.

"Sebagaimana Thatcher di masa jabatannya yang kedua, kali ini saya ingin berkonsentrasi pada kebijakan-kebijakan nyata. Akan saya tanamkan dalam benak saya, bahwa setiap harinya saya tidak akan pernah pergi tidur tanpa terlebih dahulu berbuat sesuatu yang nyata, dan bernilai positif untuk bangsa saya dan rakyat Italia."

Omong besar memang merupakan ciri khas Silvio Berlusconi. Seringkali bahkan omong kosong dan bicara ngawur. Misalnya ia pernah mengatakan bahwa kaum perempuan dari golongan kiri wajahnya lebih jelek dibanding perempuan dari golongan kanan. Ia pernah menyebut dirinya sebagai politikus terbaik di Eropa. Bahkan membandingkan dirinya dengan Yesus Kristus. Pernah pula ia menghardik seorang anggota parlemen Eropa dari Jerman dengan umpatan menyangkut Nazi.

Tetapi dengan segala kontroversi itu, Berlusconi mampu memenangkan Pemilihan Umum Italia, bahkan untuk ketiga kalinya. Sesuatu yang mencengangkan masyarakat dunia dan menjadi tamparan menyakitkan bagi kaum kiri Italia. Betapapapun, kata calon koalisi kiri yang kalah dalam Pemilu, Walter Veltroni, rakyat Italia telah memilih. Dan pilihan itu harus dihormati.

"Hasil Pemilu menunjukan dengan jelas bahwa kaum kanan akan memerintah negeri ini. Sekarang kami bekerja sebagai oposisi. Kendati begitu kami akan siap bekerja sama dengan pemerintah dalam melakukan pembaharuan konstitusi dan reformasi Undang Undang Pemilu. Sesuatu yang luar biasa dibutuhkan oleh negeri ini."

Veltroni benar. Undang Undang Pemilu yang ada, yang digagas Berlusconi di masa kekuasaannya dulu, dinilai merupakan pangkal sebab dari ketidakstabilan politik Italia. Karena memungkinkan suatu pemerintah jatuh dengan terlalu mudah. (gg)