Pembunuhan Munir masih akan tetap menjadi sorotan pada setiap Pemilu Presiden. Setelah Pollycarpus bebas murni, masihkah ada peluang misteri pembunuh pahlawan HAM ini terkuak? Opini Monique Rijkers
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Iklan
Terpidana kasus pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto akan bebas murni pada 29 Agustus 2018 mendatang. Saat ini status hukum Polycarpus adalah bebas bersyarat sejak 28 November 2014 berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat (SKPB) yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 13 November 2014.
Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Bandung Budiyana yang dihubungi penulis mengakui Pollycarpus sudah kembali beraktivitas sebagai warga masyarakat biasa dengan kewajiban melapor setiap bulan, meski tidak dilakukan setiap bulan.
Berdasarkan daftar absensi, Pollycarpus hanya melapor sebanyak 25 kali. Selama masa Pembebasan Bersyarat, menurut Budiyana tidak ada laporan pelanggaran hukum, perbuatan yang meresahkan masyarakat atau tidak terpuji yang dilakukan oleh Pollycarpus.
Dihubungi terpisah, Pollycarpus, mantan pilot Garuda Indonesia itu membenarkan ia akan bebas murni Agustus 2018. Saat ini Pollycarpus mengaku sebagai pegawai kontrak hingga Oktober 2018 di PT.Gatari Air Service, milik Tommy Soehartodengan posisi Asisten Direktur.
Penulis: Monique Rijkers Foto: Monique Rijkers
Selain itu ia bekerja sebagai Direktur Operasi Gyrocopter Indonesia yang bergerak di pengadaan dan layanan helikopter ringan di Indonesia. Ketika ditanya oleh penulis, "Apakah siap diusut jika kasus Munir dibuka kembali?” Pollycarpus menjawab, "Siap.” Dengan demikian, Pollycarpus hanya menjalani masa 8 tahun penjara dari 14 tahun vonis yang ia terima.
Kasus pembunuhan Munir Said Thalib, aktivis HAM yang meninggal pada 7 September 2004 dalam penerbangan dengan pesawat maskapai nasional Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, hingga saat ini masih menyimpan misteri dalang pembunuhan ini. Hasil autopsi mengindikasikan penyebab kematian adalah racun arsenik.
Mengulik racun arsenik di jus jeruk
Dalam persidangan yang dimulai 9 Agustus 2005, Pollycarpus dituding sebagai otak pembunuhan dengan cara mencampurkan racun arsenik ke dalam jus jeruk yang diminum Munir di dalam pesawat.
Pollycarpus juga dituduh memalsukan surat penugasan sebagai ekstra kru Garuda Indonesia penerbangan yang ditumpangi Munir. Direktur Garuda Indra Setiawan saat kejadian dihukum 1 tahun penjara terkait penugasan anak buahnya.
Meski Pollycarpus dituduh sebagai otak pembunuhan Munir, namun sejumlah kesaksian di pengadilan menyebutkan informasi yang patut ditelusuri kembali seperti kesaksian mantan Deputi Bidang Perencanaan dan Pengendalian Operasi Badan Intelejen Negara Budi Santoso.
Budi Santoso menyatakan pernah ada rapat internal lembaganya membahas Munir. Budi Santoso mengaku Munir yang saat ini menjabat sebagai Direktur Imparsial akan menjual negara dengan data-datanya yang akan ia bawa ke Belanda untuk studi hukum di Utrecht Universiteit.
Tempo 11 Desember 2014 menulis, "Seorang petinggi BIN meminta upaya Munir itu dicegah,” mengutip Budi Santoso. Informasi itu dimuat oleh Tempo sebagai berita dengan judul, "Munir Dibunuh Karena Sejumlah Motif, Apa Saja?”
Saat kasus Munir terjadi, Kepala BIN periode 2001-2004 adalah A.M Hendropriyono. Namun Hendropriyono menyangkal mengincar Munir karena menilai Munir bukan orang yang membahayakan. Tetapi pada 2016 silam, mengutip Kompas, mantan Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir, Marsudhi Hanafi mengakui nama Hendropriyono disebut dalam dokumen TPF Munir yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2005.
