Politik di Balik Larangan Konsumsi Daging Sapi di India
Shakeel Sobhan
24 Desember 2024
Dari Assam hingga Kerala, larangan daging sapi di India mengungkap kesenjangan budaya, agama, dan politik yang mendalam. Bagaimana daging sapi bisa memicu polarisasi di India?
Iklan
"Daging sapi adalah daging merah favorit saya," kata Caleb, penduduk Kota Bongaigaon di negara bagian Assam, timur laut India.
Namun, kini ia harus menghadapi aturan pemerintah negara bagiannya yang melarang konsumsi daging sapi di tempat umum, termasuk di restoran dan berbagai acara.
Pada 2021, pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) di Assam telah melarang penjualan daging sapi dan produk olahannya di wilayah yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat yang tidak mengonsumsi daging sapi atau di dekat kuil.
"Pemerintah merampas kebebasan saya untuk memilih apa yang saya makan," kata Caleb. "Dan mereka secara sengaja menyerang hak atas pilihan makanan saya, yang sama sekali tidak konstitusional."
Meskipun orang-orang seperti Caleb masih bisa membeli dan mengonsumsi daging sapi di rumah, tetapi bagi banyak orang yang tidak dapat mengonsumsinya di rumah, daging sapi kini tidak lagi masuk daftar menu.
10 Alasan Mengapa India Sangat Istimewa
India terus membuktikan kejayaannya. Mulai dari film Bollywood yang mendunia, pemandangan lanskap pegunungan hingga suguhan bangunan bak istana negeri dongeng.
Foto: Alex Anton/Zoonar/picture alliance
Arsitektur yang luar biasa
Selain Taj Mahal di Agra yang mendunia, ada Kuil Emas Amritsar (foto), yang terletak di Punjab yang tak kalah menakjubkan. Bangunan ini merupakan tempat suci agama Sikh yang paling signifikan di India. Berkunjung di malam hari akan terasa begitu mewah, saat melihat dinding kuil berlapis emas bermandikan cahaya lembut rembulan.
Dengan puncaknya yang bersalju, pegunungan yang dikenal sebagai "atap dunia" ini merupakan salah satu ikon dunia. Pegunungan tinggi yang membentang lebih dari 2.500 kilometer ini mencapai ketinggian hingga 8.000 meter dan menghubungkan India dengan Pakistan, Cina, Nepal, hingga Bhutan. Tiga budaya agama yang berbeda juga bertemu di sini: Hindu, Budha dan Islam.
Foto: M. Guyt/blickwinkel/AGAMI/picture alliance
Surga kuliner
Masakan India sangat beragam, menjadikan alasan yang tepat untuk berkunjung ke berbagai daerah di negara ini. Kari, serta sup kacang-kacangan atau ‘dal’, adalah hidangan paling khas dan umum, yang biasanya disajikan dengan nasi dan sayuran. Makanan India bisa menjadi sangat pedas, tetapi menyantap dadih susu atau ‘dahi’, dapat membantu menenangkan sensasi terbakar.
Foto: Olena Yeromenko/Zoonar/picture alliance
Pikiran, raga, dan ritual
Banyak pusat yoga, atau ashram, dapat ditemukan di seluruh India. Baik bagi seorang profesional yoga atau hanya sekadar mencari relaksasi, India bisa menjadi tempat paling membahagiakan. Banyak pula ritual keagamaan yang dapat diamati. Salah satunya ‘Arti’ atau upacara doa harian yang sangat ditaati dan digelar di sepanjang sungai Gangga dekat Rishikesh, Haridwar atau Varanasi.
Esensi terpenting di setiap perjalanan liburan adalah penduduk lokalnya. Orang India sangat terkenal dengan keramahannya. Pepatah India mengatakan "atithi devo bhava," yang artinya "tamu adalah Tuhan.” Jika Anda diundang ke sebuah rumah di India, Anda mungkin akan disuguhi kopi atau teh masala.
