1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Politisi Ultranasionalis Israel Pandang Skeptis Perjanjian Damai Timur Tengah

6 September 2010

Minggu lalu, untuk pertama kalinya sejak dua tahun terakhir ini, Palestina dan Israel melanjutkan perundingan damai. Beberapa hari berselang, pertemuan itu dikritik tajam oleh Menlu Israel Avigdor Lieberman.

Presiden Otonomi Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (dari kiri ke kanan)
Presiden Otonomi Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (dari kiri ke kanan)Foto: picture-alliance/dpa

Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman dengan skeptis mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini, perjanjian damai tidak akan tercapai antara Israel dan Palestina. Seperti yang diutarakan Lieberman dalam wawancaranya dengan berbagai media di Israel, perundingan langsung dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas "paling bagus akan menemui jalan buntu". Ia memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kemungkinan Netanyahu menyebarkan ilusi mengenai peluang kesuksesan perundingan.

Ahad lalu (05/09) di depan anggota partai ultra nasionalis Israel Beiteinu, Lieberman mengatakan, "Penandatanganan perjanjian damai menyeluruh, yang mengakhiri konflik, yang mengakhiri desakan dari kedua pihak dan pengakuan Israel sebagai negara bangsa Yahudi, merupakan sasaran yang tidak akan dicapai tahun ini juga pada generasi mendatang."

Pemerintahan otonomi Palestina dan pemimpinannya Mahmud Abbas tidak akan menandatangani kesepakatan dengan Israel, demikian dikatakan Lieberman. Lieberman menambahkan, Jalur Gaza dikuasai Hamas dan pemilihan umum bagi parlemen baru Palestina dan pemimpin daerah otonomi Palestina berulang kali tertunda.

Lieberman berkilah, mengapa Israel melakukan perjanjian dengan pihak yang disebutnya "berdiri di ujung tanduk"? Lebih baik membuat perjanjian interim jangka panjang, lanjut Lieberman. Lebih lanjut Lieberman menyimpulkan bahwa Israel harus "mengatakan tidak pada konsesi sepihak, menolak kelanjutan moratorium pembangunan pemukiman dan mendukung perundingan yang serius". Lieberman juga menyangkal kemungkinan keluar dari pemerintahan koalisi Perdana Menteri Netanyahu.

Sebaliknya, kepada media Arab Presiden wilayah otonomi Palestina Mahmud Abbas menggambarkan tema perundingan langsung putaran kedua yang akan digelar di Sharm el Sheikh dan Yerusalem, "Perundingan langsung akan didasarkan pada penanganan dua tema fundamental, yang akan dimulai dengan tema perbatasan dan keamanan. Jika terdapat kemajuan dalam tema ini, maka dapat saya simpulkan bahwa perundingan akan berlanjut. Jika tidak ada kemajuan yang dihasilkan, maka situasinya akan lebih sulit. Selain itu, tidak ada pembenaran bagi serangan-serangan. Jika ada yang berencana menyabotase perundingan, serangan itu tidak akan berhasil."

Penasihat politik Mahmud Abbas, Nimr Hamad, kepada stasiun televisi Al  Jazeera menekankan bahwa pemerintahan otonomi Palestina menolak segala bentuk kekerasan. Dalam kesempatan yang sama, pemerintah otonomi Palestina mendesak Perdana Menteri Israel Netanyahu menanggapi pernyataan negatif menteri luar negerinya mengenai peluang kesepakatan damai. Dikatakannya, tidak jelas bagaimana Lieberman menjadi bagian proses perdamaian yang baru saja kembali dimulai. Sementara itu Menteri Israel urusan warga minoritas Avishai Braverman dari Partai Buruh mendesak Netanyahu untuk memecat Lieberman karena pernyataannya itu.

Clemens Verenkotte/Luky Setyarini

Editor: Ziphora Robina Bilsky