Dokumen tersebut dibagikan ke Kapolri, Jaksa Agung, Menkumham dan Menteri Sekretariat Negara. Namun Sekneg era Joko Widodo mengaku tidak memiliki dokumen TPF itu sedangkan menurut Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo pada 27 Oktober 2016 yang dikutip Kompas, salinan dokumen TPF Munir itu sudah diterima Istana Kepresidenan pada 26 Oktober 2016 sekitar pukul 15.30-16.30 yang dibawa oleh kurir.
Sejauh ini keberadaan hasil temuan TPF masih misterius sebab keluarga Munir, yang paling berkepentingan terhadap hasil penyelidikan TPF belum menerima salinan dokumen tersebut.
Daftar Pelanggaran HAM yang Belum Terselesaikan
Sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia berat tersandung oleh sikap batu lembaga negara. Kejaksaan Agung seringkali menjadi kuburan bagi keadilan. Inilah sebagian kasus besar yang masih menjadi PR buat pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Tragedi Trisakti
Pada 12 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa menuntut pengunduran diri Suharto memuncak di kampus Universitas Trisakti, Jakarta. Komnas HAM mencatat jumlah korban kekerasan oleh aparat keamanan mencapai 685 orang, sementara tiga meninggal dunia akibat tembakan. Ironisnya berkas penyelidikan yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung dinyatakan hilang pada Maret 2008 oleh Jampidsus Kemas Yahya Rahman.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. husni
Semanggi Berdarah
Kejaksaan Agung di bawah kendali Hendarman Supandji menjadi jalan buntu pengungkapan kasus pelanggaran HAM 1998. Berkas laporan Komnas HAM terhadap kasus kekerasan aparat yang menewaskan 17 orang (Semanggi I) dan melukai 127 lainnya pada November 1998 menghilang tak berbekas. Setahun berselang tragedi kembali berulang, kali ini korban mencapai 228 orang.
Foto: picture alliance/dpa
Hilangnya Widji Tukul
Satu per satu aktivis pro demokrasi menghilang tanpa jejak menjelang runtuhnya kekuasaan Suharto, termasuk di antaranya Widji Thukul. Ia diduga diculik aparat keamanan setelah dinyatakan buron sejak peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1996 (Kudatuli). Kasus Widji Thukul mewakili puluhan aktivis yang sengaja dilenyapkan demi kekuasaan.
Foto: Wahyu Susilo
Pembantaian 1965
Antara 500.000 hingga tiga juta nyawa simpatisan PKI melayang di tangan militer dan penduduk sipil setelah kudeta yang gagal pada 1965. Hingga kini upaya pengungkapan tragedi tersebut tidak pernah menyentuh pelaku. Adalah sikap membatu TNI yang melulu menjadi sandungan bagi penuntasan tragedi 1965.
Petaka di Wamena
Tragedi Wamena berawal dari penyerangan gudang senjata oleh orang tak dikenal yang menewaskan 2 anggota TNI pada April 2003. Aksi penyisiran yang kemudian dilakukan aparat menewaskan 9 penduduk sipil, sementara 38 luka berat. Seperti kasus sebelumnya, laporan penyelidikan Komnas HAM ditolak Kejagung dengan alasan tidak lengkap. TNI juga dituding menghalangi penyelidikan kasus tersebut.
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto
Pembunuhan Munir
Sosok yang sukses membongkar pelanggaran HAM berat oleh Tim Mawar dan mengakhiri karir Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini meninggal dunia setelah diracun dalam perjalanan menuju Belanda. Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Namun hingga kini kejaksaan sulit memburu tersangka utama yakni Muchdi Pr. yang dikenal dekat dengan Prabowo.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
6 foto1 | 6
Pada Oktober 2016, Komisi Informasi Publik memenangkan gugatan masyarakat sipil melalui Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) atas Kementerian Sekretariat Negara (Sekneg) agar pemerintah mempublikasikan dokumen temuan TPF Munir.