Foto: Kav Dadfar/robertharding/picture alliance
Festival Holi
Setiap bulan Maret, umat Hindu merayakan Holi, yakni festival warna yang dirayakan untuk mengucapkan selamat tinggal pada musim dingin dan menandai dimulainya musim semi. Orang-orang berkumpul di kuil dan berparade di jalan dengan saling melempar bubuk berwarna, pertunjukkan yang sempurna bagi para pengunjung. Tarian dan nyanyian bahkan berlangsung hingga 10 hari, tergantung pada wilayahnya.
Foto: Dibakar Roy/Pacific Press/picture alliance
Bollywood
Film Bollywood tampak begitu menakjubkan. Hal itu karena di setiap film harus mengandung semua "rasa", yakni sari seni tradisional India berupa cinta, komedi, horor, kemarahan, kesedihan, keajaiban, kedamaian, dan kepahlawanan. Setiap tahun, industri film Bollywood merilis lebih dari seribu film. Secara global, "Dangal" merupakan yang terlaris sejauh ini, meraup omset sekitar Rp4,8 triliun.
Foto: Rapid Eye Movies/dpa/picture alliance
Sapi suci
Sapi dalam agama Hindu dianggap "aghnya" atau "yang tidak bisa dibunuh." Oleh karena itu, banyak umat Hindu menghindari makan daging sapi dan menyakiti sapi, alasan mengapa banyak petani India sering melepaskan sapi-sapi di jalanan. Terlepas dari itu, India justru merupakan salah satu pengekspor daging sapi terbesar di dunia.
Foto: Himanshu Sharma/NurPhoto/picture alliance
Tanah para raja
Rajasthan, atau "tanah para raja," merupakan sebuah negara bagian di barat laut India, tempat pemerintahan Maharaja. Wilayah ini tidak hanya berisikan istana, kuil, dan benteng yang megah, namun juga dipenuhi oleh gurun pasir, atau yang dikenal sebagai Gurun Besar India. Gurun pasir ‘Thar’ ini merupakan gurun terpadat di dunia. Warga etnis Bishnoi yang vegetarian, banyak menetap di sana.
Foto: CCO PhotostockBS/prisma/picture alliance
Poros kaum hippie
Tidak hanya kaum hippie yang banyak ditemukan di pantai barat India. ‘Goa’ telah berkembang menjadi negara bagian modern, meskipun tidak kehilangan semua pesona ciri khas hippienya. Terlepas hal itu lebih baik atau buruk, namun pengaruh Eropa banyak ditemukan di sini. Selain tempat-tempat indah seperti pantai Betul, pasar hippie di Anjuna juga menjadi daya tarik wisatawan. (kp/as)
Foto: Frank BienewaldimageBROKER/picture alliance
10 foto1 | 10
Bagaimana daging sapi menimbulkan polarisasi?
Di India, daging sapi adalah isu yang cukup sensitif karena hewan sapi dianggap suci atau sakral oleh mayoritas umat Hindu.
Iklan
Namun, daging sapi juga bagian dari menu makanan umat Islam, Kristen, beberapa komunitas adat, bahkan Dalit, kelompok yang secara historis terpinggirkan dari hierarki kasta diskriminatif di India selama berabad-abad.
Secara regional, konsumsi daging sapi di India bagian utara dan tengah sangatlah kecil. Namun, daging sapi adalah bagian dari budaya di beberapa negara bagian, seperti Kerala dan Goa, serta sebagian besar wilayah timur laut India.
Saat ini, 20 dari 28 negara bagian di India memiliki berbagai undang-undang yang mengatur penyembelihan sapi, termasuk larangan pemotongan atau penjualan daging sapi.
Larangan daging sapi di India ini telah menjadi isu yang memecah belah masyarakat, bahkan memadukan agama, budaya, dan politik.
Larangan terbaru di Assam, yang dikemas sebagai bagian dari narasi perlindungan sapi di negara itu, telah kembali memicu perdebatan tentang dampak terhadap identitas multikultural India, kebebasan memilih, dan perekonomian negara.
