Populasi Cina Turun untuk Pertama Kalinya Sejak 1961
17 Januari 2023
Sebagian besar penurunan populasi terjadi akibat kebijakan satu anak yang diberlakukan antara tahun 1980 dan 2015. Penurunan ini juga seakan membenarkan prediksi bahwa India akan menjadi negara terpadat tahun ini.
Iklan
Populasi Cina turun untuk pertama kalinya pada tahun lalu dalam enam dekade terakhir. Perubahan bersejarah ini diperkirakan akan menandai dimulainya periode panjang penurunan jumlah populasi Cina dengan implikasi mendalam, bukan hanya bagi ekonomi Cina, tapi juga bagi dunia.
Menurut Biro Statistik Nasional Cina, populasi di negara itu menurun sekitar 850.000 menjadi 1,41175 miliar pada akhir tahun 2022. Penurunan ini adalah yang terbesar sejak 1961, yang merupakan tahun terakhir Kelaparan Besar Cina. Penurunan ini juga menunjukkan bahwa prediksi yang menyebut India akan menjadi negara terpadat di dunia tahun ini, benar adanya.
Dalam jangka panjang, para ahli dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melihat populasi Cina akan menyusut 109 juta pada tahun 2050, lebih dari tiga kali lipat penurunan yang mereka perkirakan sebelumnya di tahun 2019.
Hal ini membuat ahli demografi domestik khawatir kalau Cina nanti akan menjadi tua sebelum menjadi kaya, dengan ekonomi melambat karena turunnya pendapatan, dan utang pemerintah meningkat karena melonjaknya biaya kesehatan dan kesejahteraan.
"Prospek demografis dan ekonomi Cina jauh lebih buruk dari yang diharapkan. Cina harus menyesuaikan kebijakan sosial, ekonomi, pertahanan, dan luar negerinya," kata ahli demografi, Yi Fuxian.
Yi Fuxian menambahkan bahwa menyusutnya tenaga kerja di negara itu dan penurunan dalam manufaktur akan semakin memperburuk tingginya harga dan tingginya inflasi di Amerika Serikat dan Eropa.
Saat Penduduk Bumi Membludak
Kelebihan penduduk dipandang sebagai salah satu ancaman lingkungan terbesar planet Bumi. Tapi masalahnya: karena terlalu banyak orang - atau terlalu banyak konsumsi?
Foto: picture-alliance/dpa/P. Kneffel
Tahun 2050: ada 9,7 miliar manusia
Jumlah penduduk Bumi mendekati 7,5 miliar orang atau lebih dari dua kali lipat populasi global tahun 1960. Kemajuan dalam kedokteran dan kesehatan berpengaruh pada lebih banyak anak yang tumbuh sampai dewasa dan lebih banyak manusia mencapai usia hingga di atas 90 tahun. Pada tahun 2050, PBB memperkirakan akan ada 9,7 miliar manusia hidup di planet Bumi.
Foto: picture-alliance/dpa
Semakin butuh sumber daya
Lebih banyak manusia berarti semakin dibutuhkannya sumber daya. Bahan bakar berkelanjutan dibutuhkan untuk menyediakan energi. Sementara, bahan baku juga semakin diperlukan lebih untuk memproduksi barang yang manusia gunakan sehari-hari.
Foto: Colourbox
Praktik pertanian menguras kesuburan
Pertanyaannya: Apakah kita bisa memberi makan populasi yang terus tumbuh? Sebagai catatan, praktik pertanian industri juga memiliki dampak lingkungan yang parah – yang akhirnya mengancam ketahanan pangan dengan menguras kesuburan lahan. Sementara, terdapat kesenjangan pola pangan antara kaya dan yang miskin.
Foto: picture-alliance/newscom/A. Jenny
Kebutuhan akan air bersih
Pertumbuhan penduduk meningkat, tapi pasokan air bersih semakin langka. Sementara itu, seperti tercatat dari data Bank Dunia, pertumbuhan penduduk tercepat terjadi di negara-negara miskin yang bukan cuma kekurangan air bersih, namun juga kekurangan akses pendidikan dan kesehatan.
Faktornya beragam: akses kontrasepsi, budaya atau ekonomi. Menurut Bank Dunia, rata-rata perempuan di Niger, salah satu negara termiskin di dunia, punya 7 anak. Di beberapa wilayah sub-Sahara Afrika, rata-rata perempuan punya lima anak. Bandingkan dengan Portugal yang rata-ratanya 1,2 anak atau Uni Eropa yang rata-rata punya 1,5 anak.
Foto: AP
Emisi karbon
Namun harus dilihat lagi perbandingannya. Menurut Bank Dunia, rata-rata per orang di Niger, bertanggung jawab untuk 0,1 metrik ton emisi karbon setiap tahunnya. Sementara, di Portugal misalnya, emisi karbon per kapita: 4,4 metrik ton. Itu berarti seorang anak yang lahir dari ibu di Portugal cenderung memiliki dampak iklim setara dengan 44 anak-anak di Niger.
Foto: picture-alliance/dpa
Jejak ekologi
Global Footprint Network menghitung berapa luas lahan untuk hidup, --termasuk sumber daya alam yang diperlukan - di berbagai negara. Banyak faktor jadi penilaian di dalamnya, termasuk konsumsi energi, makanan, kayu, dan ruang untuk infrastruktur dan menyerap limbah, termasuk emisi karbon. Rata-rata orang Jerman, misalnya, memiliki jejak ekologi 5,3 hektar, sementara di Kenya hanya 1 hektar.