Tetapi pada Februari 2017, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat tersebut. Istri almarhum Munir, Suciwati, sudah mengajukan kasasi atas permohonan informasi dokumen TPF Munir, tetapi pada Agustus 2017 Mahkamah Agung telah menolak kasasi itu.
Apakah ini kesengajaan?
Kekacauan distribusi dokumen negara berupa hasil temuan TPF Munir disinyalir sebagai kesengajaan dan sempat muncul wacana melaporkan ke Ombusman Republik Indonesia namun hingga saat ini menurut bagian pelaporan Ombusman Republik Indonesia, Awid belum ada pihak yang memasukkan laporan terkait dokumen TPF Munir.
Ninik Rahayu, anggota Ombusman Republik Indonesia yang dihubungi penulis menegaskan hasil TPF Munir seharusnya diungkapkan ke publik oleh presiden.
Penemuan keberadaan dokumen hasil temuan TPF sangat vital bagi pengungkapan kasus pembunuhan Munir karena bisa menyeret pihak yang bertanggung jawab ke muka hakim.
Adapun rekomendasi TPF untuk presiden adalah: menindaklanjuti proses pencarian fakta di lingkungan intelejen negara, merekomendasikan presiden untuk memerintahkan kapolri mengaudit kinerja tim penyidik kasus Munir dan meyelidiki kemungkinan keterlibatan beberapa petinggi.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
14 foto1 | 14
Kesimpulan TPF Munir meninggal karena permufakatan jahat (rekomendasi dan kesimpulan TPF dimuat oleh Tirto.id pada Maret 2018).
Hingga kini pemerintahan di bawah pimpinan Preisden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang akan berakhir tahun depan belum berhasil melaksanakan rekomendasi dan membuktikan kesimpulan TPF Munir terkait adanya permufakatan jahat.
Kasus pembunuhan Munir seharusnya menjadi salah satu ukuran kinerja penguasa yang pro-HAM yang serius mencari dalang atau aktor utama yang bertanggung jawab dalam penghilangkan nyawa Munir Said Thalib.
Namun nyatanya kasus pembunuhan Munir hanya berhasil menyeret operator lapangan dan mentok dalam menyentuh otak sesungguhnya yang menghendaki Munir dihabisi meskipun ada sejumlah temuan fakta.
Sepuluh tahun SBY berkuasa dan lima tahun pertama masa kepemimpinan Jokowi pun gagal memberikan keadilan bagi rakyat Indonesia dan terutama keluarga Munir dan para penggiat HAM tanah air.
Dengan status Pollyacarpus yang akan bebas murni Agustus 2018, rasa keadilan masyarakat akan kembali terusik. Apalagi memasuki pemilihan umum tahun 2019, isu kematian Munir pasti akan kembali menguak ke permukaan menyusul rapor HAM pemerintahan Jokowi.
Mereka yang terindikasi mengetahui kasus pembunuhan Munir dan menjadi pihak yang berkuasa di masa peristiwa itu terjadi, suka tidak suka akan kembali dikorek-korek keterkaitannya.
Faktanya, pembunuhan Munir adalah perkara hukum yang mustahil dilakukan atas dasar motif pribadi melihat kerumitan eksekusi dan indikasi konspirasi yang menyelimutinya.
Tak heran jika kasus pembunuhan Munir masih akan tetap menjadi sorotan pada setiap Pemilu Presiden. Karena itu guna mengurangi beban di pundak Jokowi dalam melangkah memasuki pertarungan 2019, sebaiknya Jokowi mengumumkan hasil TPF Munir serta menindaklanjuti rekomendasi TPF Munir tersebut sebagai bukti kesungguhan Jokowi dalam mengungkap perkara HAM masa lalu.
Penulis:
Monique Rijkers adalah wartawan independen, IVLP Alumni, pendiri Hadassah of Indonesia, inisiator Tolerance Film Festival dan inisiator #IAMBRAVEINDONESIA.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
*Bagi komentar Anda dalam kolom di bawah ini.