Pelarian Hindu Asal Pakistan Harapkan Kedamaian di India
Ratusan warga Hindu Pakistan menyebrang ke India buat mencari suaka. Kebanyakan merasa kondisi kehidupan di Pakistan lebih baik. Tapi mereka mengaku merasa lebih aman hidup di negeri jiran yang dimusuhi.
Foto: DW/Rajib Chakraborty
Bertahan, Lalu Menyebrang
Sejumput warga Hindu memilih menetap di Pakistan, ketika pemisahan tahun 1947 memicu gelombang pengungsi besar-besaran ke jiran India. Jumlah yang bertahan hanya berkisar 2% dari populasi nasional. Kebanyakan hidup dalam klaster-klaster kecil yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Diskriminasi di Negeri Sendiri
Namun diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas, terutama Hindu dan Ahmadiyah, kian hari kian bertambah. Amnesty International melaporkan, UU Penistaan Agama lebih banyak membidik kelompok minoritas. Islamisasi paksa juga dilaporkan terjadi di sejumlah kawasan, terutama di wilayah kesukuan di dekat perbatasan Afghanistan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Memenuhi Panggilan Modi
Sebagian mengikuti panggilan pemerintahan populis kanan India di bawah Perdana Menteri Narendra Modi untuk hijrah mencari suaka. Sesuai UU Kewarganegaraan yang baru, semua pengungsi Hindu yang tiba sebelum 2015 bisa mengikuti jalur cepat naturalisasi. Tampak dalam gambar foto perdana menteri dipajang di salah satu rumah pengungsi.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Arus Deras Pengungsi Hindu
Selama 15 bulan hingga Maret 2019, Kementerian Dalam Negeri India melaporkan 16,121 permohonan suaka dari warga negara Pakistan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah visa yang dikabulkan meningkat dari ratusan menjadi ribuan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Sambutan Kelompok Hindu Garis Keras
Pelarian mereka juga dimanfaatkan kelompok Hindu garis keras untuk memperluas pengaruh. Antara lain Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang beraliran Hindutva dan meyakini supremasi umat Hindu di India, mengirimkan tenaga pengajar ke kamp pengungsi. Organisasi yang berafiliasi dengan partai pemerintah, BJP, ini berulangkali dituduh melakukan tindak kekerasan terhadap minoritas muslim.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
"Mereka hanya ingin membantu"
Para pengungsi diperintah agar tidak berbicara kepada media oleh anggota VHP. Salah seorangnya, Dharamveer Solanki, mengatakan “mereka hanya ingin membantu,” kata dia. “Kami sedang membangun kehidupan di sini,” imbuhnya kepada Reuters.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Bencana Silih Berganti
Sebaliknya nasib serupa diyakini akan menimpa minoritas muslim di India. Dalam sebuah rapat dengar pendapat oleh Komisi Kebebasan Internasional di Kongres AS, pakar dan akademisi India mewanti-wanti terhadap pencabutan kewarganegaraan bagi jutaan minoritas muslim akibat UU Kewarganegaraan yang baru. rzn/vlz (rtr,afp)
Foto: DW/Rajib Chakraborty
7 foto1 | 7
Memaksakan ideologi agama?
Larangan daging sapi ini tidak hanya soal simbolisme budaya, tetapi juga digunakan sebagai alat politik. Bahkan, aturan ini juga sering memicu tindak kekerasan mematikan, terutama ketika kelompok "pembela hak sapi” berusaha untuk menegakkan aturan ini.
Laporan soal kebebasan beragama tahun 2023 dari Departemen Luar Negeri AS mencatat beberapa kasus serangan terhadap komunitas muslim di India, seperti insiden yang dipicu oleh tuduhan kepada seorang laki-laki muslim yang terlibat dalam pemotongan sapi atau perdagangan daging sapi.
Namun, pemerintah India mengecam laporan itu "sangat bias" dan menyebutnya sebagai "proyeksi sepihak atas berbagai isu." New Delhi juga menyangkal adanya diskriminasi terhadap kaum minoritas dan mengatakan kebijakan negaranya bertujuan untuk menguntungkan seluruh rakyat India.