Foto: picture-alliance/AA/R. Canik
Persoalannya: jumlah konsumsi yang besar
Jadi mungkin masalahnya bukan berapa banyak jumlah penduduk, melainkan berapa banyak konsumsi kita. Sementara populasi negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara mengkonsumsi sumber daya Bumi yang tidak berkelanjutan, negara-negara seperti Niger malah dilanda kemiskinan. Di seluruh dunia, hampir 800 juta orang tidak mendapatkan makan yang cukup.
Foto: Fotolia/anna liebiedieva
Jangan konsumsi berlebihan
Bukan hanya memperlambat pertumbuhan penduduk. Solusinya juga terletak pada bagaimana manusia mengkonsumsi sesuatu dengan bertanggung jawab dan tidak berlebihan. Diperlukan perubahan gaya hidup yang dramatis. Kurangi produksi daging, misalnya. Sayur-sayuran yang bisa dikembangkan berkelanjutan secara ekologis, bisa mencukupi populasi global dengan 9,7 miliar penduduk.
Foto: picture-alliance/dpa
Perubahan gaya hidup
Perlu digalakkan perubahan gaya hidup yang sadar lingkungan - dengan makan bahan pangan yang lebih berkelanjutan, hemat energi, belanja secukupnya, biasakan mendaur ulang. Meski tajk bisa dipaksakan secara hukum, kesadaran ini dipandang lebih rasional ketimbang pembatasan jumlah anak.
Foto: Fotolia/TrudiDesign
Pemaksaan=pelanggaran HAM
Memaksa orang untuk memiliki anak sedikit saja, bukan hanya merupakan kebijakan yang banyak ditentang tapi etikanya menjadi perdebatan kontroversial. Cina bergerak untuk menghapus aturan hukum hanya boleh punya satu anak. Di belahan lain dunia tindakan untuk mengurangi angka kelahiran dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Pentingnya kesetaraan jender
Salah satu hal yang juga patut diperhatikan adalah kesetaraan jender, termasuk soal pendidikan dan perluasan hak bagi perempuan – termasuk hak atas tubuh dan organ reproduksi mereka sendiri. Negara dimana perempuan memiliki lebih banyak pilihan dan punya kesetaraan dengan laki-laki cenderung memiliki tingkat kelahiran rendah. ed: R. Russel (ap/as)
Foto: UNICEF/UNI46382/Isaac
12 foto1 | 12
Angka kelahiran turun dan kematian meningkat
Tingkat kelahiran Cina tahun lalu hanya 6,77 kelahiran per 1.000 orang, turun dari tahun 2021 dengan 7,52 kelahiran. Angka tahun lalu tersebut sekaligus menandai tingkat kelahiran terendah dalam catatan Cina.
Sementara untuk tingkat kematian, yaitu 7,37 kematian per 1.000 orang di tahun 2022. Angka ini menjadi yang tertinggi tsejak tahun 1974 saat Revolusi Kebudayaan. Di tahun 2021, Cina mencatat sebesar 7,18 kematian.
Sebagian besar penurunan demografis adalah hasil dari kebijakan satu anak di Cina yang diberlakukan antara tahun 1980 dan 2015. Selain itu, biaya pendidikan yang sangat tinggi telah membuat banyak orang Cina memilih untuk tidak memiliki lebih dari satu anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali.
Informasi penurunan populasi ini sukses menjadi trending topik teratas di media sosial Cina setelah angka-angka tersebut dirilis pada Selasa (17/01). Salah satu tagar,"#Is it really important to have offspring?" ("#apakah sangat penting untuk memiliki keturunan?") sukses mendapatkan ratusan juta hits.
"Alasan mendasar mengapa perempuan tidak ingin memiliki anak tidak hanya terletak pada diri mereka sendiri, tetapi pada kegagalan masyarakat dan pihak laki-laki untuk mengambil tanggung jawab membesarkan anak-anak. Bagi perempuan yang melahirkan, hal ini menyebabkan penurunan serius dalam kualitas hidup dan kehidupan spiritual mereka," tulis salah satu netizen dengan nama pengguna Joyful Ned.
Iklan
Pengaruh pandemi?
Menurut para ahli populasi, kebijakan nol-COVID Cina yang ketat yang diberlakukan selama tiga tahun juga telah menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada prospek demografis negara itu.
Pemerintah Daerah sejak tahun 2021 memang telah meluncurkan langkah-langkah untuk mendorong orang memiliki lebih banyak bayi, termasuk pengurangan pajak, cuti hamil yang lebih lama, dan subsidi perumahan.
Presiden Xi Jinping juga mengatakan pada Oktober lalu bahwa pemerintah akan memberlakukan kebijakan lebih lanjut untuk mendukung program tersebut.
Namun, langkah-langkah tersebut sejauh ini tidak banyak membantu untuk menahan tren penurunan jangka panjang.
Terlihat dari pencarian online untuk kereta bayi di mesin pencari Baidu Cina, turun 17 persen pada 2022 dan turun 41 persen sejak 2018. Sementara pencarian botol bayi turun lebih dari sepertiga sejak 2018.
Namun, pencarian untuk panti jompo melonjak delapan kali lipat tahun lalu.
Hal sebaliknya terjadi di India, di mana Google Trends menunjukkan peningkatan 15 persen dari tahun ke tahun dalam pencarian botol bayi pada tahun 2022, sementara pencarian untuk boks bayi naik hampir lima kali lipat.