Kembalikan Wiji Thukul
Hingga kini ia tak diketahui rimbanya. Wiji Thukul, sastrawan yang giat menyuarakan kaum tertindas, hilang ketika penculikan terhadap para aktivis terjadi antara 1996-1998. Yaitu menjelang runtuhnya Orde Baru.
Foto: Wahyu Susilo
Mencintai puisi sejak kecil
Sastrawan dan aktivis yang melawan penindasan rezim Orde Baru ini lahir di Solo, 26 Agustus 1963. Ia mencintai puisi sejak kecil. Anak tukang becak ini menjadi buruh plitur, ngamen puisi dan mengalah putus sekolah demi pendidikan adik-adiknya.
Foto: Wahyu Susilo
Menyuarakan orang pinggiran
Di tengah kesulitan keuangan ia tetap giat menelurkan karya-karya puisi dan berteater di Sarang Teater Jagat. Ia juga mengajar anak-anak kecil melukis di Sanggar Suka Banjir dan menyuarakan nasib orang kecil dalam Jaringan Kerja Kesenian Rakyat JAKKER.
Foto: Wahyu Susilo
Dengan puisi melawan penindasan
Foto ini diambil ketika Wiji Thukul latihan teater di Sarang Teater Jagat, Jagalan, Solo tahun 1987. Salah satu petikan puisi Wiji berjudul PENYAIR: " Jika tak ada kertas, aku akan menulis pada dinding.. Jika aku menulis dilarang, aku akan menulis dengan tetes darah!"
Foto: Wahyu Susilo
Dianiaya ketika membela kaum tertindas
1992 ia memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli Solo. 1994 dalam aksi petanidi Ngawi, Jawa Timur, Thukul dipukuli tentara. Tahun 1995 mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex. Istri Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah (Sipon) selalu mendukung perjuangan suaminya.
Foto: Wahyu Susilo
Tanpa jejak
Pasca peristiwa 27 Juli 1996, jelang kejatuhan Soeharto tahun 1998, dia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Di masa itu ia tetap berkarya. Pada masa tersebut sejumlah aktivis ditangkap, diculik dan dihilangkan secara paksa, termasuk Thukul. Sekitar bulan Maret-April 1998 jejaknya tak lagi diketahui. Tuduhan ia menyulut kerusuhan dlam peristiwa 27 Juli 1996 tak pernah terbukti.
Foto: Wahyu Susilo
Puisinya tetap abadi
Sajak-sajak Wiji Thukul populer di kalangan aksi massa. Di antaranya: Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok. Tanpa henti, puisinya selalu menggambarkan perjuangan kaum tertindas. Kumpulan puisinya dibukukan. Puisi nyanyian akar rumput melambangkan dendang para rakyat yang tidak terima dengan perlakuan pemerintahan yang tirani.
Foto: Wahyu Susilo
Keabadian dalam Sajak
Apa Guna: “Apa guna punya ilmu tinggi, kalau hanya untuk mengibuli Apa guna banyak baca buku, kalau mulut kau bungkam melulu Dimana-mana moncong senjata berdiri gagah Kongkalikong dengan kaum cukong” (Wiji Thukul) Gambar: wijithukul.tk/BarisanPengingat
Foto: Barisan Pengingat / Wahyu Susilo
Janji Jokowi
Sebelum menjadi presiden, Joko Widodo menyatakan, baik hidup atau meninggal dunia, kejelasan nasib Wiji Thukul harus menjadi perhatian pemerintah. Dalam kunjungannya ke Eropa, April 2016, Jokowi berujar, pemerintah masih mendalami kasus pelanggaran HAM berat, termasuk di antaranya penghilangan aktivis 1997-1988.
Foto: DW/R.Nugraha
Perjuangan tiada akhir
Istri Wiji Thukul, Siti Dyah Sujirah (Sipon) tak kenal lelah mencari keadilan, setelaah suaminya dihilangkan secara paksa. Pasangan Thukul-Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah. Hingga kini Sipon, keluarga dan kawan-kawannya masih terus berjuang mencarinya. Kembalikan Wiji Thukul.