Asisten Profesor Studi Asia di Universitas Penn State, Aparna Parikh, telah meneliti tentang larangan daging sapi dan beberapa kekerasan yang menyertai kebijakan tersebut. Ia mengatakan bahwa larangan itu memiliki keterkaitan dengan konteks budaya dan sejarah India, di mana penghormatan terhadap hewan sapi dan menghindari konsumsi daging sapi adalah "inti dari identitas agama Hindu, lebih khususnya identitas Hindu kasta teratas."
Parikh juga mengatakan kepada DW, larangan daging sapi mencerminkan prioritas preferensi satu kelompok agama dibandingkan kelompok lainnya, dan sering kali membenarkan tindak kekerasan terhadap komunitas yang mengonsumsi daging sapi.
"Larangan ini sebenarnya bukan hal baru, tetapi telah mengambil bentuk baru dan menjadi jauh lebih terlihat serta dijadikan alat untuk melawan kelompok minoritas dalam beberapa tahun terakhir."
Solusi Ramah Lingkungan bagi Upacara Keagamaan
04:15
Politik daging sapi
Ketegangan budaya dan ideologis ini juga membentuk strategi partai-partai politik di India, terutama BJP.
Bagi partai BJP yang berkuasa di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, akar agama Hindu menjadi bagian inti dari prinsip-prinsipnya. Namun, BJP juga mengambil sikap selektif terhadap kebijakan larangan daging sapi.
Sementara partai ini telah memberlakukan larangan ketat di beberapa negara bagian, terutama di India utara dan tengah, BJPi juga mengadopsi pendekatan yang lebih toleran di Goa dan beberapa negara bagian timur laut, seperti Arunachal Pradesh, Nagaland, Meghalaya, dan Tripura.
Seorang jurnalis di Assam, yang tidak ingin disebutkan namanya, menanggapi sikap BJP itu dengan mengatakan, "saya percaya bahwa pendekatan keseluruhan Sangh Parivar (keluarga dari organisasi nasionalis Hindu, termasuk BJP) adalah untuk mengintegrasi berbagai kelompok ke dalam unsur-unsur Kehinduan atau Hindutva."
"Di timur laut, beberapa upaya difokuskan untuk meyakinkan populasi adat, termasuk yang telah memeluk agama Kristen, agar kembali terhubung dengan akar ‘asli' Hindu mereka," tambahnya.
"Sebagai bagian dari strategi, mereka juga mengambil pendekatan hati-hati di beberapa wilayah seperti negara bagian timur laut, Goa, dan Kerala, di mana retorika nasionalis Hindu mengenai makanan atau larangan konsumsi daging sapi dapat mengasingkan populasi lokalnya. Di wilayah ini, pendekatannya lebih diperhitungkan dan kurang konfrontatif, untuk menghindari benturan dengan sentimen warga lokal," tambah jurnalis tersebut.
Sekilas tentang Komunitas Banjara yang Nomaden di India
Komunitas Banjara di India hidup terpinggirkan dari masyarakat. Mereka terkenal sebagai pedagang nomaden. Namun kini banyak yang bekerja sebagai buruh, berharap agar anak-anak mereka memiliki masa depan yang lebih cerah.
Foto: Murali Krishnan/DW
Sejarah nomaden
Secara historis, Banjara adalah komunitas nomaden, bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari tempat berdagang. Saat ini mereka tersebar di berbagai negara bagian India. Mereka diyakini berasal dari Rajasthan, India utara. Orang Banjara dikenal dengan nama yang berbeda - di Andhra Pradesh, Lambada atau Lambadi; di Karnataka, Lambani; di Rajasthan, Gwar atau Gwaraiya.
Foto: Murali Krishnan/DW
Pelancong dan pedagang
Di masa lalu, orang Banjara menjual garam dan barang penting lainnya ke desa-desa pedalaman di seluruh India. Mereka terkenal sebagai pedagang yang baik. Kata "banjara" berasal dari "vanaj," perdagangan, dan "jara," perjalanan. Mereka berbicara Gorboli, bahasa Indo-Arya yang terdiri dari kata-kata dari banyak dialek India yang berbeda. Gorboli juga bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya.
