Politik Pembangunan Uni Eropa Pasca MDG
12 April 2013Dunia berubah sejak tahun 2000, ketika sasaran milenium PBB disahkan. Negara-negara seperti Cina, India atau Brasil kini bukan lagi negara berkembang, melainkan negara ambang industri yang sukses. Karena itu politik pembangunan internasional berubah, pendapat Stephan Kligebiel yang ikut mengolah laporan baru politik pembangunan Uni Eropa.
"Di Cina dan negara lainnya masih ada serangkaian masalah kemiskinan. Tapi kami tidak lagi berhadapan dengan negara-negara berkembang klasik tradisional," kata Klingebiel, ketua bidang " Politik Pengembangan Bilateral dan Multilateral" organisasi bantuan pembangunan Jerman Deutsches Institut für Entwicklungspolitik DIE di Bonn.
DIE bersama organisasi Inggris Overseas Development Institute dan European Centre for Development Policy Management termasuk think tank utama dunia dalam politik pembangunan. Ketiganya diserahi tugas Komisi Eropa untuk menyusun laporan politik pembangunan Uni Eropa.
Tujuh negara anggota UE diantaranya Jerman, ikut membiayai laporan itu, "Poin utama yang dikaji: Seberapa besar pengaruhnya dan seberapa efisiensi pekerjaan itu" dipaparkan Hans-Jürgen Beerfeltz, pejabat di Kementrian Bantuan Pembangunan Jerman tentang tema utama penelitian.
Dalam laporan tahun ini ketiga think tank itu terutama menyoroti pembiayaan pembangunan, pasar perdagangan dan keuangan internasional serta migrasi global. Sarannya: Transparansi lebih besar dan jaringan lebih baik di bidang politik pembangunan, agar tidak setiap kementerian menetapkan sasaran dan minat sendiri-sendiri. "Untuk tujuan ini pemerintah Jerman membentuk Kelompok Kerja antar kementerian," ditekankan Beerfeltz.
Dihapusnya Jalur Satu Arah
Secara tradisi kerjasama pembangunan bersifat satu arah, yakni bantuan mengalir dari negara donor ke negara penerima guna memajukan perkembangan ekonomi di sana. Tapi orang harus berubah pikiran, menurut pakar politik pembangunan Klingebiel. "Acuan tradisional seperti dalam sasaran pembangunan milenium, bersifat global, sebab sasaran ini menyangkut negara-negara berkembang dan bantuannya terutama datang dari negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan OECD."
Poin kritik yang banyak dilontarkan LSM terhadap MDG adalah, sasaran itu ditetapkan negara-negara berekonomi terkuat, yakni negara-negara industri dalam OECD. Negara-negara berkembang yang menjadi tujuan pengurangan kemiskinan, penurunan tingkat kematian ibu dan anak serta pendidikan sekolah hampir tidak diminta pendapat.
Karena itu tiga think tank Eropa ini dalam laporannya meminta keterlibatan luas negara donor dan penerima, jika menyangkut penetapan sasaran baru pembangunan global. Sementara ini semua negara, terlepas yang kaya atau miskin, menghadapi masalah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Juga masalah sosial dan masyarakat di negara-negara kaya makin besar.
Lebih Banyak Diskusi Internasional
"Yang penting dari pandangan saya jika penetapan sasaran benar-benar dapat dimanfaatkan untuk semua negara,“ ditekankan Klingebiel kepada DW. Jika menyangkut kesenjangan sosial dan ekonomi atau tantangan lainnya, penetapan sasaran universal semacam itu juga bisa cocok untuk negara Uni Eropa dan OECD.
Pakar politik pembangunan memprediksi, poin perdebatan utama dalam diskusi internasional akan menyangkut masalah pembangunan politik berkelanjutan secara ekologis maupun sosial. Karena negara-negara industri juga masih perlu bantuan jika menyangkut masalah pengembangan global.