Foto: Murali Krishnan/DW
Gaun dan perhiasan ikonik
Wanita Banjara di desa Bansur di Rajasthan dapat dikenali dari perhiasan unik mereka yang terbuat dari rupayi billalu (koin), baja, dan logam lainnya. Satu-satunya aksesoris emas yang mereka kenakan adalah peniti hidung. Pakaian wanita juga cenderung berwarna cerah. Wanita Banjara terus merancang dan membuat perhiasan dan pakaian khas mereka sendiri.
Foto: Murali Krishnan/DW
Diskriminasi di zaman modern
Di India, Banjara terdaftar sebagai Kasta Terjadwal, Suku Terjadwal, Kelas Terbelakang Lainnya, dan sebagai Suku yang Diketahui. Sebagai komunitas yang tertutup, suku Banjara saat ini hidup di pinggiran masyarakat dan menjauhi publisitas. Beberapa ahli menganggap orang Roma di Eropa sebagai keturunan Banjara India.
Foto: Murali Krishnan/DW
Pergeseran struktur ekonomi dan budaya
Banyak yang berubah di desa Bansur, termasuk cara hidup orang Banjara, adat istiadat, dan sistem ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, laki-laki memulai pekerjaan kontrak, dan banyak keluarga mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negeri dengan harapan bisa memiliki masa depan yang cerah. Namun, banyak anak yang putus sekolah dan memilih bekerja sebagai penggembala sapi karena tekanan ekonomi.
Foto: Murali Krishnan/DW
Integrasi digital
Hingga beberapa tahun yang lalu, soal kesehatan dan kebersihan masih dianggap tabu di masyarakat Banjara. Kini, berbagai program kesehatan tersedia bagi perempuan Banjara. Beberapa LSM juga menawarkan pelatihan digital untuk membantu lebih banyak perempuan di Bansur melek teknologi. (ha/yp)
Foto: Murali Krishnan/DW
6 foto1 | 6
"Simbol perlawanan”
Yamini Narayanan dari Universitas Deakin di Australia, yang telah menulis buku tentang politik daging sapi ini, mengatakan selama penelitiannya, ia menemukan fakta bahwa "daging sapi telah memainkan peran dalam identitas budaya komunitas India yang berbeda."
Narayanan menunjukkan bahwa individu muslim dan kelompok Dalit yang ia wawancarai mengatakan, daging sapi tidak memiliki arti khusus dalam pola konsumsi pangan mereka. Namun, hal ini telah "dibuat untuk mengasumsikan peran simbolis politik monumental saat ini karena daging sapi ikut dijadikan senjata untuk melawan kaum mereka.”
Narayanan juga menyoroti bahwa produk susu, bukan daging sapi, adalah pendorong utama pemotongan sapi, tetapi fakta ini sering kali diabaikan dalam perdebatan politik.
Selain dampak ekonomi terhadap para pedagang, larangan daging sapi juga berdampak pada gizi dan nutrisi khususnya bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Penelitian dampak gizi dari pelarangan daging sapi di India oleh Wafa Hakim Orman dari Universitas Alabama di Huntsville ini menunjukkan, anemia defisiensi besi di India angkanya sangat tinggi.
Menurut Survei Kesehatan Keluarga Nasional pada 2019 hingga 2021, sekitar 57% perempuan India berusia 15-49 tahun menderita anemia.
Insiden Desak-desakan di India, Ratusan Orang Tewas
00:57
This browser does not support the video element.
Kebebasan memilih
Pada akhirnya, mungkin jawaban untuk menyelesaikan ketegangan atas isu daging sapi ini terletak pada identitas multikultural India.
Senti Wangnao, seorang perempuan penganut Kristen asal Nagaland yang menikah dengan seorang pria Hindu dari Assam, mengatakan ia tumbuh besar dengan mengonsumsi daging sapi, sementara suaminya tidak.
Meskipun memiliki perbedaan pola makan, Wangnao mengatakan bahwa ia dan suaminya sepakat dalam satu hal, "orang-orang harus diizinkan untuk memakan apa pun yang mereka inginkan."